MENGAPA PELACURAN MENARIK BAGI MANUSIA HINGGA TOKOH AGAMA IKUT NIMBRUNG?
Oleh: Dr. Felixianus Ali, S.I.Kom., M.I.Kom., M.AP
Dunia pelacuran adalah topik yang kompleks dan sensitif, mencakup banyak aspek yang melibatkan hak asasi manusia, ekonomi, sosial, dan hukum.
Pelacuran, yang secara umum merujuk pada pertukaran layanan seksual dengan imbalan uang atau barang, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik sebagai masalah individu maupun masalah sosial yang lebih besar.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelacuran:
Kemiskinan: Salah satu alasan utama banyak orang terjerumus ke dalam pelacuran adalah kondisi ekonomi yang buruk. Mereka mungkin merasa tidak ada pilihan lain untuk bertahan hidup atau memenuhi kebutuhan dasar.
Kesenjangan Sosial dan Ketidaksetaraan Gender: Banyak perempuan, terutama dalam masyarakat patriarkal, yang terperangkap dalam kondisi yang membatasi kebebasan mereka. Ketidaksetaraan gender sering kali berkontribusi pada eksploitasi perempuan dalam dunia pelacuran.
Kurangnya Pendidikan: Tidak memiliki akses yang memadai untuk pendidikan dan pelatihan keterampilan dapat membuat seseorang terjebak dalam pekerjaan yang berisiko tinggi, termasuk pelacuran.
Trauma atau Pengalaman Hidup yang Buruk: Beberapa individu, terutama wanita dan anak-anak, terjebak dalam dunia pelacuran karena mereka menjadi korban kekerasan atau eksploitasi seksual. Pengalaman trauma semacam ini dapat mengarah pada keputusan yang dipengaruhi oleh situasi tersebut.
Perdagangan Manusia: Salah satu bentuk pelacuran yang sangat mengkhawatirkan adalah perdagangan manusia, di mana individu, terutama perempuan dan anak-anak, dijual atau dipaksa bekerja di industri pelacuran melalui pemaksaan atau manipulasi.
Dampak dari Pelacuran:
Kesehatan Fisik dan Mental: Pekerja seks berisiko tinggi terhadap penyakit menular seksual (PMS), kekerasan fisik, dan masalah mental akibat stres, stigma sosial, dan ketidakpastian hidup.
Stigma Sosial: Pekerja seks sering kali dipandang rendah dalam masyarakat, yang menyebabkan mereka mengalami stigma sosial, diskriminasi, dan marginalisasi.
Hukum dan Legalitas: Pelacuran statusnya berbeda di setiap negara. Di beberapa tempat, pelacuran ilegal dan dipandang sebagai tindak kriminal, sementara di tempat lain, pelacuran dapat diterima atau diatur oleh hukum. Di negara-negara dengan pelacuran yang disahkan, pekerja seks biasanya dilindungi oleh hak-hak pekerjaan tertentu, meskipun hal ini tidak selalu menjamin keamanan atau perlindungan.
Perspektif Berbeda tentang Pelacuran:
Hak Asasi Manusia: Sebagian pihak berpendapat bahwa pelacuran adalah pekerjaan yang sah dan bahwa pekerja seks berhak mendapatkan perlindungan hukum, kesehatan, dan hak-hak lainnya, serta dapat memilih profesi tersebut secara sukarela tanpa paksaan.
Anti-Pelacuran: Di sisi lain, ada yang memandang pelacuran sebagai eksploitasi dan kekerasan terhadap individu, terutama perempuan dan anak-anak, dan berusaha untuk memberantasnya melalui pendidikan, perubahan sosial, dan penegakan hukum.
Solusi dan Pendekatan:
Pemberdayaan Ekonomi dan Pendidikan: Memberikan akses kepada pendidikan dan peluang kerja yang lebih baik dapat mengurangi ketergantungan pada pelacuran sebagai satu-satunya pilihan.
Perlindungan Hukum untuk Pekerja Seks: Di negara-negara di mana pelacuran disahkan, mengatur industri ini dengan perlindungan hukum dan hak-hak pekerjaan dapat membantu mengurangi eksploitasi.
Pencegahan dan Edukasi: Pencegahan yang melibatkan pendidikan tentang hak-hak individu, bahaya perdagangan manusia, dan menyediakan alternatif dapat membantu mencegah masuknya lebih banyak orang ke dalam dunia pelacuran.
Merupakan hal penting untuk memahami kompleksitas dunia pelacuran, yang melibatkan banyak aspek sosial dan pribadi. Pendekatan yang lebih manusiawi dan berbasis pada keadilan sosial dapat membantu mereka yang terjebak dalam situasi tersebut untuk keluar dan memperbaiki kehidupan mereka.
Dunia Pelacuran di Mata Tokoh Agama
Pandangan tentang pelacuran dari perspektif tokoh agama biasanya berfokus pada nilai-nilai moral dan ajaran agama terkait dengan kesucian, keluarga, dan hubungan seksual. Banyak agama mengajarkan bahwa pelacuran adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang diajarkan dalam kitab suci dan ajaran agama. Namun, pandangan ini dapat bervariasi tergantung pada interpretasi masing-masing agama dan tokoh agama yang bersangkutan.
Berikut adalah pandangan beberapa agama besar mengenai pelacuran:
#1. Katolik
Dalam pandangan agama Katolik, pelacuran dianggap sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran moral dan etika yang diajarkan oleh Gereja.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa seksualitas adalah pemberian Tuhan yang harus diperlakukan dengan hormat dan hanya dalam konteks pernikahan yang sah antara seorang pria dan wanita.
Pelacuran, yang melibatkan pertukaran layanan seksual untuk imbalan, dipandang sebagai penyalahgunaan hadiah tersebut.
Pandangan Katolik tentang Pelacuran:
#1. Pelanggaran Terhadap Dignitas Manusia
Gereja Katolik mengajarkan bahwa setiap individu memiliki martabat dan harus dihormati sebagai ciptaan Tuhan.
Pelacuran dianggap merendahkan martabat manusia, baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi pihak yang memanfaatkannya.
Seksualitas, menurut ajaran Gereja, harus diungkapkan dalam hubungan yang penuh kasih, penghormatan, dan tanggung jawab, yakni dalam pernikahan yang sah.
Pelacuran dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip ini karena mengurangi hubungan seksual menjadi sekadar transaksi fisik tanpa nilai kemanusiaan dan kasih.
Â
#2. Penyimpangan dari Rencana Tuhan
Menurut ajaran Gereja Katolik, seksualitas adalah bagian dari rencana Tuhan untuk menciptakan ikatan kasih dalam pernikahan yang terbuka untuk kehidupan dan pertumbuhan spiritual.
Pelacuran dianggap sebagai bentuk penyimpangan dari tujuan sejati seksualitas, yang seharusnya memperkuat ikatan cinta dan komitmen antara suami dan istri, serta mendukung pertumbuhan keluarga.
#3. Kasih dan Belas Kasihan untuk Pekerja Seks
Meskipun pelacuran dipandang sebagai dosa dalam agama Katolik, Gereja juga mengajarkan pentingnya belas kasihan terhadap individu yang terjerumus dalam dunia pelacuran.
Pekerja seks sering kali dilihat sebagai korban dari keadaan sosial, ekonomi, atau bahkan eksploitasi. Oleh karena itu, Gereja Katolik mendorong umat untuk memperlakukan mereka dengan kasih dan hormat, serta memberikan dukungan untuk membantu mereka keluar dari kehidupan tersebut melalui pendidikan, rehabilitasi, dan peluang baru.
#4. Pentingnya Pertobatan dan Pengampunan
Seperti dosa-dosa lainnya, pelacuran dalam pandangan Katolik dianggap bisa diampuni melalui pertobatan yang tulus. Gereja mengajarkan bahwa setiap orang
memiliki kesempatan untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Sakramen Pengampunan (Pengakuan Dosa) adalah cara bagi umat Katolik untuk memohon pengampunan dan menerima rahmat Tuhan, sehingga mereka dapat memperbaiki hidup mereka.
#5. Pendekatan Holistik terhadap Masalah Sosial
Gereja Katolik sering kali menyarankan pendekatan holistik terhadap masalah pelacuran, yaitu dengan mengatasi akar penyebabnya, seperti kemiskinan, ketidaksetaraan gender, ketidakadilan sosial, dan kekerasan.
Banyak inisiatif yang didorong oleh Gereja bertujuan untuk memberikan bantuan praktis dan dukungan kepada individu yang terperangkap dalam pelacuran, termasuk melalui organisasi sosial dan amal yang membantu pekerja seks untuk keluar dari situasi tersebut.
Meskipun pelacuran dianggap sebagai dosa dalam ajaran Katolik, Gereja menekankan pentingnya belas kasihan dan pendekatan yang penuh kasih terhadap individu yang terlibat dalam dunia pelacuran.
Gereja mendorong umat Katolik untuk tidak hanya melihat pelacuran sebagai tindakan yang salah, tetapi juga untuk memahami bahwa banyak pekerja seks yang terjebak dalam kondisi tersebut karena faktor eksternal dan sering kali menjadi korban eksploitasi.
Pendekatan Gereja adalah untuk memberikan dukungan dan membantu mereka menemukan jalan keluar melalui pertobatan, pendidikan, dan perubahan sosial yang lebih besar.
#2. Islam
Dalam Islam, pelacuran dianggap sebagai dosa besar dan bertentangan dengan ajaran agama.
Seksualitas dalam Islam diatur dalam ikatan pernikahan yang sah antara seorang pria dan wanita.
Pelacuran dianggap sebagai perbuatan yang merusak martabat individu, keluarga, dan masyarakat.
Al-Qur'an dan Hadis menekankan kesucian dan kehormatan diri. Dalam Surah Al-Isra (17:32), Allah berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
Para ulama sering mengingatkan bahwa pelacuran bisa menjadi bentuk eksploitasi dan ketidakadilan terhadap perempuan, yang sering kali terperangkap dalam situasi kemiskinan atau kekerasan.
Namun, ajaran Islam juga mengajarkan bahwa setiap individu memiliki kesempatan untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar melalui pengampunan Tuhan.
#3. Kristen Protestan
Dalam agama Kristen, pelacuran dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai moral yang diajarkan dalam Alkitab.
Seksualitas dipandang sebagai sesuatu yang suci dan hanya diperuntukkan dalam konteks pernikahan yang sah.
Alkitab mengajarkan agar orang hidup dalam kesucian. Misalnya, dalam 1 Korintus 6:18, Paulus menulis, "Jauhkan dirimu dari percabulan.
Setiap dosa lain yang dilakukan manusia adalah di luar dirinya, tetapi siapa yang melakukan percabulan, ia berdosa terhadap tubuhnya sendiri."
Di sisi lain, tokoh-tokoh Kristen juga menekankan pentingnya kasih dan belas kasihan terhadap orang yang terjerumus dalam pelacuran.
Sebagai contoh, Yesus sendiri menunjukkan kasih-Nya kepada perempuan yang dianggap berdosa, dan banyak ajaran Kristen yang mendukung usaha untuk memberikan kesempatan kedua dan membimbing mereka menuju kehidupan yang lebih baik.
#4. Hindu
Dalam agama Hindu, pelacuran juga dipandang sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral dan etika yang berfokus pada kesucian hubungan seksual dan kehormatan keluarga.
Seksualitas dalam Hindu seharusnya terjadi dalam ikatan pernikahan yang sah.
Hukum Hindu menekankan pada Dharma (kewajiban moral), yang mengatur setiap individu untuk hidup dengan cara yang benar dan menghormati kehidupan dan kehormatan orang lain.
Pelacuran dipandang sebagai sesuatu yang dapat merusak hubungan sosial dan keluarga.
Meskipun demikian, ada pula pengaruh budaya dan sejarah yang lebih kompleks dalam beberapa tradisi Hindu di mana pelacuran yang berhubungan dengan dewi-dewi atau tradisi keagamaan tertentu (seperti di kuil-kuil tertentu) di masa lalu bisa diterima.
Namun, pandangan umum tentang pelacuran dalam konteks Hindu adalah menghindari perbuatan tersebut.
#5. Buddha
Buddhisme mengajarkan tentang pengendalian diri, moralitas, dan kehidupan yang bebas dari keinginan duniawi, termasuk dalam hal seksualitas.
Pelacuran, dalam banyak aliran Buddhisme, dianggap sebagai perilaku yang bertentangan dengan ajaran moral, khususnya dalam hal penghindaran Kama (keinginan duniawi yang tidak terkendali).
Ajaran Buddha menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup dan menghindari perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Pelacuran dianggap sebagai tindakan yang bisa membawa penderitaan bagi individu yang terlibat, baik secara fisik maupun mental, dan bisa menghalangi pencapaian Nirvana (keberhasilan spiritual).
Namun, ajaran Buddha juga mengajarkan belas kasih dan pemahaman terhadap mereka yang terjebak dalam pelacuran, mengingat bahwa banyak dari mereka mungkin dipaksa oleh keadaan sosial atau ekonomi.
Secara umum, tokoh agama dari berbagai tradisi menganggap pelacuran sebagai tindakan yang bertentangan dengan ajaran moral mereka.
Namun, hampir semua agama juga menekankan pentingnya kasih sayang, belas kasihan, dan kesempatan untuk bertobat bagi mereka yang terjebak dalam dunia pelacuran.
Banyak tokoh agama yang menyerukan pendekatan yang lebih humanis, seperti memberikan dukungan sosial, kesempatan pendidikan, dan solusi ekonomi, untuk membantu mereka keluar dari kondisi tersebut.
#6. Konghucu
Dalam agama Konghucu, pandangan tentang moralitas dan perilaku manusia didasarkan pada ajaran Konfusius (Kongzi) yang menekankan etika, keharmonisan sosial, dan kebajikan pribadi.
Meski teks-teks klasik Konghucu tidak membahas secara eksplisit dunia pelacuran, prinsip-prinsip umum ajaran Konghucu memberikan panduan tentang bagaimana seseorang seharusnya menjalani kehidupan yang bermoral.
Berikut adalah beberapa poin yang relevan:
1. Ren () -- Kebajikan dan Cinta Kasih
* Ren adalah prinsip utama dalam ajaran Konghucu yang menekankan cinta kasih, kemanusiaan, dan belas kasih terhadap sesama.
* Pelacuran, yang sering melibatkan eksploitasi atau ketidakseimbangan dalam hubungan manusia, bisa dianggap bertentangan dengan prinsip Ren karena tidak mempromosikan saling menghormati dan kesejahteraan sejati.
2. Li () -- Tata Krama dan Etika
* Li mengacu pada tata krama, etiket, dan norma sosial yang memelihara harmoni dalam masyarakat.
* Dunia pelacuran dapat dianggap melanggar Li karena cenderung merusak struktur keluarga dan tatanan sosial yang dihargai dalam ajaran Konghucu.
3. Xiao () -- Kesalehan Anak terhadap Orang Tua
* Xiao adalah penghormatan kepada orang tua dan leluhur, termasuk menjaga   reputasi keluarga dan bertindak dengan cara yang membawa kehormatan.
* Terlibat dalam dunia pelacuran, baik sebagai pelaku maupun pelanggan, dapat dilihat sebagai tindakan yang tidak menghormati nilai-nilai keluarga.
4. Yi () -- Keadilan dan Kebenaran
* Yi mengajarkan tentang tindakan yang benar dan adil dalam segala situasi.
* Dunia pelacuran, yang sering melibatkan perdagangan manusia atau eksploitasi, bertentangan dengan prinsip Yi karena tidak mempromosikan keadilan atau kebenaran.
Sikap dalam Kehidupan Nyata
Agama Konghucu lebih menekankan pendidikan moral dan pembentukan karakter melalui keluarga, pendidikan, dan masyarakat.
Oleh karena itu, solusi terhadap masalah seperti pelacuran sering diarahkan pada reformasi sosial, pemberdayaan ekonomi, dan pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang lebih bermoral dan harmonis.
Jika dilihat dari perspektif ajaran Konghucu, dunia pelacuran dianggap bertentangan dengan nilai-nilai utama yang bertujuan menciptakan kehidupan yang beradab dan penuh harmoni.
Jadi, agama-agama ini cenderung mengajak masyarakat untuk melihat pelacuran dalam konteks yang lebih luas, yaitu sebagai masalah sosial dan kemanusiaan yang membutuhkan perhatian, bukan hanya penghukuman. ***
Bumi Pertiwi, 21 Januari 2025
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H