Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Marak 'Plt' di Tubuh Instansi, Lambannya Realisasi or Safety Player?

11 Februari 2023   17:00 Diperbarui: 11 Februari 2023   17:10 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden melalui Sekretaris Kabinet pada akhir 2022 lalu mengeluarkan Surat Edaran kepada segenap jajaran lembaga negara baik Kementerian maupun Lembaga Non Kementerian (Lembaga Tinggi Negara) untuk segera mengisi posisi pimpinan tinggi (istilah pejabat eselon) baik I atau Madya maupun II atau Pratama. 

Isinya kurang lebih meminta kepada Menteri atau Kepala Lembaga agar segera mempercepat proses pengisian jabatan berkoordinasi dengan Menpan RB selaku Kementerian yang bergerak untuk mengawasi kinerja birokrasi dimana masing-masing Kementerian/Lembaga tentunya akan membentuk Pansel sekaligus membuka komunikasi baik koordinasi maupun konsultasi kepada BKN dan juga KASN. 

Presiden memandang dengan perhatian penuh terkait ritme kerja yang seolah semakin melamban di jajaran pelaksana yaitu tingkat Eselon dimana salah satu yang disoroti ialah kosongnya jabatan dan akhirnya dirangkap oleh jabatan yang setara dengan posisi sebagai Pelaksana Tugas. 

Sebelumnya menyinggung tulisan beberapa waktu lalu, yaitu tentang Direktorat Jenderal Imigrasi yang singkat cerita akhirnya diisi oleh seorang profesional non birokrat yang secara lazimnya tidak berkenan untuk diangkat namun karena situasi yang memang sangat urgent. Akhirnya terbit rekomendasi secara mendalam bahwa posisi ini harus diisi oleh orang yang tepat bahkan dari luar jajaran pemerintah sekalipun. Ternyata tidak hanya Imigrasi saja, melainkan hampir semua K/L banyak sekali yang kosong. 

Kalau untuk Staf Ahli (berbeda dengan Staf Khusus yang bawaan Menteri alias Politis) mungkin tidak terlalu masalah karena mereka tidak memimpin sebuah satuan kerja. Hanya saja bilamana yang kosong ini berada di satker yang strategis apalagi berkaitan dengan realisasi program-program kerja Pemerintah yang utamanya berhubungan langsung dengan masyarakat.

Jujur akan tidak maksimal, sementara kita tahu bahwa seorang Plt tentu memiliki banyak keterbatasan sekalipun dia hanya bertindak berdasarkan SK untuk meneruskan apa yang sudah disepakati pejabat sebelumnya. Namun, akan sangat bertentangan dengan visi Presiden untuk birokrasi mampu bekerja secara 'out of the box' alias keluar dari zona nyaman atau rutinitas.

Judul besar yang ingin saya soroti adalah terkait lambannya pejabat politik yaitu Menteri yang membantu Presiden untuk menguraikan kondisi sumber daya manusia sekaligus secara tidak langsung mereka gagal untuk membina proses birokrasi yang dipengaruhi pada ritme sumber daya yang ada. Jujur saja bahwa indikasinya adalah banyak sekali anggaran tak terserap secara konkrit. Plus lantas saja kemudian saya bisa menyinggung pernyataan Menpan RB terkait 500 Triliun anggaran penanganan kemiskinan terbuang sia-sia alias istilahnya cuma rapat dan studi banding yang sifatnya abstrak. 

Karena pejabat yang mengeksekusi dibawah hanya Plt yang memiliki kewenangan terbatas dan tidak bisa mudah untuk dinamis. Hal ini memang umum terjadi terutama di Kementerian teknis termasuk yang menangani kemiskinan (lintas kementerian) ketika realisasi program tidak berjalan secara konkrit sekalipun serapan memang diupayakan maksimal namun secara planning mereka tidak bisa bekerja secara simultan maupun komprehensif hanya seolah 'copy-paste' saja dikarenakan batasan yang mereka emban sehingga terkesan akan safety player alias main aman saja.

Target yang ditentukan dan disepakati dalam lintas Kabinet yang selalu dipimpin oleh Presiden tentu sangat prestisius, sangat tinggi. Namun alangkah menyedihkan bilamana dijawab dengan minim respon atau sinergi dari pelaksana yang mana secara simple kita bisa menyimpulkan bahwa Kementerian/Lembaga secara fundamental tidak berani bertransformasi layaknya korporasi. Bisa jadi imbas daripada kejadian tersebut, Menteri pun ragu untuk menentukan orang yang matang dan tepat.

Berkaitan dengan Safety Player yang berkorelasi pada realisasi kinerja anggaran berbasis program sangat lambat. Juga membuat sang Menteri juga Safety Player selain dengan menunjuk seorang Plt yang singkat cerita adalah Staf Ahli atau Kepala Satker yang kurang strategis untuk menjabat posisi strategis tentu akan sedikit banyak serampangan juga. Selain kalau pakai motif ekonomi, tentu ada pengorbanan yang minimal dengan hasil yang diharapkan bisa maksimal. 

Seolah Menteri/Kepala Lembaga terkesan 'sayang duit' atau 'sayang ruang' barangkali dimana jika memang tidak optimal ruginya bisa berlipat. Cara akalinya bagaimana? Ini lah kesalahan yang diemban oleh salah satu Kementerian yang akhirnya sempat viral, sebut saja Kemendikbudristek dimana mereka malah justru membuat 'tim bayangan' dengan jumlah ratusan seperti pola kerja bisnis startup. Mereka awalnya adalah vendor yang mana tentunya punya kaitan erat dengan pola kerja Menteri sebelumnya yang memang harus diakui praktik ala pengusaha dipakai dalam birokrasi para Menteri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun