Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Lagi-lagi Gibran Tidak Bisa Jawab Pertanyaan Mahfud MD...

22 Januari 2024   20:00 Diperbarui: 7 Februari 2024   13:06 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kalau yang lagi trending topic memang sikap Gibran Rakabuming Raka, sang Cawapres 02 dimana sebagai representasi anak muda yang low profile, yang kekinian dan progresif baru saja sirna oleh karena kelakuan 'slengean' bahkan cenderung 'songong' yang ditampilkan dimana debat sudah seperti tebak-tebakan dan semacam ajang 'unjuk gigi' bahwa beliau menguasai segala istilah-istilah kekinian yang mana bisa menaikkan pamornya sebagai sosok yang visioner. 

Padahal menurut pandangan sebagian kalangan, justru tidak substantif bahkan malah keluarkan gimmick saja alih-alih pendidikan politik yang mana karena gimmick. Waktu 2 menit untuk saling beradu argumen tiap Paslon jadi rada sia-sia dimana kesannya seorang Gibran hanya mengetes lawan mainnya saja yaitu Muhaimin dan Mahfud. 

Lagi-lagi jika orang memahami, justru dia menutupi dirinya bahwa ia tidak peka terhadap substansi yang dinarasikan olehnya tersebut. Hanya alih-alih menutupi diri bahwa dia sebenarnya tidak lebih menghapal daripada lawannya. 

Nyatanya, sebenarnya apa yang disampaikan Mahfud MD soal Green Inflation pun sudah relatif bahkan sangat menjawab, dimana Inflasi Hijau perlu ada Kebijakan Sirkular agar tidak terjadi ketimpangan antara kenaikan harga komoditas karena proses transisi energi. Sehingga perlu ada alternatif-alternatif dimana banyak opsi yang mana transisi energi bisa berjalan mudah jika komitmennya dibangun dari sekitaran kita, dicontohkan dari kasus yang terjadi di Madura dimana daur ulang itu hal yang biasa. 

Apabila dimasifkan tentu dampak buruk akibat transformasi energi yang lebih ramah lingkungan lebih terealisasi. Lagian, jika berkaca pada contoh kasus di Indonesia dikompilasikan dengan di Perancis pun rada sulit. 

Ingat, bahwa Perancis sendiri sangat liberal terhadap harga jual beli energinya bahkan melepaskan semua pada mekanisme pasar sehingga terkesan ada perbedaan antara bahan bakar dari energi fosil dengan energi non fosil alias terbarukan. 

Ketika ketimpangan terjadi, justru yang muncul adalah sebenarnya memang disitu liberalisasinya, ekonominya terlalu mendorong adanya kapitalisasi alih-alih pengendalian dari negara. 

Bukan soal bagaimana hukum kelangkaan itu muncul. Justru apa yang disampaikan Mahfud masuk diakal yaitu soal 5 gagasan antara kemiskinan, ketimpangan namun 2 tidak disebut yang jelas terakhir soal emisi. 

Karena nyatanya soal Green Inflation itu lebih mirip dengan definisi manakala konversi energi yang tidak terkontrol dimana sebelumnya diambil dari bahan pangan tapi terlalu over dan dikuasai oleh korporasi, seperti kasus sawit menjadi bioetanol. 

Tapi Gibran tidak menarasikan itu, malah justru terkesan dengan jumawa mengkaitkan dengan Green Jobs tadi, kan jadi agak lari kemana-mana sebenarnya. 

Padahal sudah benar bahwa inflasi hijau dan korelasi pada ekonomi hijau justru masih masuk diakal. Karena ini berkenaan pula pada perubahan iklim dimana mempengaruhi pula sumber daya alam yang potensial terhadap sumber energi, sehingga perlu sirkuler dalam pengolahan supaya lebih efisien.

"Intinya transisi menuju energi hijau itu harus super hati-hati. Jangan sampai malah membebankan R&D; yang mahal, proses transisi yangg mahal ini kepada masyarakat, kepada rakyat kecil."

Untung saja saat itu Mahfud MD (mungkin karena waktunya tidak cukup). Jika dia menangkap saja masalah ini, akan larinya kepada masalah Kendaraan Listrik yang serampangan dan Hilirisasi yang ugal-ugalan.

Jika katanya transisi dan R&D yang memberatkan. Justru bisa saja singgungannya lari kepada transisi listrik nikel pada kendaraan. Dimana transisi yang super hati-hati justru harusnya ditujukan kepada Menteri-Menteri yang sekarang getol sama ekosistem energi hijau tapi kurang ancang-ancang jadi rada memaksa dan orientasinya kepada bisnis. Justru malahan sekarang apa yang namanya energi hijau terlalu eksploitatif dan malahan justru ditunjukkan oleh kubunya sendiri.

Mungkin disitu pula makanya Mahfud malas menanggapi karena sepertinya memang terlihat Gibran juga tidak akan banyak mengetahui, malah ujungnya akan seperti kasus CCS kemarin atau Tax Ratio yang melantur kemana-mana. Makanya, begitu saat Gibran ditanya oleh Mahfud, kelihatan sekali bahwa Gibran tidak lebih baik bahkan dari seorang Jokowi sekalipun. Apa itu?

Manakala Mahfud menunjukkan data-data soal importasi pangan sembako yang mana justru menunjukkan kenaikan. Mahfud menyinggung debat 2019 dimana data impor bahan pangan Indonesia. Impor beras, misalnya, disebut Mahfud mencapai 2,8 juta ton, kedelai mencapai 2 juta ton serta gula pasir mencapai 4 juta ton. 

Padahal Jokowi klaim bahwa dia tidak akan impor bahkan meminimalisir secara total apalagi disinggung pula soal Food Estate bagaimana korelasi keberhasilannya. Yang mana, ini selalu digaungkan oleh 02, bahwa soal impor akan semakin berkurang justru bukan hanya volume tonasenya semakin bertambah, malahan justru komoditasnya pula yang semakin diimpor. 

Terlepas pula situasi El Nino yang terjadi nyatanya impor sudah masif terjadi sejak awal periode Jokowi yang kedua. Imbasnya disinggung Mahfud malahan justru sarat akan mafia kartel dan tengkulak ditandai pada tetap mahalnya harga diakibatkan pada permainan mafia tersebut. 

Justru, yang ada petani dan peternak bahkan nelayan alias produsen dari bahan pangan semakin tercekik pula akibat pupuk yang mahal. Sehingga imbasnya, Mahfud juga ingin bertanya bagaimana pandangan Gibran dimana beliau adalah eks kader PDIP dan keluarga Jokowi adalah Soekarnois, konsep Trisakti Bung Karno pandangannya yaitu pada poin berdikari ekonomi yang diejawantahkan pada kemandirian pangan?

Tentunya, Gibran berkelit pada momen ini, senada dengan debat lalu soal Tax Ratio dimana Gibran malah memakai analogi dan ujungnya mutar kemana-mana. Gibran, malah menyangka bahwa pertanyaan ini terkesan menakut-nakuti masyarakat dimana Food Estate adalah program gagal dan justru dia terkesan sangat membela program ini tanpa mau sedikitpun menarasikan bahwa ada yang perlu direfleksi pada paradigma yang terjadi. 

Alih-alih dia berusaha dengan argumen yang rada cerdas, 'jurus berputarnya' dilakukan dengan menarasikan soal El Nino makanya soal beras terpaksa Indonesia impor lagi, sekalipun volume yang diimpor justru melebihi kekurangannya. Jika kurang 1,5 ton malah diimpor lebih dari 4 ton. Ini juga kurang tepat. 

Kemudian, Gibran lagi-lagi menarasikan bahwa Indonesia pernah swasembada beras, padahal ayah beliau yaitu Presiden Joko Widodo sekalipun saat Indonesia pernah dapat penghargaan FAO di 2022 karena sejak 2019 swasembada, nyatanya hanya beras konsumsi saja. Beras Produksi untuk olahan atau industri? Tetap saja impor. 

Kemudian dia malah lari ke mekanisasi, dan istilah-istilah asingnya yaitu IOT, Smart Farming dan Drone untuk mengukur kesuburan tanah bahkan disinggung soal petani milenial yang pernah dilakukan di Jawa Barat (padahal dibalik kesuksesan program tersebut, banyak juga belangnya dimana ini tidak diperhatikan). 

Jadi dari sini malahan Gibran terkesan 'berlari' kembali pada istilah, yang mana dia seakan menunjukkan progresivitasnya walaupun belum tentu bisa terbukti. Justru, Gibran tidak bisa menjelaskan soal Konsep Trisakti.

Konsep Trisakti sebenarnya adalah gagasan Jokowi sendiri sebagai seorang Soekarnois yang notabene kader PDIP. Ujungnya seorang Gibran beliau pun malah minta maaf, evaluasi dan malah terkesan judging bahwa 01 dan 03 kompak menyerang. Seketika manakala Gibran tidak paham soal Trisakti Bung Karno, seakan-akan justru menunjukkan bahwa beliau pernah jadi kader PDIP tapi ideologinya tidak seperti sebagaimana nilai PDIP. 

Jadi teringat, ada pengamat yang berkata justru ketika seorang Gibran yang eks PDIP tidak bisa menjawab berarti bisa dikatakan tidak lulus kaderisasinya, atau jangan-jangan selama ini hanya karbitan semata. 

Trisakti seperti yang dulu digaungkan Jokowi konkritnya adalah mengurangi impor pangan bahkan kalau perlu stop dimana orientasinya adalah kemandirian para buruh tani dan nelayan dan peternak berorientasi pula pada riset dan teknologi dan modernisasinya agar sama-sama diakomodir oleh Negara sebagai wadah dalam memastikan keadilan tersebut. Bahasanya adalah kedaulatan dan berdikari, berarti mengurangi bahkan membebaskan ketergantungan, sebagai konsep nasionalisme selanjutnya. 

Padahal lucunya, Prabowo sekalipun juga mafhum terhadap itu, dimana sebagai nasionalis sejati dia sangat menggebu-gebu soal ini. Bahkan di debat 2019, Jokowi saja diledek karena tetap impor. 

Gibran pun sama, lantas dia malah berkelit pula soal ini. Padahal lucunya, tanpa disadari narasi seperti Trisakti adalah 'makanan sehari-hari' Prabowo sejak dia maju Pilpres di 2014, kenapa Gibran malah berkelit? Begitu saja bukan plus Mahfud bukan judging/cecar tapi minta pandangan Gibran yang barangkali sebagai orang PDIP tahu soal ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun