Â
Judul        : Legenda Burung Cenderawasih
Penulis      : Daniel Iswahyudi
Penerbit     : PT. Happy Holy Kids
Tahun       : 2014
Halaman     : 35 halaman
Ukuran      : 19 x 26 cm
Bahasa       : Indonesia
Sampul      : Latar hijau, cokelat dan kuning
Buku cerita yang berjudul Cenderawasih: Cerita rakyat Papua ditulis oleh Daniel Iswahyudi atau biasanya dikenal sebagai kak Yudi. Beliau lahir pada tanggal 18 Mei dan sekarang tinggal di Jakarta. Kak Yudi adalah seorang sarjana lulusan salah satu perguruan tinggi di Jakarta yaitu Institut Theologia dan Keguruan Indonesia (ITKI).Â
Sekarang ia menjabat sebagai CEO di Rajawali Kecil yang merupakan sebuah lembaga pelayanan masyarakat yang difokuskan kepada anak-anak dan remaja, termasuk juga guru-guru. Selain sebagai CEO di Rajawali Kecil, kak Yudi juga menjabat sebagai Menejer di PT. Happy Holy Kids yang merupakan Publishing House, Production House dan Trading berbagai produk anak. Kak Yudi juga pernah bekerja sebagai guru di SMK Multi Media Legok dari tahun 2009 hingga tahun 2012.
Dalam kariernya, kak Yudi dikenal sebagai seorang penulis cerita anak, pencipta lagu anak, Â pendongeng, pengkhotbah, dan pembicara seminar. Sebagai seorang penulis, kak Yudi sangat aktif dalam menulis buku cerita anak-anak. Menurutnya anak pandai dan berkarakter tidak turun dari langit, tetapi harus di didik secara benar sejak usia dini. Oleh karena itu, melalui karya-karyanya ia ingin membantu anak-anak Indonesia agar memiliki karakter dan moral yang baik. Karena pada zaman modernisasi ini memiliki arus modernisasi yang akan berdampak pada krisisnya moral dan akhlak generasi bangsa.
Buku cerita anak yang berjudul Cenderawasih: cerita rakyat Papua ini merupakan dokumentasi dari sebuah cerita rakyat nusantara yang khususnya berada di daerah Papua. Buku ini termasuk ke dalam suatu karya sastra anak berupa karya fiksi. Buku ini mengangkat tema kekeluargaan, yang cocok sekali untuk dikonsumsi pada kalangan anak-anak dari usia 7-12 tahun. Pada buku ini, cerita yang disampaikan dikemas dengan gaya cerita yang menarik, sederhana dan mudah dipahami oleh anak-anak, hal tersebut juga didukung dengan penyampaian cerita yang menggunakan ilustrasi gambar yang menarik. Tidak hanya isinya saja yang dikemas menggunakan ilustrasi gambar yang bagus dan menarik, namun pada sampul bukunya juga sudah dikemas menggunakan ilustrasi gambar yang akan memikat anak-anak untuk membacanya.Â
Dengan bantuan ilustrasi gambar dalam penyampaian cerita tersebut, anak-anak tidak akan merasa bosan dan dapat merubah paradigma anak-anak mengenai cerita rakyat yang tidak menarik atau membosankan ketika membacanya. Selain itu, dengan adanya ilustrasi gambar tersebut dapat membantu anak dalam proses mengembangkan imajinasinya. Â Di dalam buku ini juga terkandung nilai-nilai moral kehidupan yang tentunya bertujuan agar nilai-nilai moral yang disampaikan dapat terealisasikan dikehidupan nyata.
Buku ini menceritakan kehidupan seorang perempuan setengah baya yang hidup bersama seekor anjing betinanya di pegunungan Bumberi, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Dalam kesehariannya, ia dan anjingnya mencari persediaan makanan di hutan, dan ketika sedang mencari persediaan makanan di hutan ia sampai di sebuah tempat yang dipenuhi oleh buah pandan yang berwarna merah, kemudian ia membawa pulang buah tersebut kerumahnya lalu memberikan buah tersebut ke anjing betinanya yang sedang kelaparan. Setelah anjing betina itu memakan buah pandan tersebut, tiba-tiba perut anjing betina tersebut membesar dan beberapa jam kemudian anjing betina itu melahirkan seekor anak anjing. Melihat kejadian itu, si perempuan setengah baya tertarik untuk mencoba memakan buah itu, ia berpikir bahwa jika ia memakan buah itu ia juga akan mengandung seorang anak. Setelah memakan buah tersebut, perut perempuan itupun membesar dan setelah beberapa jam berlalu ia melahirkan seorang anak yang berjenis kelamin laki-laki dan ia beri nama Kweiya.
Kweiya tumbuh sebagai seorang anak yang sayang dan patuh kepada ibunya. Kweiya berniat untuk membuat sebuah ladang sayuran, dan untuk membuat ladang sayuran itu ia harus menebang pohon dengan menggunakan alat sederhana yang ia buat sendiri yaitu berupa batu berbentuk pahat. Tentunya dengan menggunakan alat yang sederhana itu, dalam sehari Kweiya hanya mampu untuk menebang satu pohon saja. Suatu hari, ada seorang laki-laki paruh baya menghampiri Kweiya dan menanyakan alasan Kweiya menebang pohon-pohon.Â
Setelah mendengarkan penjelasan Kweiya, laki-laki paruh baya itu tersentuh lalu memberikan sebuah kapak besi kepada Kweiya. Dengan menggunakan alat tersebut, pekerjaan Kweiya untuk menebang pohon dapat dilakukan dengan cepat. Bersyukur atas hal tersebut, Kweiya berniat untuk berterimakasih kepada laki-laki paruh baya itu dengan cara membawanya kerumah lalu mengenalkan laki-laki paruh baya itu kepada ibunya. Setelah mengenalkan laki-laki paruh baya itu kepada ibunya, Kweiya memohon kepada ibunya agar laki-laki itu menjadi bapaknya. Permintaan tersebut pun disetujui oleh ibu Kweiya.
Beberapa tahun kemudian, keduanya memiliki tiga anak yaitu dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Kweiya senang memiliki adik dan ia sangat menyayangi adik-adiknya, namun itu hanya sebentar. Beberapa tahun berikutnya, kedua adik laki-laki Kweiya iri kepadanya. Hal ini membuat ikatan persaudaraan di antara mereka sedikit renggang. Ketika orang tua mereka sedang dikebun, kedua adik laki-lakinya lantas berkomplot untuk mengeroyok Kweiya. Perkelahian tidak seimbang itu membuat tubuh Kweiya terluka.Â
Untuk menghindarinya, Kweiya bersembunyi di atas sebuah pohon di dekat rumahnya. Di sana, ia memintal tali dari kulit binatang yang nantinya akan ia buat sebagai sayap. Ketika ibu Kweiya menyadari bahwa Kweiya tidak ada dirumah, ia langsung mencari dan memanggil Kweiya. Tiba-tiba dari sudut rumah terdengar suara, "ek ek ek ek ek ek". Suara itu adalah sebuah jawaban dari Kweiya yang menampakkan dirinya. Tanpa diduga saat itu, Kweiya sudah berubah menjadi seekor burung yang amat indah.
Semua hanya bisa bengong menyaksikan kejadian tersebut. Tapi, ibu Kweiya menangis sedih karenanya. Dia pun bertanya kepada Kweiya, adakah tali pintal tersisa untuknya. Kweiya yang telah berubah menjadi burung mengatakan bahwa tali itu ada pada koba-koba (payung tikar) di sudut rumah. Ibu Kweiya segera mencari tapi-tapi pintal itu. Setelah ketemu, tali pintal itu dibuat membentuk sayap lalu disisipkan di ketiaknya. Setelah itu ibu Kweiya pun berubah menjadi seekor burung juga. Lalu melompat ke atas pohon bersama Kweiya. Setelah berkicau, mereka berdua pergi jauh. Namun, tetap di tanah Papua. Karena, di tanah itulah mereka lahir dan dibesarkan.Â
Tidak berakhir disitu, kedua adik laki-laki Kweiya saling menyalahkan atas kejadian yang terjadi, hingga mereka saling melemparkan abu tungku. Dan seketika itu pula, mereka berubah menjadi burung yang kurang menarik warnanya, tidak seindah seperti warna pada Kweiya dan ibunya. Itulah sebabnya, hutan rimba di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, juga banyak dihuni oleh beragam burung yang kurang menarik, selain burung Cenderawasih. Â
Dalam buku ini, banyak sekali kelebihan yang ada. Yaitu sampulnya dapat membuat anak-anak tertarik untuk membacanya, karena pada sampul buku ini di desain sangat menarik. Tidak hanya itu, cerita yang dikandung dalam buku ini disajikan dengan menggunakan bahasa yang baku sehingga memudahkan pembacanya dalam memahami isi cerita tersebut dan memperoleh informasi maupun wawasan melalui cerita tersebut, dan juga pada buku cerita tersebut terdapat glosarium yang membantu anak-anak mengetahui arti dari kata asing yang tertera pada cerita.
 Selain ceritanya yang dikemas menarik dan mudah di pahami, buku ini di dukung oleh ilustrasi gambar yang menarik dan bagus baik pada bagian sampul buku maupun isi dalam buku, pewarnaan gambarnya juga sangat bagus sehingga membuat pembaca seolah-olah larut dalam ceritanya. Dan melalui ilustrasi gambar tersebut, pembaca dapat memahami dengan mudah pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis. Tidak hanya itu, keunggulan dari buku cerita ini adalah ceritanya disusun secara sistematis sehingga tidak membingungkan anak-anak dalam membacanya, dan juga huruf bacaan yang tertera di dalam buku tersebut dapat dibaca oleh anak-anak karena disajikan dengan huruf yang cukup besar.
Dengan banyaknya kelebihan yang ada, buku cerita ini tidak luput dari suatu kekurangan. Kekurangan pada buku cerita ini adalah karakter-karakter tokoh pendukung tidak dijelaskan secara mendalam sehingga membutuhkan waktu untuk menafsirkan karakter tokoh yang ada dan akhir dari ceritanya menggantung, karena tidak dijelaskan bagaimana nasib bapak dan adik perempuan Kweiya yang telah ditinggalkan oleh Kweiya, ibunya, serta kedua adik laki-lakinya. Namun, dengan adanya kekurangan ini tidak menutupi kelebihan yang ada.
Buku cerita ini termasuk ke dalam kategori karya sastra anak fiksi. Hal tersebut dikarenakan isi cerita pada buku ini menceritakan tentang cerita rakyat yang terjadi di wilayah nusantara khususnya daerah Papua Barat. Buku cerita rakyat sendiri bertujuan agar pembaca bisa mengetahui asal-usul suatu tempat atau kejadian di suatu tempat yang terdapat dalam cerita rakyat, dan dapat mengetahui budaya lokal yang ada di daerah yang dituju pada cerita rakyat tersebut, serta menambah wawasan pembaca. Cerita rakyat juga mampu mengembangkan potensi kogntif, afektif, dan psikomotor anak. Melalui cerita rakyat, anak terlatih untuk memiliki perasaan peka sehingga dapat meningkatkan kepekaan empatinya.Perasaan peka tersebut dapat diteladani dari pesan moral yang salah satunya tergambar melalui karakter tokoh. Sebagaimana Nurgiyantoro (2010: 193) menyatakan bahwa pesan moral yang ingin disampaikan tidak saja terdapat dalam karakter tokoh-tokoh, tetapi juga pada alur cerita yang berisi gagasan-gagasan abstrak tertentu yang berkaitan dengan persoalan kehidupan manusia.
Buku cerita ini sangat cocok dan layak dikonsumsi oleh kalangan anak-anak dari usia 7-12 tahun. Dikarenakan pada buku ini terdapat pesan moral yang disampaikan oleh penulis dan melalui pesan moral tersebut penulis berharap agar pesan moral yang disampaikan dapat terealisasikan di kehidupan nyata sehingga dapat membantu dalam membentuk moral dan akhlak yang baik pada anak-anak di kehidupan sehari-hari.Â
Usaha kak Yudi dalam mendidik dan membangun moral anak melalui buku cerita rakyat ini perlu di apresiasi, karena dengan tersampainya pesan moral yang terkandung dalam cerita itu dan dapat terealisasikan di kehidupan nyata, maka anak-anak atau generasi penerus bangsa tidak akan mengalami krisis moral akibat derasnya arus moderenisasi dan globalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H