Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Rusunawa Entaskan Kemiskinan Secara Berkelanjutan

13 Juli 2023   16:05 Diperbarui: 13 Juli 2023   16:07 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti kasus penggusuran di Jakarta beberapa tahun lalu. Begitu saya baca, mereka tidak langsung menempati dan musti bayar begitu saja. Ada kasus bilamana sosialisasi berjalan mulus maka relokasi berjalan antusias bahkan dengan senang hati warga membereskan semua (ini yang tidak terlalu diekspos karena media terkadang politis). Mereka pada saat sosialisasi juga diajak untuk mengambil unit rusun dan pasti sudah ada proses pemilihan unit. Begitu setelah penggusuran dan pindah, mereka sudah langsung serah terima dan menempatinya. Mereka diberikan gratis untuk pembayaran (kira-kira 6 bulan hingga 1 tahun) pasca menempati unit. Mereka hanya 'bawa badan' saja, Rusun sudah full furnished layaknya rumah yang nyaman. Tipenya variatif ada 36 hingga 45. Tentu mempengaruhi kisaran sewanya juga, paling rendah 300ribu paling tinggi 400ribu. Itupun sudah include maintenance layaknya apartemen seperti iuran keamanan, kebersihan, bahkan sampai listrik dan air sudah masuk dalam komponen bayar sewa. Sangat murah bukan?

Kemudian, eksperimen sosial yang dinilai bisa menjadi Investasi Sumber Daya Manusia ada disini. Ketika mereka diwajibkan untuk memiliki buku rekening (biasanya bank daerah) selain mereka diurus KTP dan KK-nya, supaya apa? Agar mereka bisa menabung dan kelak bisa untuk tabungan di hari tua nanti. Mereka difasilitasi BPJS Gratis (PBI) karena mereka kurang mampu, kemudian anak mereka dijamin Kartu Pintar dan lansia mendapatkan kartu lansia untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Jika anak-anak pasti dijamin bukan sekedar gratis sekolah hingga kuliah namun kebutuhannya juga dari Kartu Pintar tersebut (seperti semi bansos). Melalui kartu tersebut, mereka mendapatkan jaminan sembako murah karena ada toko grosir di Unit Rusun, lalu ada taman bermain, layanan kesehatan (lengkap dengan dokter yang standby mengunjungi rumah), pusat komunitas hingga yang terpenting mobilitas gratis dengan jaminan kartu rusun, maka bisa naik bus gratis kemanapun. Kurang lebih kebutuhan dasar berhasil dijamin oleh pemerintah melalui banyak jaminan sosial, sehingga kerasnya kehidupan kota bisa diminimalisir dan mereka bisa sedikitnya tenang.

Investasinya selain dari dorongan untuk menabung, Kepala Keluarga yang sebenarnya juga merupakan warga berpendidikan rendah (SMA kebawah) diajak bekerja sebagai pekerja harian lepas dengan gaji UMR, kemudian ibu di rumah bisa menjadi pengusaha UMKM dengan skema lunak baik hibah CSR maupun Pinjaman (makanya ada pula kios UMKM yang notabene dihidupkan para ibu-ibu rusun untuk berjualan). Hitungan kasarnya, jika jaminan sosial dan keringanan yang diberi sudah mencakup sekitar 2,5 hingga 3,5 juta per bulan. 

Ayah mendapatkan gaji UMR sebesar 5 juta dan Ibu mendapatkan keuntungan bersih usaha 3 juta, maka 1 KK bisa menerima 8 juta per bulan dan dikurangi kebutuhan pokok yang sebenarnya sudah dijamin murah sekitar 3 juta, kemudian untuk kebutuhan rusun tidak sampai 500ribu. Anggaplah kebutuhan bisa ditekan kurang dari 4 juta per KK. Otomatis, masih bisa untuk menabung sekitar 2-3 juta per bulan untuk masa depan. Apalagi pendidikan yang menjadi beban besar sudah ditanggung oleh jaminan.

Rusunawa ini temporer, maksimal hanya 2 generasi saja. Mengapa? Karena mendorong supaya kedepan keluarga bisa pulang dan bisa membeli sendiri rumah hak miliknya berikut dengan hidup lebih baik. Skenarionya, jika hitungan 20 tahun. Keluarga sudah menabung secara asumsi 3 juta per bulan dikali 20 tahun saja. Sudah bisa dipastikan 750 juta sudah dipegang (dalam hitungan masa kini, belum termasuk bunga atau inflasi berjalan yang mana ada kenaikan) untuk masa depan. 

Selanjutnya, anak-anak mereka juga pastinya sudah sampai kuliah dan lulus menjadi sarjana (ini yang terpenting). Oleh karena di keluarga yang kepala keluarganya lulusan SMA kebawah bisa melahirkan 1 atau 2 orang sarjana maka kelak mereka pula yang 'selamatkan' keluarganya dari jurang kemiskinan. Ketika mereka mapan dan mendapatkan pekerjaan, otomatis ayah dan ibu mereka di masa tua-nya juga bisa ditanggung dengan baik bahkan sebenarnya ayah dan ibu mereka jika pulang kampung dengan tabungan cukup, bukan hanya rumah layak namun bisa bakal modal usaha di kampung. Setidaknya bukan mewah, namun cukup mapan. Investasi bukan?

Saya membayangkan apabila program di daerah saya ini dinasionalisasi, dan diberi perhatian maksimal karena kemiskinan negara ini sangat sulit untuk turun dan yang menjadi sentimen terbesar adalah kemiskinan di perkotaan (bayangkan selama 5 tahun hanya turun 1 persen saja). Maka terobosannya, jika ini dilaksanakan di 10 kota saja menyasar masing-masing titik adalah 10 permukiman kumuh berbasis garapan dimana 1 permukiman kumuh tersebut berisi seribu KK. Mereka di-rusun-kan berikut pula dijaminkan biaya hidup (seperti skema investasi) apalagi pastinya tiap 1 KK pasti punya 1-2 anak usia sekolah dimana 20 tahun atau bahkan kurang (siapa tahu begitu digusur ada yang tinggal kurang dari 10 bahkan 5 tahun sekolah lagi untuk mencapai dunia kerja). 

Ketika 1 hingga 2 anak (sebenarnya penekananya juga bukan sekedar dari ayah dan ibunya, namun terpenting karena berkelanjutan adalah anaknya) tersebut berhasil jadi sarjana dan mendapatkan pekerjaan layak. Maka demikian, mereka bukan hanya menyelamatkan dirinya saja melainkan sudah bisa dipastikan ayah, ibu dan mungkin anak lainnya yang masih sekolah keluar dari jurang kemiskinan. 1 anak bisa selamatkan 3 anggota keluarga lain berarti 4 orang keluar dari jurang kemiskinan. 

Jika seribu KK atau 1 titik = 4 ribu jiwa, lalu 10 titik atau 1 kota ada 40 ribu jiwa dan dikali 10 yang mencakup Nasional ada 400 ribu jiwa. Bayangkan jika semua bisa dientaskan selama 20 tahun bahkan kurang. Plus setiap tahun selama 20 tahun ada penambahan kota sasaran sebanyak 10 untuk dirusun-kan. Impresif bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun