Tahun 2022 menjadi titik balik yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Di awal Juli, dimana 2 hari menuju hari ulang tahun ku, dengan hati yang penuh keraguan namun keyakinan yang sudah tak terbantahkan, aku memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua.Â
Saat itu, aku menyadari bahwa perjalanan pernikahan yang telah kulalui tak lagi bisa diselamatkan. Setelah melewati proses panjang perenungan dan perjuangan batin, aku memilih untuk melepaskan ikatan pernikahan yang selama ini kujalani. Seiring berjalannya waktu, setiap hari yang kulalui di rumah orang tua membantuku merekatkan kembali potongan-potongan diri yang pernah hancur.
Satu tahun setelah keputusanku untuk kembali ke rumah, pada awal Juli 2023, di tanggal yang sama, di hari yang juga 2 hari lagi menuju ulang tahun ku, aku melangkah ke pengadilan untuk mengurus perceraian. Sebuah hari yang terasa pahit namun juga penuh harapan; simbol dari awal yang baru, saat aku merayakan usiaku yang bertambah dengan mengikhlaskan masa lalu dan menatap masa depan.Â
Di titik itu, aku merasa terlahir kembali. Tak ada lagi belenggu yang membatasi langkahku; aku bebas merajut mimpi dan kembali mencari jati diri.
Dalam proses penyembuhan luka hati ini, aku menemukan kebahagiaan kecil dengan kembali ke sekolah tempatku mengajar. Melihat anak-anak didik yang antusias, mendengar gelak tawa mereka, serta mengamati perkembangan mereka dari hari ke hari memberikan semacam kedamaian dan kebahagiaan yang tak terduga. Kembali mengajar seperti memberi energi baru yang seolah-olah menyalakan api semangat yang lama meredup.
Di sela-sela mengajar, aku juga mencoba hal baru yang sebelumnya tak pernah kuanggap serius: solo traveling. Tujuanku yang pertama adalah Pulau Untung Jawa. Berada di tengah keindahan alam pulau kecil ini, mendengar deburan ombak, dan merasakan hembusan angin laut yang segar seperti membawaku jauh dari segala hiruk-pikuk pikiran.Â
Aku kemudian melanjutkan petualanganku ke Taman Raya Bogor, menyusuri setiap sudut taman yang memanjakan mata dengan hijaunya pepohonan dan suara kicauan burung yang menenangkan hati. Dari sana, perjalananku berlanjut ke Karawang, Purwakarta, dan akhirnya kota Bandung. Setiap kota yang aku jelajahi memiliki ceritanya sendiri, setiap tempat yang kutapaki seakan menambah warna baru dalam perjalanan hidupku.
Pada tanggal 17 Agustus, aku ikut serta dalam perayaan Hari Kemerdekaan. Berdiri di antara kerumunan yang penuh dengan semangat nasionalisme, aku merasakan kesatuan, kebanggaan, dan rasa syukur atas tanah air yang begitu kaya. Mengikuti upacara, lomba-lomba, dan segala macam acara peringatan memberi semacam kebahagiaan kolektif yang sulit digambarkan.
Selain itu, aku mulai aktif bergabung dalam berbagai organisasi sosial. Aku ingin menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat, membantu orang lain yang mungkin juga mengalami perjalanan hidup yang serupa. Aku ikut berbagai seminar, mendengar kisah inspiratif dari orang-orang yang pernah jatuh namun kembali bangkit. Setiap seminar, setiap cerita, seakan memberiku semangat dan perspektif baru untuk terus maju.
Setelah segala hal yang kulalui, aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku. Memilih kembali ke dunia perkuliahan bukanlah keputusan yang mudah, tapi aku merasa inilah langkah yang tepat. Melanjutkan pendidikan bukan sekadar upaya untuk menambah ilmu, namun juga sebagai bagian dari pencarian diri dan pembuktian bahwa aku mampu bangkit dari keterpurukan.Â
Rasanya, aku menemukan jati diri yang selama ini sempat hilang. Setiap langkah kecil yang kuambil, setiap tempat yang kukunjungi, hingga setiap pelajaran yang kupelajari telah membawaku ke fase hidup yang lebih tenang dan penuh makna. Aku tak sabar melihat bagaimana cerita ini akan berlanjut.
Setelah memutuskan untuk kembali melanjutkan pendidikan, aku merasa bahwa langkah ini adalah sebuah revolusi pribadi. Setiap pagi yang kujalani di kampus terasa penuh gairah baru. Meskipun awalnya sedikit canggung, beradaptasi dengan kehidupan akademis lagi, aku merasa ada bagian dari diriku yang terisi.Â
Tidak hanya karena aku sedang mengejar ilmu, tetapi juga karena di sana aku bertemu dengan orang-orang baru yang membawa perspektif berbeda, teman-teman yang memiliki kisah hidup dan perjalanan yang tak kalah menarik.
Aku memutuskan untuk mengambil jurusan yang sesuai dengan passion-ku, sesuatu yang tak hanya memberi kesempatan untuk berkembang secara akademik, tapi juga membuka ruang bagi kreativitas dan keterlibatanku dalam dunia yang lebih luas.Â
Selama perkuliahan, aku aktif dalam berbagai diskusi dan proyek yang mendorongku keluar dari zona nyaman. Aku merasa seolah-olah aku menemukan kembali bagian dari diriku yang lama terkubur di balik rutinitas hidup yang monoton.
Minggu demi minggu berlalu, dan semakin banyak kesempatan yang terbuka. Aku terlibat dalam beberapa organisasi kampus yang mengajarkanku tentang kepemimpinan, kerja tim, dan bagaimana mengelola waktu dengan bijak.Â
Semua kegiatan ini tak hanya memperkaya pengetahuanku, tetapi juga memberi ruang untuk berbagi pengalaman dengan teman-teman sesama mahasiswa. Dalam setiap pertemuan, seminar, dan workshop yang aku hadiri, aku merasa ada energi baru yang mengalir—suatu semangat untuk terus maju, berkembang, dan tak gentar menghadapi tantangan.
Di luar kampus, perjalanan solo traveling-ku terus berlanjut. Aku semakin berani menjelajah tempat-tempat baru, meresapi setiap pengalaman dengan sepenuh hati. Dari kota-kota yang kutuju sebelumnya, aku menemukan bahwa setiap perjalanan bukan sekadar tentang tujuan, tetapi lebih kepada proses perjalanan itu sendiri. Perjalanan tidak hanya membawa kita melihat dunia luar, tetapi juga mengajarkan kita untuk melihat dunia dalam diri kita sendiri.
Saat mengunjungi kota-kota seperti Bandung, aku lebih banyak merenung. Di kota yang penuh dengan sejarah dan budaya ini, aku belajar bahwa terkadang kita perlu memberi waktu untuk diri sendiri, memberi ruang untuk merasakan dan memproses segala perasaan yang terpendam. Aku menyadari bahwa hidup bukan hanya tentang mencapai tujuan besar, tetapi juga menikmati setiap langkah kecil yang membentuk perjalanan itu.Â
Pada suatu malam di Bandung, aku duduk di sebuah kafe yang tenang, melihat kerlip lampu kota, dan merasa begitu damai. Mungkin inilah yang disebut kebahagiaan sejati—bukan berasal dari luar, tetapi dari dalam diri sendiri, dari penerimaan terhadap diri, dan keberanian untuk melangkah walau terkadang langkah itu terasa berat.
Kini, dengan pendidikan yang aku kejar dan berbagai pengalaman yang aku alami, aku merasa jauh lebih kuat dari sebelumnya. Aku tahu, perjalanan ini belum selesai. Aku akan terus melangkah, mengejar impian-impian yang belum tercapai, dan menyelesaikan proses penyembuhanku, baik itu melalui perkuliahan, organisasi, atau bahkan perjalanan-perjalanan solo yang masih banyak menantiku.
 Setiap langkah yang kuambil kini terasa lebih berarti, lebih penuh makna, karena aku tahu bahwa di balik setiap tantangan, ada kekuatan baru yang bisa aku temukan.
Dan satu hal yang pasti—aku tidak lagi takut untuk merencanakan masa depan. Aku telah melewati banyak hal, menghadapinya dengan keberanian, dan kini aku lebih siap dari sebelumnya untuk menulis bab selanjutnya dalam cerita hidupku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H