“Baru pindah kosan ya? Kosannya dimana? Perbulan berapa?”, pertanyaan dari temanku yang sontak membuatku kaget dan tidak tahu harus menjawab pertanyaan mana terlebih dahulu. Otak dan badanku sudah terlalu capek dengan urusan pindahan ini.
“Iya nih, baru aja kelar, kosannya masih deket area kampuslah, 800 ribu/bulan”, jawabku seadanya.
“Trus udah termasuk uang air listrik belum?” temanku masih bertanya dengan semangat berkobar-kobar.
“Udah termasuk biaya air sih, tapi listrik bayar sendiri-sendiri, pake sistem pulsa gitu, jadi make listriknya langsung sesuai pemakaian kita” lanjutku menjelaskan.
“Bagus dong, jatohnya hemat listrik, mau dong, masih ada yang kosong ga kamarnya?”, sambung temanku.
Demikian sepenggal percakapan basa-basi antara aku, temanku dan semangatnya yang berapi-api untuk pindah kosan. Berawal dari sistem listrik yang katanya bayar sendiri-sendiri kemudian banyak teman-teman sesama mahasiswa yang beralih pindah kosan, mencari kosan yang listriknya bayar sendiri-sendiri. Hal ini tentunya cukup membantu menghemat bulanan anak mahasiswa, lumayan ngirit, untuk sekali/ dua kali makan diakhir bulan. Beralihnya minat teman sesama mahasiswa ini tentunya didasari dari biaya listrik ini, satu contoh kasus yaitu bayangkan saja yang listriknya masih menganut sistem listrik paskabayar, udah paskabayar, meterannya pun cuma ada satu untuk beberapa kamar yang disediakan. Berasa tidak adil bukan?
Sedangkan penghuni kosan ini biasanya ada beberapa tipe, Tipe pertama itu, tipe egois, kenapa egois, karena biasanya penhuninya bakal mengangkut semua barang-barang elektronik yang ada dirumahnya dan kemudian ditumpuk dikosan, alasannya biar berasa dirumah. Klise banget!
Tipe yang kedua itu, tipe semau gue, biasanya tipe yang suka ngumpul, dengerin music kenceng dari pagi ke pagi sampai kepaginya lagi, tipe begini cukup mengkhawatirkan juga sih, kenapa begitu? Karena biasanya kosannya dipenuhi dengan speaker yang ga peduli dihidupin dari kapan tahun, dimatiinnya ga tau juga kapan. Bikin pengen tinju-tinju manja bukan? zebelllll.
Tipe ketiga itu, tipe ga peduli, biasanya penghuninya asik dengan dunianya sendiri, ga jauh beda gesreknya dari tipe pertama sama kedua tadi, kenapa gesrek? Bayangin aja, saking asiknya dengan dunianya sendiri, biasanya orang ini bakal nonton TV, tapi ga tau ntah kenapa, pada akhirnya TV yang nontonin dia, alasannya sukup sederhana biar ga sepi aja, biar serasa ada kehidupan dikamar. Helloowww, kalo ga pengen sepi berasa ada kehidupan jangan hibernasi dikamar aja dong.
Tipe keempat itu, tipe adem ayem, biasanya sudah mulai peduli sama yang namanya bumi, alam, nusantara, global warming dan cukup tanggap dengan isu-isu ngehits akhir-akhir ini. Namanya juga sudah mulai peduli, biasanya penghuninya juga udah mulai nerapin apa itu yang namanya penghematan listrik demi generasi cucu-cucu kita berikutnya.
Bayangkan penghuni kosan dengan berbagai tipe ini berkumpul dalam satu area kosan, akan sangat tidak adil buat mereka yang pemakaiannya sedikit disbanding dengan mereka yang pemakaiannya ga mikir samasekali.
Contoh kasus lainnya yaitu, kosan listrik prabayar, meterannya sih per kamar, yang bikin hati nyesek itu, bayaran per kWh yang ditetapkan sang empunya kosan biasanya bervariasi, kalau misalkan masih sesuai standar yang ada masih mending, penghuni ga bakal merugi, tapi masalah yang ada malah biasanya empunya kosan mematok harga per kWh nya lumayan tinggi. Karena lumayan uangnya nambahin buat judi togel di warung lapak sebelah. Edan bukan?
Hal-hal sederhana seperti diataslah sebenernya yang memicu banyaknya yang berubah haluan mencari kosan yang bayarnya sendiri-sendiri. Sebenernya apa sih listrik yang bayarnya sendiri-sendiri ini? Sebenarnya ini adalah sistem listrik dimana pelanggan akan mengeluarkan biaya terlebih dahulu untuk membeli energy listrik yang akan dikomsumsinya. Besar energy yang telah dibeli oleh pelanggan ini akan dimasukkan kedalam Meter Prabayar (MPB) yang biasanya terpasang dilokasi pelanggan melaluisitem token (pulsa) atau stroom. Dalam Meter Prabayar (MPB) ini kita akan mendapatkan informasi berupa jumlah energy listrik (kWh) yang tersisa yang masih bisa dikomsumsi oleh pelanggan.
Persediaan kWh ini tentunya bisa ditambah berapa saja dan kapan saja tergantung dari pemakaian pelanggan. Dengan kata lain, pelanggan sudah mempunya akses yang sangat besar untuk mengoptimalkan komsumsi listrik dengan mengatur sendiri jadwal dan jumlah pembelian listrik. Tentunya dengan adanya listrik pintar ini membantu kedua belah pihak antara pihak pelanggan dan pihak PLN sendiri.
Pihak pelanggan tentunya tidak akan dipusingkan lagi dengan jadwal pembayaran listrik setiap bulannya sedangkan pihak PLN tidak perlu melakukan pencatatan meter, menghitung dan menerbitkan rekening yang harus dibayarkan oleh pelanggan,melakukan penagihan kepada pelanggan yang terlambat melakukan pembayaran atau tidak membayar sama sekali, dan memutus aliran listrik apabila pelanggan terlambat atau tidak membayar listrik dalam jangka waktu tertentu. Win win solution bukan?
Dengan semakin dipermudahnya sistem pembayaran listrik ini, tentunya tidak mengheran apabila PLN tercatat sebagai perusahaan listrik dengan jumlah pelangganprabayar terbesar didunia dimana pelanggan Listrik Prabayar ini mencapai angka lima juta. Angka yang fantastis bukan?
Seperti tercatat di situsnya PLN (www.pln.co.id) kesuksesan angka ini didukung oleh pemiliha teknologi meter prabayar yang menggunakan standar internasional dengan sistem terbuka, yang artinya banyak produsen meter dapat berpartisipasi menyediakan meter prabayar. Selain itu juga, tereltak pada tersedianya jejaring yang menyediakan titik-titik akses pembelian ulang token isi ulang listrik pintar bagi pelanggan yang didukung oleh sistem perbankan dan jaringan transaksi online.
Saat ini, jumlah pengguna listrik prabayar golongan rumah tangga baru 11% dari total 42.5 juta pelanggan rumah tangga. Dibandingkan dengan afrika selatan, dengan jumlah pelanggan rumah tangga lebih dari 4 juta pelanggan, hampir semua menggunakan listrik prabayar. Hal inilah yang menjadi tantangan dari PLN, agar pelanggan listrik prabayar semakin bertambah, bukan saja pelanggan baru tapi dari pelanggan migrasi, yaitu dari pelanggan pascabayar ke prabayar.
Namun, yang perlu dicermati dari fenomena di atas adalah apakah prestasi angka ini yang harus semakin ditambah? Apakah dengan tercapainya angka pelanggan dari 42.5 juta akan berdampak kearah yang lebih positif? Karena tentunya dampak yang kita harapkan adalah dampak jangka panjang dimana bumi yang kita tinggali ini semakin “hijau”. Dampak bumi kita yang “hijau” ini tentunya tidak lepas dari masing-masing pelanggan itu sendiri. Apakah kita sebagai pelanggan sudah menyadari apa dampak jangka panjang dari listrik pintar ini? Karena tidak akan ada guna apabila kita sama halnya seperti penghuni kosan tipe egois, semau gue, dan ga peduli seperti yang dijelaskan di atas. Selama kita mampu membayar energy listrik kita akan menggunakan listrik sesuka hati kita. Apakah ini yang kita harapkan dari listrik pintar ini? Tentu tidak, bukan?
Maka dari itu mari kita kembali telaah diri kita masing-masing, kita sebagai pelanggan listrik pintar, apakah kita sudah cukup pintar untuk memakainya??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H