Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Politik

Untuk Presiden Berikutnya: Kurangi Jabatan Wamen., Wamen Secukupnya Saja

9 Agustus 2023   16:05 Diperbarui: 9 Agustus 2023   16:06 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan para Wakil Menteri beberapa waktu di Jakarta (sumber : IG Raja Juli Antoni)

Posisi Wakil Menteri sebenarnya bukan hanya pada periode ini saja terjadi. Melainkan posisi nomenklatur ini sudah diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara berarti pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang intinya menegaskan bahwa setiap Menteri atau Kepala Lembaga Negara perlu atau dapat dibantu oleh seorang Wakil yang bertugas dalam mengelola portofolio yang diamanahkan dalam Kementerian/Lembaga tersebut. Dimana posisi Wakil Menteri sendiri sebenarnya juga sama strategisnya yaitu sebagai politisi yang berperan dalam pengelolaan kebijakan atau urusan pemerintahan berdasarkan portofolio tersebut, kira-kira seperti peran seorang Wakil Presiden hanya saja dia tidak dwitunggal murni dimana duet ini berdampingan namun pelantikannya menjadi situasional. Lama kelamaan menjadi sebuah masalah ketika posisi yang meski cuma Wakil tapi dia juga sebagai anggota Kabinet ini malah menjadi 'obral-obralan' bagi para pendukung atau siapapun yang berperan untuk kemenangan Presiden dan Wakil Presiden.

Sebenernya kalau lebih jauh lagi dahulu ada posisi Menteri Muda atau dalam bahasa inggris disebut Undersecretary, yang kurang lebih sama seperti Wakil Menteri (yang disebut sebagai Vice Minister) dimana dia dalam sebuah Departemen (dahulu namanya seperti itu) Menteri tersebut bertugas membantu peran Menteri yang memegang portofolio tersebut, namun tidak berperan secara aktif dan strategis. Waktu itu pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno baik zaman Demokrasi Liberal atau UUD 1950 maupun Demokrasi Terpimpin yaitu kembali kepada UUD 1945 hingga tahun 1966 dimana pemerintahan berubah menjadi Orde Baru dimasa kepemimpinan Presiden Soeharto sampai beberapa kabinet dimana ia menempatkan Menteri Muda dalam beberapa portofolionya dengan harapan untuk membantu Menteri dalam mengurusi beberapa atau sebagian hal yang berkenaan dengan portofolio yang dirasa sangat strategis dan rumit sehingga butuh sebuah keseimbangan. Seiring berjalan waktu posisi ini sempat absen pada awal Reformasi dimana Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid hingga Presiden Megawati Soekarnoputri tidak menyodorkan atau mengangkat Wakil Menteri atau Menteri Muda. Murni, jabatan ini secara nomenklatur adalah posisi warisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Awalnya Posisi ini pada 2009 mengacu pada Perpres 47 Tahun 2009 murni untuk birokratis dimana pejabat karir yang hanya bisa menjabat dimana mengacu pula pada beberapa Kementerian/Lembaga dimana ada Wakil Sekretaris Kabinet dan Wakil Jaksa Agung yang merupakan justru pejabat karir murni Eselon I instansi tersebut, seiring berjalan waktu pada 2012 tepatnya lewat Perpres 60 Tahun 2012 diperbolehkan dari siapapun menjabat Wakil Menteri tidak terlepas birokrat, namun kelebihannya adalah jika ia seorang Birokrat atau ASN aktif maka tidak perlu melepaskan atau pensiun dini sebagai ASN berbeda dengan Menteri yang memang pada hakikatnya musti mundur (seperti kita tahu banyak Menteri dijabat oleh eks ASN dan seketika pada akhirnya mengundurkan diri begitu langsung diangkat jadi Menteri). Akhirnya terbuka lah posisi untuk praktisi di bidangnya, akademisi atau aktivis yang sekaligus pemerhati bahkan sampai pada posisi relawan atau parpol yang mungkin dirasa kecil dalam legitimasi atau tanpa kursi Parlemen akhirnya dia diberi jabatan Wamen guna memberikan 'gula-gula' atas jasa yang sudah dilakukan. Baik masa kepemimpinan Presiden SBY maupun Jokowi kurang lebih sama dalam penunjukkan seorang Wamen termasuk jumlahnya yang sangat banyak.

Wakil Menteri yang ada di zaman Presiden Jokowi hingga Agustus 2023 tercatat ada 17 Wakil Menteri dimana 1 Kementerian yaitu BUMN memiliki 2 Wamen. Yaitu : Wakil Menteri Dalam Negeri, John Wempi Wetipo. 

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara. 

Wakil Menteri Luar Negeri, Pahala Mansury. 

Wakil Menteri Pertahanan, Muhammad Herindra. 

Wakil Menteri BUMN ada 2 yaitu Wamen 1, Kartika Wirjoatmojo dan Wamen 2, Rosan Roeslani. 

Wakil Menteri Pertanian, Harvick Hasnul Qolbi. 

Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Herbuwono. 

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga. 

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan, Alue Dohong. 

Wakil Menteri Hukum HAM, Edward Omar Sharief Hiariej. 

Wakil Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif, Angela Tanoesoedibjo. 

Wakil Menteri Tenaga Kerja, Afriansyah Noor. 

Wakil Menteri Komunikasi Informatika, Nezar Patria. 

Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki. 

Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Transmigrasi, Paiman Raharjo. 

Wakil Menteri BPN, Raja Juli Antoni.

Mayoritas dipilih oleh karena kedekatan dan faktor 'bagi-bagi kursi' maka sangat disayangkan tidak tercipta duet teknokratis melainkan duet 'main aman' secara politis saja dimana sebenarnya tidak terlalu berguna peran tersebut yang bahkan malah jadi tambahan beban kepada Menteri yang bersangkutan. Usul konkrit saya, sebaiknya memang posisi Wakil Menteri direduksi (bukan dihilangkan karena di UU sudah diatur, dan secukupnya saja) cukup 5. Apa itu? Wakil Menteri Keuangan, Wakil Menteri Dalam Negeri, Wakil Menteri BUMN, Wakil Menteri Luar Negeri dan Wakil Menteri Pertahanan. Mengingat portofolio tersebut bebannya memang terkenal sangat besar dan berat sekali sehingga butuh balancing antara peran Menteri yang dibantu Wakil. Tapi untuk BUMN, cukup 1 saja. Kira-kira skenario yang diharapkan adalah seperti ini sebenarnya :

  1. Wakil Menteri Dalam Negeri dijabat oleh Birokrat/Pakar berarti sosok non partisan (sama halnya Mendagri) yang bisa membantu dalam rangka check and balances soal analisis berkaitan dengan pemerintahan dalam negeri, dimana jika Mendagri dijabat bukan oleh non praktisi pemerintahan seperti mantan militer (bagusnya begitu) ya Wamennya musti mantan Kepala Daerah atau pejabat daerah.

Menteri Dalam Negeri : Purnawirawan Jenderal. Wamen : Mantan Kepala Daerah

  1. Wakil Menteri Pertahanan sama seperti yang sekarang dan pada masa kepemimpinan Presiden SBY dijabat oleh militer aktif dimana jika memang militer (bukan purnawirawan lama) yang menjabat dan memang memiliki pengalaman dalam tempur tentu akan sangat membantu dalam melihat pada sisi kekuatan angkatan perang terkini

Menteri Pertahanan : Purnawirawan Jenderal. Wamen : Jenderal aktif tempur

  1. Wakil Menteri Luar Negeri dijabat oleh diplomat aktif yang sama halnya dengan Menlu yang memang murni oleh diplomat karir dan fokus scopenya dijabat oleh yang Duta Besar namun pada sisi keilmuan yang berbeda. Semisal Menlu lebih ke hukum humanitariannya sedangkan Wamen-nya dijabat oleh yang berkaitan dengan progres ekonomi internasionalnya (diplomasi ekonomi)

Menteri Luar Negeri : Diplomat Karir (locus Hukum Internasional). Wamen : Diplomat karir (locus Ekonomi Internasional)

  1. Wakil Menteri Keuangan didorong untuk dijabat oleh seorang akademisi, kalau bisa sekaligus juga birokrat yang memang berkecimpung di bidang Keuangan. Mungkin seperti formasi sekarang dimana Menkeu adalah seorang akademisi atau dosen ekonomi sementara Wamennya adalah mantan birokrat dimana tinggal sesuaikan scope keilmuannya dimana Menkeu fokus ekonomi makro maka Wamennya musti yang scope ekonomi mikro.

Menteri Keuangan : Akademisi Profesional (locus Ekonomi Makro). Wamen : Birokrat Karir (locus Ekonomi Mikro)

  1. Wakil Menteri BUMN selayaknya dijabat seperti sekarang namun lebih fokus lagi sejatinya, kalau tidak salah Wamen I yang dijabat oleh eks Dirut BUMN jadi Wamennya dijabat eks Direksi BUMN membantu Menteri BUMN yang selayaknya dijabat oleh sosok yang ahli dalam pengelolaan korporasi (dibaca: pengusaha) dimana ada keselarasan perspektif antara yang pernah memiliki perusahaan dengan yang pernah menjadi direksi perusahaan (BUMN)

Menteri BUMN : Pengusaha Profesional (Konglomerat). Wamen : eks Direksi BUMN

Intinya bisa dipertimbangkan susunan yang selayaknya bisa disebutkan diatas tadi bahwa padanan yang tepat memang selayaknya seperti itu dan harapannya bisa dipertimbangkan siapapun Presiden yang akan terpilih dan akan memerintah 5 tahun mendatang sejak 2024 hingga 2029 nanti. Jangan sampai transaksional, transaksional cukup di Menteri. Untuk Wamen, kasihan Menterinya. Benar-benar yang memang portofolio berbeban dan berisiko tinggi semestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun