Mohon tunggu...
Femas Anggit Wahyu Nugroho
Femas Anggit Wahyu Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hamba Allah yang ditetapkan tinggal di bumi sejak 2003 dan suka nasi goreng.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sekilas tentang Komunisme, Ramalan yang Tak Kunjung Jadi Kenyataan

14 September 2023   20:32 Diperbarui: 14 September 2023   20:34 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Ada hantu berkeliaran di Eropa, hantu Komunisme". Demikianlah kalimat termasyhur yang dapat dijumpai pada pembukaan Manifesto Komunis, dokumen Marxisme paling terkenal yang ditulis oleh Friedrich Engels dan Karl Marx pada penghabisan tahun 1847. Dan benar saja, komunisme menjadi kekuatan politik serta menjadi idelogi pergerakan paling dahsyat di dunia pada abad ke-20. Salah satu contoh kedahsyatan tersebut adalah revolusi Oktober 1917 di bawah pimpinan Lenin.

Indonesia sendiri mendapat pengalaman pahit di mana Partai Komunis Indonesia (PKI) pernah melakukan pemberontakan yang berusaha mengambil alih kekuasaan dan mengubah negara Pancasila menjadi negara Komunis. Pengalaman pahit inilah yang menyebabkan segala hal yang berhubungan dengan komunisme harus dihapuskan di Indonesia. Menyebutnya saja seakan akan merupakan hal yang teramat haram. Bahkan, komunisme seringkali secara otomatis dikaitkan dengan ateisme oleh masyarakat kita. 

Padahal, komunisme dan ateisme keduanya merupakan hal yang berbeda. Komunisme berkaitan dengan ideologi, pandangan, sedangkan ateisme berkaitan dengan keyakinan, ranah privat seseorang. Seorang komunis belum tentu dia juga seorang ateis. Keduanya berbeda, meskipun secara ajaran komunisme memang meniadakan peran agama.

"Agama adalah candu bagi masyarakat". Begitulah ungkapan yang tenar dari seorang Karl Marx. Marx menganggap bahwa pada prakteknya agama memiliki peran layaknya obat penenang bagi masyarakat. Obat penenang itu tak lain adalah untuk para golongan tak berpunya, tertindas, atau proletar. Contoh obat penenang tersebut salah satunya berupa kalimat-kalimat seperti "barangsiapa ikhlas menerima keadaannya, dijanjikanlah kepadanya surga" atau dengan kalimat "tenang, ini hanyalah dunia, sebuah ujian, kehidupan sebenarnya ada di akhirat".

Oleh Marx hal tersebut tak lebih hanya sebagai tameng untuk melindungi kepentingan para borjuis. Dengan diberikannya obat penenang semacam itu, kaum proletar cenderung menjadi sukarela menerima keadaannya dengan dalih ujian dan telah dijanjikan surga, sedangkan kaum borjuis dengan lebih mudah dapat mengeksploitasi mereka. Kapitalisme akan semakin meraja. Kaum proletar akan kehilangan hasrat untuk melakukan revolusi atas ketertindasannya karena telah mengonsumsi terlalu banyak opium dari agama.

Marxisme, Sosialisme, dan Komunisme

Marxisme, sosialisme, dan komunisme adalah tiga kata yang seringkali masih dibingungkan artinya. Marxisme merupakan pembakuan nama atas ajaran-ajaran resmi Karl Marx. Pembakuan ini terutama dilakukan oleh sahabatnya Marx, yakni Friedrich Engels dan oleh tokoh teori Marxis Karl Kautsky. Sedangkan sosialisme merupakan kondisi masyarakat di mana hak milik pribadi atas alat-alat produksi telah dihapuskan.

Komunisme pada awalnya merupakan sebuah "utopia atau impian" masyarakat sosial tanpa kelas dengan kondisi di mana segala hak milik pribadi atas alat-alat produksi telah dihapus dan semua dimiliki bersama-sama. Oleh Marx, istilah sosialisme dan komunisme dipakai dalam arti yang sama.

Namun istilah komunisme sendiri telah dimonopoli oleh Lenin sebagai gerakan dan kekuatan politik partai-partai komunis yang sejak revolusi Oktober 1917 di bawah kepemimpinanya menjadi kekuatan politis dan ideologis internasional. Komunisme yang dibangun oleh Lenin ini berdasarkan pada gabungan antara ajaran-ajaran Marx dan pengembangannya oleh Lenin sendiri, atau yang sering disebut sebagai Marxisme-Leninisme. Jadi, Marxisme menjadi salah satu komponen dalam komunisme yang dibangun oleh Lenin. Dalam hal ini, komunisme sama dengan Marxisme-Leninisme.

Filsafat Soviet membedakan antara sosialisme dan komunisme. Perbedaaan antara sosialisme dengan komunisme adalah peran negara. Dalam sosialisme, peran negara masih diperlukan untuk menjaga tatanan masyrakat sosialis yang baru terbentuk. Sedangkan dalam komunisme, peran negara menghilang. Masyarakat telah memiliki kesadaran untuk hidup secara bersama, tidak ada kejahatan, sehingga tidak diperlukan hukum, dan di sini pula tidak diperlukan negara.

Menurut filsafat Soviet, komunisme merupakan tujuan akhir yang hanya dapat tercapai melalui jalan yang teramat panjang. Menghilangnya peran negara sebagaimana menjadi ciri dari komunisme hanya dapat terjadi apabila kapitalisme di seluruh dunia telah dihapuskan. Jadi, apabila baru sebagian kapitalisme di dunia yang dikalahkan, maka peran negara masih diperlukan. Peran negara di sini adalah melindungi tatanan sosialisme yang baru terbentuk dari upaya kapitalisme untuk kembali merebut kekuasaan.

Filsafat Soviet membagi empat tahap yang harus dilalui dari revolusi sosialis hingga ke tahap komunis. Tahap pertama adalah revolusi sosialis yang ditandai dengan perebutan kekuasaan politik oleh proletariat (misalnya Revolusi Oktober 1917). Tahap ke dua adalah pembangunan sosialisme. 

Dalam tahap ini, ideologi-ideologi dan kelas-kelas bukan proletar masih ada. Tahap ini akan berakhir dan masuk ke dalam tahap di mana ideologi-ideologi dan kelas-kelas yang bukan proletariat dan bukan ideologi Marxisme-Leninisme sudah tidak ada lagi. Hanya akan ada proletrariat dan ideologi Marxisme-Leninisme. Sosialisme telah terbentuk, namun peran negara masih ada. Negara yang dikuasai partai komunis atas nama proletariat berperan untuk mengatur produksi serta memberi keamanan masyarakat sosialis terhadap lawan-lawannya. Sampailah pada tahap terakhir, yakni dikalahkannya kapitalisme di seluruh dunia, di mana dalam kondisi yang seperti ini peran negara sudah tidak diperlukan lagi.

Dapat dikatakan untuk mencapai tahap masyarakat komunis, masyarakat harus melalui perjalanan melewati feodalisme, kapitalisme, dan sosialisme terlebih dahulu. Tahapan perjalanan tersebut oleh Marx dianggap sebagai sebuah keniscayaan dan pasti terjadi. Hal ini didasarkan pada pandangan Materialisme Historis (Materialis Sejarah). Pandangan inilah yang menjadi kerangka dasar Marxisme tentang perkembangan masyarakat dan sejarah.

Materialisme Historis

Materialisme Historis atau Materialisme Sejarah secara sederhana memandang bahwa perkembangan sejarah ditentunkan oleh kepentingan produksi kebutuhan material manusia. Istilah materialisme di sini tidak digunakan secara filosofis yang memandang bahwa hakikat seluruh yang ada (realitas) adalah kebendaan (materi). Istilah materialisme dalam pandangan materialisme sejarah digunakan sebagai penunjuk faktor yang menentukan perkembangan sejarah dan masyarakat.

Terdapat hukum objektif yang menentukan perkembangan sejarah dan masyarakat. Marx yakin bahwa dirinya telah berhasil menemukan hukum objektif tersebut. Keyakinan inilah yang mendasari Marx membuat klaim bahwa sosialismenya merupakan sosialisme ilmiah. Marx menolak sosialisme yang disandarkan pada pertimbangan-pertimbangan moral. Sosialisme tidak akan terwujud karena dinilai baik atau karena kapitalisme dinilai jahat. Menurut Marx, Sosialisme akan terwujud jika syarat-syarat objektif penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi telah terpenuhi.

Prinsip dasar pandangan materialisme sejarah adalah bahwa keadaanlah yang menentukan kesadaran manusia, bukan sebaliknya. Masyarakat tidak berkembang karena apa yang dipikirkannya, melainkan karena keadaan yang dialaminya. Keadaan yang dialami inilah yang memberikan pengaruh terhadap pemikiran atau kesadaran masyarakat. Dalam artian lain, perkembangan masyarakat bertitik tolak dari sesuatu yang nyata, yakni keadaan.

Keadaan yang dimaksud adalah produksinya manusia, pekerjaannya. Cara-cara manusia untuk menghasilkan sesuaatu yang dibutuhkannya itulah yang disebut sebagai keadaan manusia. Cara manusia bekerja itulah yang menurut Marx mempengaruhi cara berpikir manusia. Jadi, sejarah dan arah perubahannya bisa dipahami hanya dengan melihat bagaimana manusia bekerja, tidak perlu melihat apa yang dipikirkannya.

Cara berproduksi menentukan cara berpikir manusia. Sebagai contoh adalah borjuasi Perancis yang melawan kaum feodal. Menurut pandangan Marx, para borjuasi perancis ini sebagai pemodal ingin memperluas usahanya sehingga mereka memperjuangkan kebebasan dan  melakukan perlawanan terhadap kaum feodal. Inilah contoh dari bagaimana cara berproduksi para borjuasi mempengaruhi cara berpikirnya. Keberhasilan perjuangan kaum borjuasi ini kemudian membentuk kelas baru, yakni kelas borjuis atau pemilik modal. 

Sebagai pemilik modal tentunya kelas borjuis memiliki kepentingan akan tersedianya buruh di mana mereka membutuhkannya. Kepentingan ini yang kemudian menentukan apa yang dicita-citakan oleh sistem kapitalis, yakni keuntungan sebesar-besarnya. Terjadilah eksploitasi tenaga kerja dan penekanan upah yang diberikan. Dapat dikatakan secara ringkas bahwa cara berproduksi menentukan cara berpikir yang kemudian menentukan adanya kelas-kelas sosial, kelas-kelas sosial menentukan kepentingan, dan kepentingan menentukan apa yang dicita-citakan.

Ramalan Keniscayaan Hancurnya Kapitalisme dan Terwujudnya Komunisme

Persaingan merupakan hukum keras dari kapitalisme. Untuk bertahan, produktivitas perlu ditingkatkan terus menerus dan biaya produksi harus ditekan seminimal mungkin. Tujuannya adalah dapat menjual hasilnya dengan harga semurah mungkin sehingga dapat memenangkan persaingan pasar. Artinya, segala usaha hanya diarahkan untuk kepentingan mendapat keuntungan. Akibat dari hal ini adalah hanya usaha-usaha besar yang mampu bertahan karena memiliki alat alat produksi yang lebih canggih yang dapat meningkatkan produktivitas sehingga hasilnya dapat dijual dengan harga yang lebih murah.

Keadaan tersebut menyebabkan pertambahan jumlah kelas buruh atau proletar. Lantas, dari mana pertambahan kelas proletar ini? Tak lain adalah dari anggota usaha-usaha kelas menengah yang tumbang, yang kalah dalam persaingan melawan usaha-usaha kelas besar. Keanekaragaman pekerjaan pun semakin hilang. Para tukang ahli semakin menjadi buruh biasa.

Di sisi lain, untuk menekan biaya produksi, maka pemilik modal akan terus menerus menekan upah dan imbalan kerja kaum buruh. Kelas buruh pun akan semakin melarat sampai pada suatu titik mereka tidak dapat membeli lagi apa yang perlu untuk bekerja. Ketika kelas buruh tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal, maka semakin tidak mampu pula kelas buruh untuk kembali bekerja. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya produktivitas usaha yang dijalankan oleh kelas borjuis. Selain itu, hasil produksi akan berlebih karena masyarakat sudah tidak mampu lagi membelinya.

Inilah gambaran sederhana alur yang mendasari Marx menyatakan bahwa dengan sendirinya Kapitalisme akan menemui kehancurannya. Marx juga melakukan analisis dan kritik terhadap sistem kapitalis. Dari analisis dan kritik ini lahirlah 3 jilid tebal Das Kapital, karya besar Marx. Dalam Das Kapital, disajikan analisis mengapa Kapitalisme akan menemui kehancuranya sendiri yang apabila dijabarkan di sini tentunya akan sangat panjang. Pembaca dapat membaca buku dengan judul "Pemikiran Karl Marx, dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme" karya Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno Sj. Dalam buku tersebut terdapat bab yang secara ringkas dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami membahas inti dari kritik kapitalisme dalam Das Kapital. Tepatnya ada pada bab 9 dengan judul bab "Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Kapitalis".

Kita lanjutkan kembali perihal keadaan kaum buruh. Keadaan melarat yang semakin menjadi-jadi pada kaum buruh, menjadikan mereka semakin sadar terhadap eksploitasi yang dialaminya. Di sini berlaku prinsip dasar pandangan Materialisme Sejarah, yakni keadaan membentuk kesadaran. Kelas buruh sadar dengan keadaannya dan sesamanya, sebagai sesama kelas buruh atau sesama proletariat.  

Awalnya, kelas buruh akan berkonflik dengan kaum kapitalis mereka sendiri-sendiri. Namun lama kelamaan mereka akan semakin sadar mengenai persamaan perjuangan yang dilakukan oleh sesamanya, sesama kaum buruh. Mereka akan berusaha untuk mengorganisasikan diri dengan membentuk kelas-kelas buruh. Dengan kesamaan nasib sepenanggungan, solidaritas mereka akan semakin besar. Perlawanan terhadap kaum kapitalis tidak hanya di wilayah lokal saja, melainkan mendunia.

Kaum buruh akan semakin berpengalaman terhadap konflik dengan para pemilik modal. Mereka akan semakin saling mendukung, sehingga meskipun semakin diisap oleh para pemilik modal, mereka justru semakin kuat daya juangnya. Tujuan perjuangan mereka (kaum buruh atau proletariat) tidak lagi hanya menuntut kenaikan upah, tetapi juga penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi.

Demikianlah ramalan sebuah keniscayaan runtuhnya kapitalisme. Berdasar pada pandangan materialisme sejarah, ramalan alur keruntuhan kapitalisme dan terwujudnya revolusi sosialisme hingga sampai pada puncaknya berada pada tahap masyarakat komunis ini seakan masuk akal dan pasti terjadi. Keadaan kaum buruh atau proletariat memberikan pengaruh terhadap pemikiran dan kesadaran mereka. Kesadaran akan kelasnya sebagai proletariat menentukan kepentingannya untuk melakukan perlawanan terhadap eksploitasi yang dilakukan kelas borjuis. Kepentingan inilah yang kemudian menentukan cita-cita proletariat, yakni penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi dan pembentukan masyarakat sosialis.

Kapitalisme ternyata adalah sebuah sistem yang memproduksikan kelas yang akan menghancurkannya sendiri. Para borjuasi memproduksikan para penggali kuburnya sendiri. Keruntuhan kapitalisme dan kemenangan proletariat merupakan sebuah kepastian. Tak akan terelakkan.

Imperialisme 

Ramalan keniscayaan kemenangan proletariat nampaknya tak kunjung jadi kenyataan. Kapitalisme sekarang justru semakin jaya. Kapitalisme yang oleh Marx diramalkan akan ambruk dengan sendirinya ternyata justru tetap mantap dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan ambruk. Lantas, mengapa kapitalisme tidak berjalan menuju kehancuran sebagaimana analisis Marx?

Salah satu jawabannya adalah teori imperialisme. Kenyataan bahwa kapitalisme tidak berjalan menuju kehancurannya sendiri menunjukkan masih adanya kekosongan dari analisis Marx. Kekosongan ini diisi oleh teori imperialisme.

Imperialisme merupatan satu tingkat yang harus dilalui oleh kapitalisme. Hal inilah yang luput dari perhatian Marx. Imperialisme merupakan bentuk tertinggi dari kapitalisme. Secara sederhana, melalui imperialisme, kapitalisme seakan-akan mengalihkan sebab-sebab yang akan menjadi kehancurannya sendiri ke dunia lain sehingga keruntuhannya dapat ditunda.

Inti Imperislisme menurut Rosa Luxemburg ialah kapitalisme terpaksa mencari pasar-pasar di luar negeri. Hal ini dikarenakan masyarakat di dalam negeri sudah tidak mampu lagi membeli hasil produksi yang terus meluas. Dalam artian lain, kolonialisme dan imperisalisme merupakan solusi atas masalah berlebihnya produksi.

Ramalan Itu Tak Kunjung Jadi Kenyataan

Fakta bahwa ramalan kehancuran kapitalisme tak kunjung jadi kenyataan, tak lantas dapat disimpulkan bahwa analisis Marx salah. Terdapat perubahan dalam dinamika masyarakat industri berdasarkan hak milik pribadi yang tidak diantisipasi oleh Marx. Franz Magnis-Suseno menyebutkan ada dua hal yang tidak diantisipasi oleh Marx.

Hal pertama adalah kondisi kelas buruh. Kondisi kelas buruh justru tidak semakin melarat. Mereka justru menjadi proletar yang semakin karyawan. Penghasilan mereka justru semakin meningkat secara berkesinambungan. Hal ini dikarenakan upah tidak lagi ditentukan oleh kepentingan ekonomis, melainkan secara politis, sebagai hasil dari tawar menawar antara perwakilan buruh dan perwakilan majikan. Hal kedua adalah posisi kuat negara. Negara akan selalu campur tangan dalam perkembangan ekonomi. Negara tidak akan tinggal diam dan membiarkan sistem ekonominya berjalan menurut dinamikanya sendiri. Pasar-pasar akan tetap ada di mana negaralah yang menjaminkan hal ini.

Akhir Kata

Demikianlah sekilas perjalanan komunisme. Dari sebuah ramalan keniscayaan menjadi sesuatu yang hanya sebatas impian dan tak pernah jadi kenyataan. Akhir abad-20, komunisme kehilangan tenarnya. Satu demi satu rezim komunis mengalami keruntuhan. Pada tahun 1980-an komunisme dan Marxisme mulai tampak sebagai kekuatan masa lampau yang sudah ketinggalan zaman. Meskipun demikian, pemikiran Marx tetaplah menarik secara historis. Bagaimanapun, pemikiran tersebut pernah menaungi sepertiga umat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun