Ketika Pilpres baru saja usai hitungan minggu. Lalu, gegap gempitanya masih membekas bahkan ramai akan kontroversi antara curang atau tidaknya kah, kemudian antara failure atau tidaknya kah. Dimana imbasnya muncul wacana Hak Angket, mengingat MK dan Bawaslu dinilai tidak dipercaya.Â
Lupakan soal itu semua, dimana Pilpres 2024 sudah sedikit banyak mulai meredup begitu cepat. Barangkali, karena memang selisih antara yang terpilih hasil Quick Count dengan kompetitornya sangat jauh. 58 persen 02 berbanding dengan 24 persen 01 dan 17 persen 03.Â
So, pasti bahkan hampir pasti minim resistensi berbeda dengan Pilpres sebelumnya dimana polarisasi sangat jelas ada 2 poros saja disamping selisih suara antara Petahana dan lawan sangat sedikit.Â
Makanya sejarah jelas sekali 2019, sangat pecah sekali euforia pertentangannya. Sekarang seolah sirna, dan para aktornya pun kini mulai memikirkan antara 'main aman' maupun 'prospek emas' lainnya.Â
Betul sekali, 27 November 2024 kan masih ada Pilkada. Bisa jadi ini adalah kesempatan kedua bahkan ketiga siapapun yang sempat terpuruk untuk maju kembali dan mengamankan eksistensi mereka dalam kursi di tingkat lokal.Â
Untuk kalah, bahasa kasarnya memulai dari nol tapi sebenarnya tidak sekedar itu. Hanya saja, dari kalangan oposan bisa saja menunjukkan bahwa mereka akan perform dan mampu menjadi antitesa dari Pusat yang mana mereka tidak dukung sebelumnya.
To The Point, pesta terseksi bahkan sejak 2017 dimana cerminannya adalah cerminan Nasional. Pilgub DKI 2024. Posisi yang sebelumnya ditinggal oleh Anies Baswedan yang notabene adalah Calon Presiden 01, dimana santer dikabar bahwa ia tidak akan melirik kembali posisi politik praktis pasca ia kalah.Â
Jalan perubahan beliau bukan untuk menjadi pejabat publik dalam waktu dekat apalagi memikirkan kontrak terhadap partai untuk menjadi bagian didalamnya. Sehingga bursa Anies maju pun mundur alias digeser, bukan berarti tidak ada tokoh-tokoh relevan.Â
Justru setelah Pilpres mulai berdatangan dan sinyalnya semakin terbuka. Apalagi after 20 Maret dimana partai juga telah pasti mendapatkan hasil dari Kursi DPRD dan Suara yang didapatkan untuk mencalonkan diri.Â
Berdasarkan informasi secara real time lewat real count KPU, PKS sepertinya akan mencetak sejarah dimana partai ini sukses untuk menjadi juara dalam kontestasi Legislatif lokal menyalip PDIP yang sudah sejak 2014 lalu memegang Pimpinan Dewan. Hingga detik ini (berdasarkan rekap via Real Count KPU) hasilnya adalah sebagai berikut : (5 besar)
1. PKS (sebelumnya PDIP)
2. PDIP (sebelumnya Gerindra)
3. Gerindra (sebelumnya PKS)
4. PSI (sebelumnya Demokrat)
5. Golkar (sebelumnya PAN)
Perubahan signifikan terjadi di 5 besar utamanya di 4-5 dimana mengejutkan bahwa Golkar yang sudah 'puasa' 1 dekade di DKI Jakarta alias gurem kini banyak meraih kemenangan hingga akhirnya ia kembali menjadi Pimpinan DPRD setelah lama.Â
Disamping itu, Partai PSI yang justru semakin 'gacor' dimana sukses menaikkan kursi sampai pada akhirnya sejarah terbesar Partai baru sekelas PSI pula dimana berhasil memegang kursi Pimpinan Dewan.Â
Partainya anak muda dan dikenal sangat kritis di era Anies. Sepertinya meraih opportunity karena selain tegak lurus Jokowi = Dukung 02, harus diakui kapabilitas PSI sangat teruji di DPRD DKI.
Lupakan soal kursi, korelasinya adalah ketahanan di Pilkada DKI. Hanya PKS yang bisa calonkan sendiri, tapi sepertinya (serupa jika PDIP tadinya menang) tidak akan terlalu gegabah bertindak mengingat sekalipun kaderisasi relatif kuat. Tapi dinamika eksternal berkembang sangat penting dimana bisa dianalisa bahwa perlu kepemimpinan solid, pengalaman, disamping rasionalitas sebagai pengayom masyarakat.Â
PKS bukan tipe yang 'gila jabatan' sepertinya, biasanya posisi Cawagub pun mereka akan siap. Siapa sajakah itu?Â
Khorudin (Wakil Ketua DPRD Petahana) dan Ahmad Syaikhu (Presiden PKS) yang akan siap turun gunung roman-romannya. Bahkan belum lama, sempat terdengar bahwa kader seperti Gamal Albin Said yang baru saja nyaleg di Malang Raya dan sebentar akan mencetak sejarah setelah sekian lama PKS nihil kursi.Â
Tapi itulah dinamika politik, PKS intinya sangat kebingungan mencari contoh tokoh yang tepat. Apakah dengan Nasdem? Nasdem sepertinya getol sekali 'naikkan' nama seorang Ahmad Sahroni, Anggota DPR RI Dapil Jakut-Jakbar-Kepser. Katanya beliau ngaku bahwa dia Jakarta sekali.
 Sudah sejak lama malah di era 2019, bahwa dia peluang juga untuk maju. Tapi memang nasibnya juga yang sibuk di Parpol yaitu sebagai Bendahara Umum. Sahroni sepertinya akan jadi calon terkuat untuk Koalisi Perubahan. Tinggal yakinkan saja, partai PKB walau kabarnya tanpa PKB juga bisa calon. Kemanakah PKB?
Sepertinya PKB juga akan merapat-rapat sinyalnya ke Teuku Umar. Mengingat kedekatan Mega dan Cak Imin akan diungkit dimana perlu ada formulasi baru untuk kader mereka. PPP sepertinya legowo dan realistis dengan suara DPRD. Apalagi mereka punya tokoh seperti Sandiaga Uno, yang mana setelah ini rasionalitas rakyat itu benar-benar terjadi.Â
PPP sepertinya akan bertanggungjawab untuk mengkondisikan itu semua dengan sebaik-baiknya. Sandiaga Uno selaku mantan Wagub DKI sebenarnya ada kans, hanya saja dia realistis dengan kontestasi yang ia ikuti setelah bersama Anies makanya menak 58 persen.Â
Tapi kita lihat juga koalisi PPP dan PDIP dan PKB berpengaruh di Politik DKI. Sehingga memang ada perbincangan membahas demikian. Â PKB sepertinya akan jagokan Hasbiallah Ilyas, mantan DPRD DKI sekaligus Caleg untuk Jakarta 1 (Jaktim). Menarik juga untuk dielaborasikan mana yang pas oleh Wakil Presiden terpilih untuk sama-sama ada titik temu persatuan tadi. Kemana Nasdem dan PKS?
Sepertinya PKS dan Nasdem juga seolah seperti baru dimana PKS sendiri terlihat ia seperti memuji tapi hentaman 'kritis'nya tidak kalah pedas. To The Point, PKS dan Nasdem sepertinya relatif cukup untuk usung Sahroni sebagai Cagub Koalisi Perubahan, simulasinya : Sahroni-Hasbiallah atau paling kompeten adalah Sahroni-Hidayat (HNW), dimana sang Wakil Ketua MPR inilah yang bisa untuk mendukung. Tinggal tunggu saja, biasanya kalau PKB disiapkan Wakil, maka tidak akan berpaling.Â
Namun jika tidak? Bisa jadi Koalisi akan berubah. Berikut pula hal serupa yang mana terjadi di 02, dimana barisan ini juga agak pusing pada rekomendasi Golkar yang mana diberikan 2 orang, antara Ahmad Zaki Iskandar (Mantan Bupati Tangerang sekaligus Ketua TKD Prabowo-Gibran Banten). Intinya adalah, Zaki juga punya nama sukseskan kemenangan 02 di DKI.Â
RK? Lebih mantap lagi di Jabar, bahwa Golkar kini 'merajai' seluruh kader partai lain yang sudah lama berkuasa. Tapi ada juga Ridwan Kamil, yang mana ini dilema antara ia di Jabar, kemudian di DKI maupun jadi Menteri? Semua memang pada kemungkinan-kemungkinan, tapi Menteri batal. Bisa jadi peluang untuk masuk DKInya sebagai Gubernur atau Wakil. Tentunya kita tahu bahwa peluang mereka bertanding akan ada dan semakin sengit.
Soal PDIP, ini juga mereka konsolidasikan mana yang cocok untuk jaring kader. PDIP partai terbesar di Nasional harus bisa memainkan peran menunjukkan putra terbaik mereka. Sehingga ini tidak sembarang, apalagi soal Wakil. Tapi memang ramai sekali bahwa soal Gubernur DKI dari PDIP, bagaimana endingnya saja? Relatif lah, bahwa politik itu sedinamis itu seperti KKIR jadinya KIM dan PKB gabung Perubahan. Beberapa kader atau tokoh yang terdengar gaungnya maju Pilkada DKI antara lain (dari PDIP) :
1. Tri Rismaharini (Mensos)
2. Hendrar Prihadi (Kepala LKPP)
3. Basuki Hadimuljono (Menteri PUPR)
Nomor 3 mengejutkan karena tidak ada sebelumnya terbersit pasti dikala Pak Bas selalu mengacu pada istilah yang lama. Sehingga memang pemimpin seperti ini diperlukan, siapatahu dia bisa berpikir bahwa mereka juga mementingkan yang lainnya daripada dirinya sendiri. Bagus itu. Cuma intinya agak seru jadinya, soal Wakil dari PPP juga relatif suaranya stabil.Â
Siapakah Wagubnya? Bisa jadi Sandiaga Uno. Wallahualam, atau mungkin demi kesepakatan koalisi harusnya dengan masyarakat awam yang sebenarnya expert begitu. Jadi di Koalisi 03, ada 3 Cagub yang diproyeksi akan maju tentu mendengar suara akar rumput dan siapapun itu sampai akhirnya disimpulkan demikian. Kemudian proyek tidak berubah.
Jadi skenario 3 poros itu tidak bisa dihindari bukan. Proyeksi Simulasinya akhirnya menjadi berikut :
1. Koalisi Perubahan (Nasdem PKS dan PKB - PKB tentatif) : Ahmad Sahroni dengan Hidayat Nur Wahid
2. Koalisi Indonesia Maju (Golkar, PAN, Demokrat, Gerindra) : Ridwan Kamil dengan kader Gerindra semisal
3. Koalisi Indonesia Unggul (PDIP dan PPP, PKB tentatif) : Tri Rismaharini akan berpasangan dengan Sandiaga Uno
Ini baru skenario 'liar' saja yang dikutip dan menjadi pembelajaran. Mungkin sementara itu dulu pertandingannya, dimana belum lama hawa panasnya memang masih belum menurun, justru menaik. Kita lihat saja nanti. Toh, untuk urusan Wakil juga tidak diketahui, semoga ini memang yang terakhir. Bahwa pasangan benar-benar harus dwitunggal, profesional, loyalitas dan integritas adalah kepentingan bersama.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI