Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Marak 'Plt' di Tubuh Instansi, Lambannya Realisasi or Safety Player?

11 Februari 2023   17:00 Diperbarui: 11 Februari 2023   17:10 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini juga salah, karena proses pembinaan kosong yang mana sebagian program strategis apalagi lintas Kementerian dan umumnya bersifat kebaharuan dimana ada skema inovasi atau yang sifatnya gagasan dan juga tematik bukan secara umum dilempar kepada vendor yang menjelma menjadi PMO alias Project Management Office. Coba bayangkan, ini jadi semacam KSO alias Kerjasama Operasi yang sebenarnya sifatnya sangat fundamental bahkan larinya bisa dikatakan main aman merupakan pangkal dari Krisis Kepercayaan itu sendiri. 

Instansi tidak percaya diri dan melempar semua kepada pihak ketiga. PMO lebih-lebih seperti skema BUMN yang selalu menyerahkan sebagian proyek mereka kepada investor bukan bekerja secara mandiri sekalipun mereka mampu. 

Terus, apa yang musti dipertimbangkan? Perlunya pengawasan dan dukungan secara independen kepada jajaran Kementerian/Lembaga untuk memperkuat fungsi birokrasi agar lebih transformatif. Sebenarnya lebih baik sekalipun daripada menyerahkan fungsi administrasi birokrasinya kepada Plt sedangkan dalam orientasi program dan realisasinya justru malah lebih dominan PMO. Jalan tengahnya maksimalkan 'orang ketiga' tersebut untuk turut serta dalam proses birokrasi dan diberi kesempatan secara kontraktual yang mana dikaji secara komprehensif bersama jajaran yang bergerak di bidang Reformasi Birokrasi.

Jujur saja, kalau begini caranya bukannya Reformasi yang berjalan malah degradasi fungsi birokrasi karena terkesan birokrasi secara lembaga bukan menjadi 'rumah yang nyaman' bagi masyarakat justru menjadi momok bagi mereka untuk berkembang. 

Manajemen talenta harus diperbaiki secara sharing or transfer knowledgement secara simultan. Potensi-potensi di birokrasi jangan tergerus hanya karena mereka kalah dari ego para Menteri yang 'main aman' dan juga lingkungan yang terlalu bebas. Sebenarnya kurang lebih proses untuk saling menghargai adalah kunci utama. Untuk kedepankan integritas dan profesionalisme bukan hanya sekedar narasi yang ujungnya adalah safety player. Tapi bergerak untuk mengubah dari dalam, meneguhkan bahwa ada tanggungjawab moral didalamnya. 

Jadi pesan saya independensi atau pola kerja sama operasi itu lebih baik dibutuhkan dalam penataan di dalam saja. Semisal untuk pengisian jabatan-jabatan karir maupun dalam tendering yang sebenarnya tidak terlalu menyentuh pada hal yang substansial dan sifatnya sangat penting berbasis kepada isu negara. Apalagi rata-rata PMO sekalipun juga bekerjasama dengan asing. Asing memang tidak ditolak untuk berkolaborasi namun skema transfer or sharing baik teknologinya atau ilmu harus dimaksimalkan. 

Agar kelak kita juga suatu saat dapat mandiri, kalau bahasa ekonomi sekarang ada hilirisasi dari sumber daya di birokrasi itu sendiri bukan serta merta berbasis isu justru melemparkannya kepada yang mumpuni, sementara jabatan tersebut dibiarkan kosong. 

Tapi ujungnya adalah kesia-siaan karena ada indikasi ketergantungan. Lebih baik ajak mereka untuk bersinergi, mungkin pengisian profesional untuk sebagian jabatan penting relevan namun harus dibarengi dengan transfer ilmu tadi antara profesional non karir dengan bawahan yang karir agar kaderisasi itu terbentuk. Sehingga tidak ragu lagi para Menteri/Kepala Lembaga melihat potensi mereka sendiri yang kelak mampu mengejawantahkan semua abstraksi menjadi realisasi sesuai harapan Presiden dan Masyarakat pada umumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun