Belakangan ini, kita disuguhkan dengan konten yang membuat tercengang. Ada yang menjadi hiburan semata atau berakhir dengan kegeraman netizen.Â
Selalu ada saja tingkah yang membuat seseorang menjadi viral. Kemarin kasus hand-sanitizer yang dibuat sendiri di rumah dengan takaran tidak sesuai. Lalu saat disuruh pemerintah social distancing, eh malah ada yang syuting. Gak selesai sampai disitu, di bulan Ramadhan diajak untuk batal puasa agar mendapat uang 10 juta.Â
Lanjut dengan iseng-iseng berhadiah, ngeprank sembako isi sampah kepada waria. Astaga tidak ada habis-habisnya. Masih geram dengan kasus sebelumnya, ada  lagi yang viral karena statementnya "Corona mah B aja".
Motifnya enggak tau apa, tapi jangan hobi memancing kemarahan dong. Popularitas kok gak dimanfaatkan dengan baik, malah buat sensasi. Mau lebih terkenal lagi dan menjadi pusat perhatian ya?Â
Begitulah komentar netizen kepada influencer yang kontennya menuai kontravensi di sosial media. Â Influencer, figur utama dalam sosial media. Mereka menjelma menjadi selebgram, youtuber, blogger, dan lainnya.Â
Pengikutnya banyak dan kehidupannya menjadi pusat perhatian. Kemunculannya di sosial media sangat mempengaruhi karakter individu yang menjadi followers mereka.
Ketika menjadi trendsetter, masyarakat banyak akan mengikutinya, mulai dari gaya dan penampilan, etika berbicara dan bersikap, serta pergaulan.Â
Jika ketemu langsung  ujung rambut sampai ujung kaki akan diperhatikan. Bagaimana tidak, pengaruh sang idola terhadap penggemarnya sangat kuat. Masyarakat meniru sisi yang dianggapnya positif lalu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat yang wajar berdasarkan pengidolaan mereka terhadap idolanya.
Influencer yang kita gemari ketika muncul di televisi atau menjadi pembicara pada event tertentu, maka panggung hiburan menjadi sudut pandang dalam menilai sang idola.Â
Apa yang mereka lihat dan dengar, diperhatikan dengan detail kemudian menjadi pola pikir setiap individu. Sama halnya dengan konten yang disajikan influencer membentuk karakter masyarakat. Ada konten yang bermanfaat dan adapula sebaliknya.
Popularitas menuntut influencer agar berhati-hati dalam berkomunikasi dan bersikap. Menyatakan opini tidak  boleh sembarangan apalagi sampai menggiring opini publik.Â
Tingkah laku layaknya dijadikan contoh buat penggemar, pokoknya harus menjaga sikap. Lalu apakah influencer dituntut agar tidak menjadi diri sendiri? Tidak, tetap menjadi diri sendiri dengan mengingat batasan yang wajar.
Pertanggungjawaban influencer kepada followersnya juga ada melalui opini yang dikeluarkan dan postingan konten. Loh kan diri sendiri merupakan tanggungjawab masing-masing? Ia benar, tetapi  opini yang didengar oleh followers akan mempengaruhi mereka.Â
Apalagi tidak semua masyarakat dapat menyaring informasi dengan baik dan mencari fakta sebenarnya. Begitupun dengan konten, dikonsumsi orang banyak.Â
Konten tersebut harus memiliki nilai dan memberi dampak positif atau negatif. Pertanggungjawaban moral sebagai influencer sangat diperlukan. Sebab negara kita memiliki UU ITE yang siap menjerat influencer terhadap konten yang dibagikannya.
Contohnya, youtuber Ferdian Paleka yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penghinaan dalam video prank pembagian sembako berisi sampah kepada waria. Ia dijerat dengan Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan dua pasal tambahan yaitu Pasal 36 dan Pasal 51 ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2018 tentang ITE.Â
Pasal 36 UU ITE menyatakan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Sementara itu, Pasal 51 ayat 2 UU ITE menyebutkan setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana paling lama 12 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.12 miliar.Â
Adalagi kasus ikan asin, Rey Utami, Galih Ginanjar, dan Pablo Benua yang ditetapkan sebagai tersangka. Trio ikan asin dijerat dengan pasal UU ITE tentang kesusilaan , Pasal 51 ayat 2 juncto asal Pasal 36 juncto 27 ayat 1 UU RI No.19 Tahun 2016. Subsider Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 UU RI No.19 Tahun 2016.
Pasal 45 ayat 1 UU ITE menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1 miliar.
Oleh karena itu, tidak hanya influencer tetapi kita semua memiliki tanggung jawab dalam bersosial media sebab penggunaannya sangat mempengaruhi pikiran dan perilaku seseorang.Â
Selalu ada cara untuk membagikan konten dengan penyajian yang bersifat tidak memancing dan menimbulkan kesalahpahaman. Seperti menggunakan clickbait yang misleading untuk mendapatkan viewers banyak dibungkus dengan judul  baik dan sopan.Â
Apapun tujuan dan isi konten, perilaku, opini sang influencer atau kita harus memiliki etika dan common sense yang  tidak boleh dilewati ketika membuat sesuatu. Supaya kita semua tidak melanggar UU ITE dan panen hujatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H