Halte non reguler juga diperbaiki untuk menyesuaikan, kemudian transformasi tersebut juga menyasar ke Angkot yang belakangan berubah menjadi Mikrotrans Jaklingko, bahkan tarifnya 0 rupiah bisa kemana saja.Â
Tidak terasa memang waktu sudah berjalan berputar. Transjakarta sudah berusia 19 tahun sejak beroperasi di 2004. Kemudian Transjakarta resmi dikelola PT semenjak tidak lagi dilayani oleh BLUD dibawah Dinas Perhubungan DKI sejak 2014 lalu dimana Operator-operator yang terpisah dalam suatu koridor berbasis kemitraan berubah dalam 1 bendera yaitu dalam PT Transportasi Jakarta.Â
Dimana soal perjalanan tiket, 2007 lalu atau tepat 16 tahun lalu. Gubernur DKI Jakarta saat itu yaitu Fauzi Bowo menaikkan tarif menjadi 3500 rupiah yang patokannya setara dengan Patas AC reguler atau Bus AKDP kalau di daerah non Jabodetabek pada masa itu.Â
Sekarang nilai segitu sudah setara dengan 7800 rupiah bahkan tarif bus yang menjadi benchmarking Transjakarta di masa itu sudah berada di atas kisaran 10 ribu rupiah.Â
Benar sekali argumentasi DTKJ atau Dewan Transportasi Kota Jakarta yang sebagai Advisory Council dari Pemprov DKI memang mengatakan sudah seharusnya naik bahkan secara asumsi mustinya sejak 10 tahun lalu sudah naik ke angka 4000-5000 rupiah.Â
Semisal seperti usul sekarang, 4000 untuk jam non sibuk sementara 5000 untuk jam sibuk. Justru ini yang tidak masuk logika, karena namanya disinsentif kalau pada akhirnya jam sibuk diberi tarif mahal.Â
2013 lalu Gubernur DKI yang kini jadi Presiden, yaitu Joko Widodo juga sempat mewacanakan kenaikan tarif menjadi 4000-5000 rupiah tentu sesuai usulan dan kajian dari DTKJ.Â
Singkat cerita batal karena TJ saja berantakan, harus dibenahi dan Transformasi secara besar-besaran saat itu agar tidak membebani Pemda secara saat itu ramai juga kisruh soal korupsi pengadaan bus yang terungkap di masa itu yang mana 'kebobrokan' tersebut sudah lama terjadi seolah menjadi perilaku korupsi yang sistematis yaitu di kalangan birokrat sehingga pengelolaan Transportasi harus diorientasikan pada profesionalisme ala bisnis namun tetap dengan jaminan Pemerintah karena ini adalah layanan publik.Â
Justru Pemprov malah semakin menambah PSO yang sebelumnya sekitar 400 M akhirnya menjadi 1 Triliun bahkan kini saja sudah mencapai 2 Triliun guna mendorong adanya perubahan sistem tatakelola dan peningkatan layanan Transjakarta.Â
Puncaknya di 2019 ketika akhirnya Transjakarta mencapai 269 juta pelanggan kemudian dilayani 247 rute terintegrasi dengan KRL, LRT dan MRT dengan 4000 lebih hingga detik ini armada yang melayani baik single bus reguler, articulated atau gandeng, kemudian bus medium seperti minitrans (¾) maupun metrotrans yaitu low deck hingga Mikrotrans alias mikrobus setara van. Kemudian mampu beroperasi hingga 24 jam di beberapa titiknya seperti yang dinamakan Amari (Angkutan Malam Hari) maupun Andini (Angkutan Dini Hari)
Kejayaan itu sirna setelah hasil yang berbuah dan meraih penghargaan di 2020-2022 tidak berlangsung lama. Setelah PPKM akhirnya mulai mereda lebih tepatnya akhir 2021 sudah mulai adanya penurunan layanan dan puncaknya yang terjadi di tahun 2023 ini seolah bertolak belakang dengan rencana kenaikan.Â