Mohon tunggu...
Fendy Sa is Nayogi
Fendy Sa is Nayogi Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis

Aktif menulis di status WA dan feed Instagram. Menyukai topik tentang sosial, lingkungan hidup dan pertanian. Memiliki hobi membaca, jalan kaki dan sekedar mendengarkan diskusi melalui YouTube. Cangkru'an juga saya jadikan media menguji pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Folklor Jangan Dilupakan, Sebagai Media Membentuk Karakter Bangsa

27 September 2020   00:37 Diperbarui: 27 September 2020   00:51 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era sekarang, cukup sulit mencari tokoh yang memiliki karakter yang menjunjung nilai sosial, budaya dan agama. Begitu banyak tokoh masyarakat yang melanggar nilai sosial, budaya dan agama. Belum lagi tokoh atau artis media sosial, artis media konvensional atau tokoh pimpinan kepemerintahan.

Dengan alasan apapun perlu memang kesadaran diri terhadap posisi dengan tindak laku mereka. Tentu kita banyak melihat di media sosial misalnya, banyak tergambarkan karakter yang jauh sekali dengan gambaran karakter Nusantara.

Tidak perlu saya ambilkan contohnya, saya rasa keresahan itu perlu kita perhatikan bersama dan menjaga orang-orang sekitar kita atau minimal diri kita sendiri sebagai masyakarat yang berkarakter sesuai nilai-nilai sosial, budaya dan agama masing-masing. Tentunya kita kenal dengan sosok dengan karakter kuat di Indonesia.

Presiden pertama kita Soekarno, sebagai orang yang tumbuh di lingkungan Jawa dengan pemikiran maju dan memiliki peran penting bagi masyarakat Nusantara/Indonesia pada masa itu cukup menggambarkan karakter bangsa pada dirinya.

Tersorot dari beberapa kutipan biografi beliau tentang bagaimana saling bertukar rokok dengan pimpinan negara lain, atau memilih menggunakan tangan ketika makan saat bersama beberapa pimpinan negara lain, dan ber-orasi di hadapan rakyat Indonesia pada masa itu tentunya tidak langsung terbentuk secara langsung.

Peran besar terjadi begitu karena orang tuanya baik orang tua ideologis maupun biologis ditambah dengan literasi beliau yang bagus, sehingga mampu membentuk karakter presiden pertama kita sebagai sosok yang memiliki karakter yang kuat.

Pendidikan karakter di Indonesia kian kini semakin menurun, bukti dari itu kita berkaca pada diri sendiri, tindak laku kita terhadap sosial kita, budaya kita atau bahkan agama dan negara kita. Secara spesifik, kasus penganiayaan terhadap orang tua, pelecehan guru terhadap murit, pelecehan terhadap sesama teman atau hal lain semakin beragam.

Bukan masalah sepele dengan kita menganggap hal tersebut dengan kejadian biasa atau normal. Penanaman nilai-nilai sosial, budaya dan agama melalui foklor perlu kita galak-kan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya terhadap dunia pendidikan di Indonesia bahwa pendidikan karakter saat ini dapat dikatakan gagal.

Tantangan saat ini pun dengan berlangsungnya proses belajar secara online dapat menghambat berjalanya pendidikan karakter. Perlu dipikir dengan banyak orang untuk menentukan model pendidikan era modern ini supaya karakter penerus bangsa terjaga.

Mengandalkan orang tua dirumah tentunya sama artinya memaksa orang tua untuk banyak belajar, sedangkan orang tua siswa merupakan konsumen dari produk foklor masa lalu.

Perlu dukungan segala pihak dari media, praktisi bahkan pemerintah untuk menentukan sikap, langkah dan aplikasinya, karena disamakan fungsi pemerintah salah satunya. Sehingga kita tidak kehilangan karakter bangsa yang bermartabat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun