Mohon tunggu...
MUHAMMAD EFENDI
MUHAMMAD EFENDI Mohon Tunggu... Guru - Seorang biasa dalam kepakan sayap luar biasa

Semua tentang cerita, cerita tentang semua.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pelanggaran HAM Terselubung di Negeri Tercinta

3 September 2021   19:41 Diperbarui: 3 September 2021   19:52 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HAM merupakan segala sesuatu yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun seolah-olah merupakan "holy area". Di Indonesia juga mengatur tentang HAM yakni dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama dan pasal 27 sampai 34 UUD 1945. Tak ayal pemerintah Indonesia juga memberikan suatu penguat HAM dengan adanya UU Nomor 39 Tahun 1999. 

HAM juga sudah ditanamkan sejak anak usia SD dengan menanamkan beberapa prinsip pembelajaran HAM di SD.

Pertama, anak SD/MI belajar secara konkrit sehingga pembelajaran HAM diupayakan secara konrkit pula. Implikasi dari prinsip ini maka pembelajaran HAM bagi anak SD/MI menuntut guru untuk selalu menggunakan media dan sumber pembelajaran yang bersifat konkrit dan dapat ditangkap secara inderawi. Media dan sumber pembelajaran yang dimaksud dapat berupa media dan sumber pembelajaran yang dirancang dan tidak dirancang untuk pembelajaran. Media dan sumber yang direncanakan adalah media dan sumber yang memang dengan sengaja dibuat untuk kepentingan pembelajaran. Sedangkan media dan sumber pembelajaran yang tidak direncanakan adalah segala sumber yang memang tidak disengaja untuk kepentingan pembelajaran. Misalnya jalan raya, pasar, stasiun, dan terminal.  Media dapat juga yang bersifat alami dan buatan.

Kedua, pembelajaran HAM menggunakan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain akan membuat anak berinteraksi dan belajar menghargai hak orang lain. Pola bermain dapat dibedakan menjadi tiga: (a) bermain bebas, (b) bermain dengan bimbingan, dan (c) bermain dengan diarahkan (Sumiarti Padmonodewo, 1995). Bermain bebas adalah suatu bentuk kegiatan bermain yang memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan berbagai pilihan alat dan menggunakannya. Bermain dengan bimbingan  adalah suatu kegiatan bermain dengan cara guru memilihkan alat-alat permainan dan anak diharapkan dapat menemukan  pengertian tertentu. Bermain dengan diarahkan adalah suatu bentuk permainan dengan guru mengajarkan cara menyelesaikan tugas tertentu. Bermain dapat menggunakan alat permainan ataupun tanpa alat permainan. Berbagai permainan dapat digunakan di dalam pembelajaran HAM.

 Ketiga, pembelajaran HAM di SD/MI menggunakan prinsip active learning. Pembelajaran aktif memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk aktif mencari dan memaknai nilai-nilai HAM. Seluruh anggota tubuh dan psikologis anak bekerja  baik melalui belajar individual maupun bekerja sama dalam kelompok. Problem solving akan memberikan tantangan pada anak untuk aktif menyelesaikan masalah tersebut.

Keempat, pembelajaran HAM di SD/MI dilaksanakan dalam suasana  yang menyenangkan. Joyfull learning akan sangat menyenangkan dan membuat belajar anak menjadi ceria, tanpa tekanan, dan menarik.  Guru dapat membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dengan memberikan sentuhan akrab, ramah, sambil bernyanyi, dengan gambar, dan lain sebagainya.

Kelima, pembelajaram HAM di SD/MI berpusat pada anak. Artinya anak menjadi subjek pelaku yang aktif di dalam belajar. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam membantu anak mudah mempelajari nilai-nilai HAM. Pembelajaran HAM perlu mempertimbangkan aspek kemampuan dan potensi anak, suasana psikologis dan moral anak.

Keenam, pembelajaran HAM di SD memberikan kesempatan kepada anak untuk mengalami, bukan saja melihat atau mendengar melainkan seluruh panca inderanya dan mental psikologis anak aktif mengalami sendiri dalam kegiatan yang memuat nilai-nilai HAM. Pembelajaran HAM memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk bereksperimen (mencoba) mengalami berbagai kegiatan pembelajaran HAM.

Mendidik anak akan mengembangkan inteligensi dan karakternya. Hal ini tidak akan terjadi manakala anak hanya belajar secara tekstual dalam buku dan ditentukan oleh guru. Individu hanya akan terdidik dan memiliki kesadaran tentang HAM ketika ia memiliki kesempatan untuk mengalami sendiri HAM dan menyumbangkan sesuatu yang berguna dari pengalamannya tersebut. Misalnya, anak diajak secara langsung ikut membersihkan lingkungan sekolah. Pengalaman ini akan memberikan pengalaman pada anak bahwa ia telah membantu menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

Berbagai pendekatan dapat digunakan dalam pembelajaran HAM di SD/MI. Pendekatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

Pendekatan induktif yaitu suatu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dengan dimulai dari contoh-contoh, peristiwa-peristiwa, kasus-kasus dan fenomena sejenis untuk ditarik kesimpulan umum.

1) Pendekatan deduktif dimulai dari konsep umum menuju penarikan kesimpulan khusus.

2) Pendekatan kontekstual yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan guru sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari anak. Pembelajaran kontekstual tersebut memudahkan anak memaknai nilai-nilai HAM yang dipelajarinya.

3) Pendekatan kooperatif (cooperative learning) yaitu pendekatan pembelajaran dengan memberikan kesempatan pada anak untuk bekerja sama dalam belajar. Misalnya, belajar kelompok, belajar dengan model Jigsaw, diskusi kelompok, dan tugas kelompok.

4) Pendekatan inquiry yaitu pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan ksempatan pada anak untuk mencari penyelesaian sendiri terhadap masalah yang dihadapinya. Anak belajar mengamati fenomena, menemukan masalah, dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah sendiri.

5) Pendekatan discovery yaitu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa menjelajah untuk menemukan sesuatu yang sudah ada.

6) Pendekatan konstruktivistik yaitu suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menyusun sendiri konsep-konsep HAM berdasarkan kehidupan sehari-hari anak.

7) Pendekatan behavioristik dengan menciptakan lingkungan yang kondusif anak belajar HAM.

Strategi yang digunakan berdasarkan pendekatan tersebut adalah: (a) siswa belajar secara aktif; (b) siswa membangun peta konsep sendiri; (c) siswa mampu menggali informasi dari berbagai media dan sumber belajar; (d) siswa membandingkan dan mensintesiskan informasi; (e) siswa mengamati secara aktif; (f) siswa menganalisis sebab akibat; (g) siswa melakukan kerja praktik artinya melakukan aktivitas  praktis di dalam belajar HAM.

Materi Pembelajaran HAM di SD/MI

Materi pembelajaran sebaiknya dalam bentuk yang mudah dipahami oleh anak, kalimatnya sederhana, lugas, dan jelas. Kalau perlu materi disertai gambar dan ilustrasi menarik dan menyenangkan. Unsur problematik dalam materi HAM juga akan membuat sajian materi tidak monoton dan menjemukan, tetapi menantang penalaran kritis anak. Materi HAM diangkat dari realitas kehidupan anak sehari-hari. Dengan demikian materi yang dikembangkan disesuaikan dengan pekermbangan dan kebutuhan anak.

4. Media dan Sumber Pembelajaran HAM

Sebagaimana kita ketahui bahwa tingkat perkembangan kognitif anak SD/MI berada pada fase operasional konkrit. Oleh karena itu, penggunaan media dan sumber pembelajaran sangat penting dan mutlak dilakukan, baik media yang dirancang khusus sesuai kebutuhan maupun memanfaatkan benda atau peristiwa yang ada disekitar anak.

Pemanfaatan media pembelajaran perlu mempertimbangkan beberapa hal penting berikut: (a) media yang digunakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak, (b) media yang digunakan sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai, (c) sesuai dengan pesan atau materi yang akan disampaikan pada anak, (d) media yang digunakan sesuai dengan metode atau strategi pembelajaran yang dilakukan (Anderson 1983), (e) sesuai dengan kemampuan guru dalam menggunakannya, (f) sesuai dengan potensi sekolah.

5. Perencanaan Pembelajaran HAM di SD/MI

Langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Menganalisis substansi kajian kurikulum.

Melalui analisis ini dapat diketahui bahwa materi pokok HAM yang terintegrasi di dalam mata pelajaran sebagaimana termuat di kurikulum.

b. Hasil analisis kajian kemudian dimuat di dalam silabus yang dikembangkan.

Silabus tersebut berupa rencana kegiatan pembelajaran secara sistematis yang memuat materi pokok, media, dan evaluasi serta alokasi waktu yang akan dilakasnakan di dalam pembelajaran.

c. Pengembangan silabus disesuaikan dengan potensi anak, sarana dan prasarana sekolah, serta kemampuan guru.

Merencanakan pembelajaran yang akan memberikan pengalaman belajar HAM yang sesuai dengan kurikulum dan potensi anak. Silabus adalah suatu rencana yang memuat pokok-pokok pengalaman belajar yang akan diperoleh anak dalam pembelajaran.

d. Silabus dikembangkan dengan Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP).

Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP) memuat bagian-bagian pokok: (a) identitas mata pelajaran, (b) standar kompetensi, (c) kompetensi dasar, (d) langkah-langkah pembelajaran (kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan akhir), (e) media dan sumber pembelajaran, (f) evaluasi pembelajaran (jenis evaluasi, prosedur evaluasi).

Sejak SD pun kita sudah "dicekoki" tentang HAM, tetapi tidak ada materi terpisah yang mempelajari tentang HAM. HAM dijadikan satu kesatuan dengan materi pembelajaran yang lain. Memang dilihat seperti suatu pemaksaan terhadap pembelajaran. Karena kita dari usia SD dipaksa paham akan HAM tapi tidak ada pembelajaran tersendiri tentang HAM sehingga ketika ada pelanggaran HAM, kita merasa abu-abu itu melanggar HAM atau tidak. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia juga seakan "menguap raib" ditelan angin.

Hal pelanggaran HAM yang baru hangatnya terjadi yakni kasus korupsi dana bansos. Sudah jelas jika korupsi itu melanggar hukum, tapi karena pelaku korupsi JULIARI BATUBARA sering di"bully" netizen, dia merasa tersiksa dengan kata-kata netizen lalu putusan hukumannya hanya 12 tahun, mungkin hakimnya merasa "melindungi HAM". Begitu lucu negeriku. Mereka yang mengambil hal RAKYAT malah dipidana dengan pidana yang sangat ringan, sedangkan rakyat sudah bercucuran darah demi menyambung hidup saat pandemi seperti sekarang.

Akankah hukum Indonesia akan selalu lucu seperti ini? Semoga saja tidak. Tapi mungkin saja ini hanya sebuah mimpi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun