Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prabowo-Ganjar-Pramono: Nostalgia 2009, Flashback Batutulis

11 Maret 2023   07:00 Diperbarui: 11 Maret 2023   07:27 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo, Menhan Prabowo dan Gubernur Ganjar di Kebumen (Foto by Kemensetneg)

Melalui foto diatas terlihat suasana yang mungkin saja mengingatkan kita pada momen-momen 2009. Sosok Prabowo yang terlihat akrab dengan sosok Ganjar Pranowo, begitu juga dengan Pramono Anung yang notabene kini sebagai Sekretaris Kabinet. Mereka terlihat tertawa lepas barangkali flashback perjalanan politik mereka yang kaya akan pahit dan manis namun semua bisa disikapi dengan indah. 

Tiada yang tahu dan tiada yang pasti intinya semua tidak terduga dimana politik itu bukan matematika. Tidak usah jauh mencari contoh bila melihat didepan mata, bahwa politisi senior yang dulu berlawanan kini bersatu dan berlawanan begitu juga yang berlawanan pun bisa menjadi anak buah bahkan yang tadinya setara sekarang menjadi membawahi. 

Ganjar Pranowo di 2009 merupakan anggota DPR RI yang walaupun 2004 dia tidak terpilih dan menjadi PAW karena sosok sebelumnya mengundurkan diri karena menjadi Dubes. Namun beliau adalah sosok yang vokal dan berkharisma, jiwa aktivisnya ala GMNI dan kebetulan dia adalah loyalis Taufiq Kiemas memperkuat posisi dia sebagai seorang politisi kawakan. Bahkan 2009 dia menjadi satu yang tertinggi walau tidak setinggi seorang Pramono Anung. Betul sekali, dia adalah sosok yang saat Pileg di 2009 (kan timingnya beda dengan Pilpres) menjadi Caleg dengan suara terbanyak saat itu ya sama seperti Puan Maharani sekarang. 

Poin pentingnya, Pramono bukan koalisi Pemerintah melainkan dari Oposisi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono saat itu, yaitu PDIP dibawah Megawati yang saat itu menjadi calon tunggal Capres (namanya juga Ketum) tapi akar rumput saat itu menginginkan 'pembaruan' manakala jika diperbolehkan Megawati menjadi Queen Maker yang hanya mendorong kader terbaiknya untuk ikut serta, saat itu Pramono bisa tinggi pun direspons serius oleh Penguasa saat itu, sekalipun Demokrat menjadi pertama dan PDIP di ketiga beda tipis dengan Golkar. 

Banyak yang memprediksi PDIP sudah punya 'amunisi' kuat dan sewaktu-waktu bisa tumbang apalagi saat itu SBY dan JK seolah menjadi sebuah diskusi besar ketika keduanya seakan membuat matahari kembar. Seolah SBY tidak bisa berbuat apa-apa karena dominasi Golkar yang mana Ketumnya adalah sang Wapres yaitu JK, dan Golkar sendiri di 2004 partai penguasa. 

Ya momentum seperti ini mendorong Oposisi musti bersikap. Terus Prabowo? Dia lahir sebagai sosok yang keluar dari Golkar dan muncul menjadi 'pemain baru' dalam politik. Setahun setelah berdiri, Gerindra juga sudah meraih banyak simpati sebagai 'pendatang' yang bisa menjadi antitesis Penguasa (mirip dengan momentum Nasdem di 2014 lalu, pendatang berhasil dapat kursi). 

Prabowo pun sebagai seorang politisi oposisi kawakan muncul sebagai penantang terkuat Presiden SBY, yang mana jika dia dimajukan bisa menang 1 putaran apalagi kalau sudah mendapatkan 'restu' dari pemimpin oposisi kala itu yaitu Megawati Soekarnoputri. Apalagi akar rumput merasa dia adalah sosok 'flamboyan', bahkan digadang-gadang apabila Prabowo dipasangkan dengan kader PDIP seperti Pramono Anung niscaya akan kuat dan mampu duduki kemenangan mudah.

Pernah membaca sebuah artikel dalam blog, mungkin pernah juga dimuat di salah satu koran. Sebuah opini yang mungkin adalah pengalaman pribadi si penulis yang memuat situasi yang cenderung 'gelap' bukan dalam artian negatif melainkan luput dari sorotan. Kejadian ini berlangsung sebelum Batutulis kurang lebih range waktunya belum begitu lama. Setelah kita tahu bahwa Batutulis merupakan perubahan dari segalanya, atau awal dari konflik apalah itu. Ternyata ada pertemuan intens antara Prabowo dengan punggawanya dengan (Alm.) Taufiq Kiemas bersama loyalisnya termasuk didalamnya adalah Ganjar Pranowo. Antara benar atau tidak, Taufiq Kiemas sebenarnya mendorong Prabowo untuk maju karena dia masih relatif muda (baru) dan punya harapan. Apalagi beliau adalah sosok Militer yang patriot berbanding dengan yang terlalu lembek dan tak bisa banyak berbuat (singgung SBY). Prabowo juga dikenal merakyat dan rendah hati, maka demikian TK sendiri juga berusaha agar kelak Prabowo bisa mendapatkan 'lampu hijau' dari sang istri. Kebetulan kejadian ini terjadi setelah Pileg, dimana mustinya Prabowo bisa jadi Capres kalau Gerindra punya suara yang lumayan, sekitar diatas 10 persen berkoalisi dengan PAN yaitu Soetrisno Bachir. Tapi kurang pas, yasudah PAN kembali mendukung SBY. Prabowo menceritakan perjalanan hidupnya sampai pada momen dia bertemu dengan Gusdur dan hidupnya banyak 'diubah' oleh dia yang mana akhirnya muncul narasi bahwa sosok ikhlas adalah Prabowo. 

Ibarat pertemuan itu lahir sebagai refleksi politik atas apa yang terjadi dan Prabowo ingin berubah. Bahkan didepan semua khalayak, beliau berjanji tidak neko-neko begitu dia diberi kesempatan oleh partai dan mandat dari rakyat menjadi Presiden. Dia tidak ingin berbicara untuk periode mendatang. Melainkan murni 5 tahun alias menjabat 1 periode yang diberi, dan fokus sebaik-baiknya demi perubahan atau reformasi di negara ini. Ganjar pun menjadi saksi bahkan secara personal Ganjar 'jatuh hati' dengan Prabowo dan akan perjuangkan betul bilamana Prabowo jadi Capres, dan singkat cerita malah jadi Cawapres Mega dan Ganjar pun mendapat tempat yang pas disitu. Walau akhirnya gagal ya sudah.

Kira-kira apa yang terjadi bilamana skenario Prabowo sebagai Presiden dengan Pramono Anung sebagai Wakilnya, atau mungkin Megawati menang sebagai Presiden dan Prabowo sebagai Wakilnya? Jawabannya mudah sekali, kalau dari sisi seorang Ganjar Pranowo. Beliau pastinya tidak akan susah lagi untuk menjadi Anggota DPR apalagi tidak jaminan pula dia sebagai seorang Wakil Ketua karena sudah pasti itu dibebankan kepada pengurus yang lebih senior semisal Tjahjo Kumolo (Alm.) yang saat itu juga kebetulan menjabat sebagai Sekjen PDIP. Yang ada malah, karena dilihat sosok Ganjar Pranowo merupakan sosok yang loyal dan militan. 

So pasti, beliau akan mendapatkan posisi penting di Eksekutif sebagai seorang Menteri dalam portofolio strategis atau bahkan Menko pula, yang mana tak kalah powerful dari seorang Wakil Presiden. Mungkin saja ya, seorang Ganjar akan menjadi sosok yang berpengaruh seperti Hatta Rajasa sebagai Menko Perekonomian SBY atau Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menkomarves di zaman Jokowi. Sekuat itu, bahkan jika Prabowo usai di 2014. 

Bukan tidak mungkin Prabowo akan mendelegasikan sosok PDIP yang terbaik antara Pramono Anung dan Ganjar Pranowo sebagai Capres Tunggalnya. Atau kalau Megawati Presiden dan 2014 Prabowo Presiden, Ganjar pun akan jadi Cawapresnya Prabowo (hukum mutlaknya seperti itu). 

Tidak usah susah-susah lagi Ganjar maju sebagai Gubernur Jateng yang awalnya katanya sebagai 'tugas partai' rumornya kala dia sedang asyiknya sebagai seorang Parlemen. Dimana Megawati saat itu khawatir bahwa Bibit Waluyo lebih condong ke SBY apalagi dengan kekalahan Mega di Jateng dan Demokrat menguasai kota-kota besar di Jateng sekalipun PDIP menang tipis di Provinsi, yang mana sosok Gubernur dari PDIP harus kuat dan itu dimiliki Ganjar. 

Setelan seorang Ganjar pun akan berbeda dengan sekarang. Tapi itu tadi, Jokowi pun tidak akan lahir sebagai politisi yang memang lahir dari rakyat bukan sekedar merakyat. Kalo skenario yang diatas terjadi, mungkin saja Jokowi hingga 2015 masih menjabat sebagai Walikota Solo bahkan boro-boro untuk maju di Pilkada DKI. Toh juga kita sama-sama tahu bahwa sebenarnya Megawati pun masih prefer dengan Fauzi Bowo. Cuma sayang, tidak ada reformasi dalam sebagian besar sektor yang selama ini cenderung 'gelap' namun bisa berubah oleh karena Jokowi yang jadi, baik waktu di DKI maupun di Indonesia sendiri. 

Tapi itulah politik, padahal kita juga sama-sama belum bisa memprediksi. Kalau secara pengalaman Jokowi relatif paling rendah namun kita pun bisa melihat bahwa mereka yang senior dan lebih pengalaman malah berada di belakang seorang yang baru. Dimana benar adanya bahwa Jokowi pure lahir dari rahim Reformasi. 

Dibesarkan benar-benar pada masa Reformasi. Berbeda dengan SBY yang mana sejak zaman Orba beliau adalah sosok Jenderal yang kuat sekalipun bukan seorang Panglima seperti Wiranto. Atau seperti 3 orang diatas dimana Ganjar pun sebenarnya sudah populer dikalangan aktivisme GMNI yang mana dia bersama Taufiq Kiemas berjuang menentang Orba sama halnya Budiman Sudjatmiko atau Adian Napitupulu dalam peristiwa Kudatuli. Belum lagi gerakan-gerakan bawah tanah atau advokasinya yang tak kalah menggema. Begitu juga Pramono Anung, itu sudah jelas sekali. Apalagi Prabowo yang mana dia adalah menantu Orba. Cuma keluar dari Golkar dan bentuk Gerindra saja sepertinya dia seakan berkhianat dari pakem Orba. Itulah politik. DINAMIS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun