Posisi yang sangat bahkan 'Super' Strategis yang dimiliki oleh Pemerintahan saat ini. Dimana dahulu portofolio ini dibuat dalam rangka memastikan cita-cita besar Bangsa ini sebagai Poros Maritim Dunia, dimana membuatnya menjadi Poros Maritim tersebut sangat kompleks persoalannya tidak semata pada satu bidang yang berkaitan dengan kemaritiman saja dan soal maritim bukan semata yang berkaitan dengan laut namun lebih luas lagi apalagi kini ditambah dengan portofolio soal penguatan koodinasi akan investasi karena sebenarnya potensi maritim yang secara luas tersebut bisa dikorelasikan dengan investasi dimana potensi bisa diberdayakan menjadi segenap daya menumbuhkan ekonomi.Â
Sebenarnya kalau secara pribadi, bisa terlihat Kemenkomarves dengan Kemenko Perekonomian juga seringkali bersinggungan dalam hal progres ekonomi hanya saja sebenarnya kalau bahasa mudahnya Kemenkomarves lebih kepada tugas direktif membantu dalam langkah-langkah teknis memperkuat ekonomi makanya lebih sering meninjau pada konsepsi kerja di lapangan dibanding Kemenko Ekon yang sebenarnya relatif mengarah pada policy-nya secara abstraksi atau soal kerangka dan cetak birunya yang sebenarnya agak mirip pula dengan Kemenko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) yang justru malah terkesan abstraktif dimana hanya pada riset dan bauran kebijakan yang banyak bekerja sehingga tak serta merta banyak untuk menuntut turun ke lapangan apalagi persoalan bersinggungan secara luas dengan entitas lainnya.Â
Mungkin Kemenkomarves dengan Kemenkopolhukam rada mirip karena jelas Kemenkopolhukam sudah seperti kementerian triumvirat justru sejak dahulu dimana strategisnya dilihat pada posisi yang dikoordinasi ialah posisi fundamental alias dasariah berkaitan dengan Politik, Hukum dan Keamanan sehingga jelas langkah lapangan memang sangat diperlukan seperti halnya Menteri teknis pula.Â
Terus kalau Kemaritiman? Oleh karena Kemaritiman dan Investasi sendiri (kalau dahulu malah dengan kata Sumber Daya di masa kepemimpinan Rizal Ramli namun sama saja toh juga sama saja tetap diakomodir). Intinya persoalan yang perlu direktif atau koordinasi tersebut bisa mencapai batasan-batasan yang sekiranya masyarakat awam pun kaget.Â
Bisa dibayangkan ketika seorang Menkomarves harus rapat dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri bahkan lebih intens dibanding Kementerian Koordinasi nya sendiri padahal keduanya dibawah Polhukam, kemudian dengan Menteri Keuangan lalu dengan Menteri BUMN dan Menteri Perindustrian padahal ketiganya jelas sebenarnya berada di Perekonomian bahkan jauh lebih sering lagi koodinasi melalui Kemenkomarves sampai kadang bersamaan juga Rakortas di Kemenko Perekonomian dengan di Marves. Lalu juga, dengan Kemenko PMK yang sebenarnya berkaitan Kesejahteraan Rakyat, yaitu Kemenkomarves dengan Kemensos lah dengan Kemenkes dan juga dengan Kemdikbudristek dan BRIN apalagi semisal Kemenkes dan Kemensos urusan Covid-19 kita ingat dan Kemdikbudristek dan BRIN persoalan Merdeka Belajar (Link n Match) dengan Industriaisasi.Â
Bisa terlihat sebenarnya Rakortas itu bukan Rapat Rutin Program per Program Kementerian namun ubahnya program besar yang lebih substantif pada isu yang mau dihadapi biasanya sudah ada kerangka secara teamworknya seperti apa. Jadi biasanya orientasinya kepada Pokjanya dimana sudah ada Perpres dan Inpresnya sehingga jelas tugas yang musti ditangani seperti apa namun diibaratkan pula bahwa Kemenkomarves sendiri sudah melampaui tugasnya sendiri. Seperti yang ramai di media bahwa 'satire'nya seolah Menkomarves ini adalah Menkosaurus alias Menteri Koordinator Segala Urusan Teratasi atau lebih-lebih dia dikenal sebagai Perdana Menteri meskipun Indonesia sendiri tidak menganut sistem Perdana Menteri baik dalam konteks negara Parlementer maupun Semi Presidensial dimana jelas sekali bahwa Perdana Menteri bertugas untuk apa dan posisinya jelas dalam Undang-Undang. Menkomarves adalah de facto seorang Perdana Menteri. Bisa dibayangkan bukan sepowerful apa dia?
Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi sendiri sebenarnya hanya mengkoordinasikan beberapa Kementerian saja kalau secara runutan Peraturan Presiden yaitu : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Investasi. Malah, sebenarnya kalau berkaca sama nama yang lebih prefer dan sesuai adalah dengan KKP dan Kementerian Investasi saja. Namun sebenarnya lumayan juga yang secara real nya dikoordinasikan secara rutin. Kemudian secara tupoksi bisa kita lihat misalkan :Â
a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan,
dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga
yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman dan
investasi;
b. pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/
kmbaga terkait dengan isu di bidang kemaritiman dan
investasi;
c. pengelolaan dan penanganan isu yang terkait dengan
bidang kemaritiman dan investasi;
d. pengawalan program prioritas nasional dan kebijakan
lain yang telah diputuskan oleh Presiden dalam Sidang
Kabinet;
e. penyelesaian isu di bidang kemaritiman dan investasi
yang tidak dapat diselesaikan atau disepakati antar
Kementerian Lembaga dan memastikan terlaksananya
keputusan dimaksud;
f. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawab Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman dan Investasi;
g. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan
pemberian dukungan administrasi kepada seluruh
unsur organisasi di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi;
h. pengawasan atas pelaksanaan fungsi di lingkungan
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan
Investasi; dan
i. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Bisa terlihat pula di huruf i ada tugas direktif yang diberikan Presiden didelegasikan kepada Menkomarves yaitu tugas-tugaa dalam tim atau komite dsb yang notabene Ex-Officio berbasis dengan penyelesaian program strategis Pemerintah secara multidimensional semisal (bisa terlihat di foto).Â
Foto diatas belum termasuk penugasan ketika dia menjadi Ad Interim waktu Menteri ESDM diganti karena dwikewarganegaraan, Menhub yang karena Covid-19 dan Menteri KKP waktu kena OTT. Â Atau tugas tertentu yang sebenarnya tidak diatur dalam regulasi namun cuma bersifat arahan juga dimana terkadang seperti yang terbaru ini soal Pengadaan KRL yang mana buntu antara KRL Inka atau Impor dimana terjadi bottleneck karena banyak armada pensiun sehingga Rakortas diselesaikan oleh Menkomarves yaitu LBP.Â
Ibaratnya 'tangan kanan' Presiden benar-benar bekerja dengan baik bahkan bisa selesai dengan holistik dan terintegrasi alias sampai tuntas. Meskipun memang apapun yang dilakukan juga cenderung diluar nalar sekalipun tapi sosok Luhut Binsar Pandjaitan yang memegang tugas selalu bersih. Clean and Clear. Tentunya dengan perkuat koordinasi pula bukan tidak mungkin dengan entitas non Negara maupun Internasional dimana jaringan seorang Menkomarves apalagi personally seorang Luhut Binsar Pandjaitan sudah tidak diragukan lagi lha wong sejak zaman Gusdur dia sudah benar-benar berpengaruh tentu dikenal khalayak luas. Semua terpana kepadanya oleh karena kegigihannya dan responsivitasnya menaungi semua. Bayangkan jaringannya bukan hanya Konglomerasi lagi, bahkan Kepala Negara sekalipun.
Dengan demikian jelas sekali dan bisa dianggap sebagai sebuah kewajaran kalau tugas-tugas yang diberikan berbasis proyek maupun Ex Officio yang dinilai 'basah' tersebut menjadi incaran semua politisi yang bersimpuh kepada Presiden siapapun itu kalau memang posisi Wakil Presiden tidak berhasil diemban. Bahkan lebih-lebih Wakil Presiden sepertinya. Apalagi ini jabatan given alias penunjukkan begitu saja atas hak prerogatif Presiden bukan susah-susah sang Menko harus turun langsung dalam kontestasi dan dipilih oleh rakyat layaknya Presiden dan sepaket dengan Wapres.Â
Menko sendiri bertanggung jawab kepada Presiden bahkan bukan tidak mungkin mereka sendiri sudah berdiri bak Presiden karena mereka juga berkenan untuk mengawal regulasi di tingkat Kementerian wabil khusus yang termasuk dalam koordinasinya. Dimana jika ada Permen yang bermasalah, meski memang semua Permen harus mendapatkan perkenan tertulis dari Presiden melalui Seskab tapi jika ditengah jalan mengalami kendala bisa diveto langsung alias dibekukan regulasi ini oleh Menko atas delegasi dari Presiden sendiri, Menko apapun itu tidak terkecuali Menkomarves yang benar-benar bidang lingkupnya lebih luas. Makanya siapapun yang akan memegang portofolio ini tentunya sangat berkuasa sekali dalam penentuan kebijakan dalam Pemerintahan bahkan sudah bisa dipastikan siapapun yang memegang benar-benar dipercaya penuh oleh Presiden atas dasar kehandalannya mengendalikan berbagai dinamika atau isu yang ada alias multitasking. Meski sebenarnya Menko lain tak kalah kompleks juga namun Menkomarves sebagai 'Portofolio Sultan' karena lintas direktif yang luas lebih Spesial.
Mengingat sebenarnya jabatan ini adalah jabatan 'hadiah' sekaligus 'kompensasi' atas jasa Presiden kepada seseorang tersebut. Sama-sama tahu lah seorang Luhut Binsar Pandjaitan seperti apa dengan Presiden Joko Widodo bahkan jauh sebelum Joko Widodo bisa sehebat sekarang saat masih di Surakarta. Memang Luhut adalah senior, maka demikian secara politis jelas bahwa Luhut punya andil membesarkan seorang Jokowi sama halnya dengan Prabowo waktu di DKI dan Mega sendiri sebagai Ketua Partai.Â
Jadi kurang lebih ada gambarannya bahwa sosok Menkomarves adalah 3 bahkan 5 tokoh berpengaruh di lingkaran Presiden (biasanya 3 dan 4 itu jadi Mensesneg dan Seskabnya karena di dalam Istana).Â
Kompensasinya jelas, dimana dahulu Luhut Binsar Pandjaitan digadang-gadang menjadi Wakil Jokowi di 2014, urung karena beliau non Muslim dan non Jawa (double minority) dan Jokowi masih awam di Nasional sehingga Wapresnya harus pengalaman maka dipilihlah Jusuf Kalla yang pernah di zaman SBY dan LBP sendiri maklumi dan memang harus seperti itu. Begitu juga di periode kedua, hanya saja perkara dalam rangka memenangkan basis pemilih tertentu dan juga dibutuhkan senioritas dalam ketokohan atau faktor lain yang jelas sekali adalah subyektivitas dari masing-masing pengusung yang mana kita tahu Wapres dimana-mana bukan pandangan dari Capresnya saja namun kesepakatan dari semua pihak yang 'mengangkat' siapapun itu Capresnya.Â
Ya dipilih seorang Ma'ruf Amin untuk jadi Wapres, yang tadinya Mahfud MD pun diberikan 'kompensasi' yang sama atas kesabarannya kepada Jokowi dan para pendukungnya yaitu sebagai Menko Polhukam. Tak kalah strategis dengan Menkomarves. Jadi tak masalah, jika keduanya lebih-lebih LBP tidak menjadi Wapres dan dari situ kita paham apalah arti jabatan seorang Wapres kalau jadi Menko pun tidak kalah bahkan jauh lebih strategis daripada seorang Wapres sekalipun.Â
Berlaku pula di masa kepemimpinan sebelumnya dimana periode pertama SBY ada sosok Aburizal Bakrie sebagai Menko Kesra dan juga periode kedua ada Hatta Rajasa yang notabene besannya sebagai Menko Perekonomian bahkan lebih dari kerja seorang Wapres sendiri yaitu Boediono makanya jarang kesorot sama seperti Wapres sekarang. Bahkan Hatta sendiri oleh karena powerfulnya masuk bursa Pilpres 2014 (singkat cerita jadi Cawapres Prabowo di 2014). Hanya saja Luhut dan Mahfud sendiri tidak gandrung lagi untuk kontestasi serupa. Makanya namanya terbenam oleh sosok yang lebih muda.Â
Kurang lebih seperti itu kalau pada perspektif politiknya tinggal kita lihat saja siapa yang nanti akan 'pantas' menjadi Menkomarves di masa kepemimpinan selanjutnya. Jika santer dikabarkan bahwa andai Prabowo terpilih jadi Presiden selanjutnya, yang menjadi Menkomarves ialah Sandiaga Uno (mantan Cawapresnya dahulu). Dimana nama ini santer muncul bahkan usul dari Menkomarves petahana sendiri ketika LBP diajak untuk ikut serta dalam Pemerintahan Prabowo mendatang, entah jadi Menteri atau Wantimpres yang bersifat penasehat. LBP tegas menolak karena tahu diri perkara usia dan lebih baik diberi kepada yang muda, dan paling dekat dan sudah mendekati potensi ialah kadernya (Prabowo) sendiri yaitu Sandiaga Uno karena belakangan beberapa tugas strategis dan penting diluar tupoksi juga diberikan Jokowi kepada Sandi sama halnya Erick dimana keduanya potensial untuk menjadi Menteri sekelas Koordinator apalagi Sandi lebih besar porsinya. Itu satu, dan apabila Ganjar yang jadi mungkin saja tidak jauh dari nama-nama yang ada di Prabowo lagian bisa dikatakan keduanya masih merepresentasikan Pemerintah sekarang. Kalau dari Koalisi Perubahan yang usung Anies, siapa yang tepat? Bisa jadi tokoh-tokoh yang nanti mendukung Anies namun gagal untuk menjadi Wakilnya Anies oleh karena kesepakatan besar dari para pengusung, dimana tokoh tersebut memang reprentasi perubahan sehingga perlu dipertimbangkan. Analisanya jelas, Sosok seperti AHY barangkali bisa untuk menempati posisi tersebut, gagal jadi Wapres seperti LBP ya bukan tidak mungkin Menko apalagi Menkomarves pasti akan disiapkan oleh Anies apabila jadi Presiden karena asumsinya jelas Menkomarves = Perdana Menteri. Jadi bukan sembarang orang. Kira-kira gambarannya seperti itu. Intinya, siapapun yang jadi Presiden dan siapapun yang menjadi Menkomarvesnya harapan rakyat cuma 1 : semoga AmanahÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H