"Keselamatan  Rakyat adalah Hukum Yang Tertinggi"
Penggalan kata seperti ini memang sangatlah umum untuk didengar bahkan diimplementasikan menyikapi situasi sekarang ini. Dimana Pandemi dan krisis turunannya seperti Ekonomi dan Ketahanannya juga melanda sejauh ini, semua harus didasari pada basis kemanusiaan dengan layak. Situasi memang sangatlah sulit bak lingkaran setan, disisi lain kita harus kejar fokus untuk memastikan penyebaran wabah yang sudah setahun lebih melanda ini tidak melonjak parah yaitu dengan intervensi mulai peningkatan kapasitas kesehatan hingga upaya preventif berbasiskan pada Law Enforcement seperti Pembatasan Sosial (Social Distancing/Social Restrictions) terhadap siapa saja yang berpotensi menularkan wabah yang tak kasat mata namun tak kalah berbahaya.Â
Namun kita juga menghadapi situasi dimana ekonomi kita sangatlah tertekan karenanya, akibat skala ketakutan yang mungkin melanda dikarenakan virus ini mungkin sampai sekarang belum mengarah pada tanda-tanda berakhir secara Global, meskipun vaksinasi sudah mulai sekalipun bukan jaminan kita akan pulih dalam waktu yang dekat.Â
Padahal, ekonomi baik tingkat korporasi hingga kita rumah tangga keluarga jujur sangatlah terdampak, bayangkan pengangguran melonjak dan banyak usaha terpaksa tutup hingga tidak bisa makan. Namun, serba salah juga ketika kita memaksakan diri kita juga terdampak tapi jika kita berdiam diri saja yang ada malah kita mati menjadi bulan-bulanan wabah bukan soal virusnya namun kelaparan karena tidak punya penghasilan.
Makanya ini menjadi peran serta Negara untuk bersikap semampu mereka untuk mengatasi situasi sekarang dengan alternative yang sebenarnya belum tentu efektif secara keabsahannya, kalau kita tahu banyak Negara yang langsung lakukan Lockdown sekalipun malahan tetap saja tidak menyelesaikan masalah disamping memang masalah dari rakyat sendiri yang belum sepenuhnya mau bahkan semaju apapun negaranya jikalau hadapan dengan Covid-19 belum tentu sepenuhnya sadar sehingga sukses.Â
Jadi kuncinya adalah kesadaran, namun belum seluruh Dunia kan apalagi tiap Negara punya masalah beragam termasuk India dan juga Indonesia mungkin selalu berkutat pada upaya Ketertiban dan Kedisiplinan yang mengacu pada peduli untuk hidup sehat dan patuh pada protokol kesehatan. Keberhasilan memang belum mendapatkan tempat ditengah dunia sekarang ini. Kita masih dalam situasi berperang, hanya saja kita diperparah dengan narasi yang menyebabkan semua menjadi selesai begitu saja. Nyatanya tidak? Ini soal kepedulian, ini soal kemanusiaan saatnya kita untuk sama-sama tergugah untuk solidaritas, walaupun berjarak namun bermakna.
Kini kita akan berbicara soal India belakangan ini, kayaknya heboh di belantara media massa maupun media baru seperti online. Semua sangatlah tertuju pada negara ini mengingat penularan wabah yang sangatlah luar biasa akibat virus yang akhirnya bermutasi. Sebenarnya sudah banyak negara yang mengalami mutasi terhadap varian virus Covid-19 atau Sars-Cov2, mulai dari Inggris dengan B117Â sejak Akhir tahun 2020 lalu, kemudian ada Virus varian Afrika Selatan, kemudian ada Jepang dengan E484K, lalu Brazil dan juga terakhir India dengan B1617Â ini. Mungkin diantara yang terburuk adalah India ini, mengingat oleh karena penyebarannya yang 98-200 persen lebih cepat dibanding wabah biasa (eksponensial) berpengaruh pula pada tingkat kematian yang sangatlah melonjak tinggi. Tentu sangatlah kaget, mengapa?
Walaupun India terkenal dengan negara yang masih dikatakan berkembang, terutama pola pikir warganya ketika kita tahu manakala mereka melakukan Lockdown pun masih banyak resistensi yang berasal dari dalam yang diakibatkan karena ketidakdisiplinan warganya. Seketika, memang kasus sudah sangatlah berkurang dengan beberapa kali Lockdown Total dan cenderung strict namun akhirnya Pemerintahan India dibawah PM Narendra Modi pun memperkenalkan terobosan baru yaitu Containment Zone, atau dikenal sebagai Wilayah Pengendalian Khusus (NDTV, 2020) yaitu suatu titik dimana terjadi penyebaran lokal yang sangatlah masif dan dilakukan pengendalian seperti Lockdown namun tidak sampai mempengaruhi titik lain, biasanya hanya sekelas Permukiman atau Distrik saja. Sistem ini sudah sangatlah sukses ketika Desember 2020 lalu, India sendiri sudah cukup berhasil menurunkan kasus aktif (malahan Indonesia cenderung tinggi, dan melebihi India).Â
Hingga singkat cerita sistem ini pun diadopsi diawal tahun oleh Presiden RI, Joko Widodo menanggapi lonjakan kasus setelah Natal-Tahun Baru bahkan Presiden beserta jajaran Satgas sendiri merasa PSBB malah cenderung tidak berhasil, maka demikian pendekatannya adalah skala lokal atau mikro. Makanya kita kenal dengan istilah PPKM Mikro atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala Mikro. Konsepnya seperti India yang berbasis Micro Lockdown, yaitu penguatan Tes Lacak dan Isolasi hingga Pembatasan Aktivitas terhadap titik yang dianggap sebagai epicenter bahkan mencapai parah untuk segera ditangani. Pemetaannya bukan lagi melihat zonasi Kota atau Provinsi melainkan tingkat Desa bahkan RT/RW.
Disamping itu pula di India sendiri, sudah cukup berhasil dalam mengendalikan penyebaran setelah vaksinasi sudah berjalan sejak Januari 2021 lalu (sama seperti Indonesia) bahkan yang menjadi poin plus ketika India sendiri sangatlah stabil bahkan siap soal peralatan medis dan pencegahan hingga penanganan yang kurang lebih adalah inovasi dalam negeri.Â
Bayangkan mulai dari Ventilator, Masker, APD dan juga Obat Covid, lalu Alat Tes PCR dan Antigen untuk upaya 3T, hingga vaksin semua adalah produk dalam Negeri berbeda dengan Indonesia yang impor dari sejumlah negara seperti Amerika, Eropa hingga China. Sedangkan, India memang dikenal sebagai Negeri Industri sama halnya China namun secara teknologi masih dibawah China namun perlahan tapi pasti India pun sangatlah Advanced bahkan sudah diakui oleh negara lain sekelas Eropa sekalipun. Sehingga secara daya tahan bisa dikatakan sangatlah mumpuni bahkan banyak yang terinspirasi karena gebrakan India tersebut.
Hanya saja seketika 180 derajat semua berubah sangatlah luar biasa, tentu dikarenakan Pemerintah sendiri yang terlalu hebat merasa jumawa maka demikian cenderung lengah pada situasi. Menteri Kesehatan India, Harsh Vardhan terkesan sangatlah ambisius cenderung hebat sendiri karena kerja kerasnya. Apalagi setelah optimistis bahwa India merupakan negara yang sangatlah gencar dalam hal Vaksinasi ditandai 100 juta vaksinasi yang sudah tercapai sejak Maret 2021 lalu, yang ditopang oleh Vaksin Dalam Negeri yaitu Bharat Biotech yang sempat diincar oleh berbagai negara mengingat dinilai sangatlah efektif untuk menangani Covid, begitu juga kesuksesan Industri India dalam hal Kesehatan menjadikan Negara besar juga bekerjasama dengannya, termasuk Astrazeneca Oxford yang membangun pabrik di India begitu juga rencananya Sputnik Gamaleya dari Rusia juga demikian yang menjadikan India sebagai Pusat Vaksinasi Dunia.
Mungkin, Pemerintah India juga kurang paham tentang vaksin yang tidak sepenuhnya menghilangkan Covid-19 dari Dunia ini, apalagi angka 100 juta belum mencapai Herd Immunity India yang kurang lebih mencapai 80 persen dari populasi yang seharusnya 800 juta warga telah divaksin, India terlalu optimis kapasitas produksi vaksin mereka bisa diandalkan bahkan sampai bisa ekspor ke negara berkembang, termasuk Indonesia dan negara Asia-Afrika lainnya lewat Covax-GAVI yang digagas oleh WHO. (Sydney Morning Herald, 2021).Â
Bayangkan, Pemerintah terkesan abai bahkan meminta siapa saja yang divaksin untuk cenderung longgar pada protokol kesehatan walau situasi belum sepenuhnya aman. Terkesan, ini hanya untuk mencari simpati saja dikalangan Pemerintah yang selama ini dikenal keras terhadap siapa saja yang melanggar protokol kesehatan, puncaknya ketika perayaan Kumbh Mela di Sungai Gangga semua masyarakat terkesan bebas bahkan tidak pakai masker karena merasa bahwa sekarang India sudah terkesan 'Merdeka' dari wabah Covid sejauh ini meski Kemerdekaan hanya cenderung semu atau sesaat saja, tanpa mau berjaga-jaga manakala Gelombang selanjutnya bisa datang kapan saja. Sungguh miris namun menakutkan.
Seketika hal mengerikan terjadi, manakala kasus harian melonjak pada kurva yang cenderung eksponensial baik angka kenaikan kasus maupun kematian. Bayangkan saja, dari kisaran kasus sekitar 8000-9000an kasus dalam waktu 24 jam melonjak menjadi sekitar 100.000 lebih kasus per harinya hingga cenderung eksponensial alias berkali-kali lipat per harinya seiring juga angka kematiannya. Seperti pada awal Mei 2021 ini, angka penambahan sudah mencapai 400.000 lebih per hari dengan kematian mencapai 4000-an per hari.Â
Sungguh sangatlah mengerikan dan seketika saya pun terbayang bilamana situasi serupa terjadi di Indonesia. Benar-benar bisa dikatakan sebagai Tsunami tentunya, mengingat korban berjatuhan begitu saja akibat kekuatan medis pun tidak mampu melampaui lonjakan yang terjadi.Â
Seolah-olah, jangankan untuk pencegahan, untuk pengurusan kematian para korban saja mungkin sudah sangatlah lengah meskipun klaim sebelumnya menunjukkan bahwa India sangatlah mampu bahkan siap menghadapi gelombang berikutnya. Situasi yang memang cukup 'menggila, sangat-sangatlah menggila dan tak terbayang sebelumnya seakan benteng pertahanan yang sudah dipupuk sedemikian rupa jatuh begitu saja dikarenakan kesalahan dari manusia yang membangun sendiri yang merasa paling siap.
Salah satu yang mengejutkan adalah temuan yang dibahas dalam Jurnal Penelitian yang berkutat pada ilmu kedokteran terkenal dan berstandar Internasional, yaitu The Lancet mengungkap sebuah fakta yang sebenarnya cukup mengkhawatirkan bilamana terlihat pada sisi keilmuan. Intinya adalah bahwa sejauh ini yang berlaku di India adalah kegagalan Pemerintah untuk mau menghadapi tantangan yang haruslah berlaku secara sains atau ilmiah.Â
Mereka memang sudah optimis dan merasa berhasil menghadapi tantangan pandemi di 2020 lalu meskipun jalan yang mereka hadapi tentu sangatlah sulit karena berkaitan pada kedisiplinan warganya. Hanya saja mereka seakan lupa bahwa Pandemi ini bukanlah virus yang sembarangan, tidak bisa melalui pendekatan secara sosial atau berkutat pada kepercayaan hanya demi meraih simpati atas klaim keberhasilan mereka melainkan harus transparan pula dengan Evidence Based Policy, jangan terlalu lengah terhadap penyebaran virus, haruslah terus dikaji dan diteliti manakala akan mengembang dan bahkan jauh menakutkan.Â
Tidak serta merta optimistis dari kekuatan vaksin saja. Pemerintah sejauh ini seharusnya belum sepenuhnya mengklaim berhasil bahkan seharusnya merasa bahwa mereka masih memiliki sisi dimana ada sebuah kegagalan dan haruslah diakui dan diperbaiki bersama, bukannya malah ditutupi oleh keberhasilan semu. Sebagai bukti malahan India optimis bilamana mereka membuka kembali izin untuk berkerumun dan bepergian, otomatis tidak sepenuhnya wabah pandemic terjadi tidaklah terbukti malah memperburuk keadaan.Â
Tentu ini merupakan kesalahan merespon dan bisa menjadi pembelajaran negara lain untuk tidak terkesan teledor pada kekuatan. Bahkan ketika mereka sudah lengah dan gagal pun mereka masih terkesan tutup mata bahkan cenderung melawan kritik yang dihadapi. Sudah tentu menjadi preseden buruk kedepan. (The Lancet, 2021)
Bisa dikatakan fenomena seperti ini seperti menjadi Landslide Losing dikarenakan praktik yang mengacu pada Logical Fallacy atau sebuah kesesatan pikir Pemerintah dalam menyikapi dinamika yang ada. memang dahulu mereka dianggap sangatlah mampu namun pada akhirnya menjadi takabur dan jelas terlihat bahwa rakyatlah yang menjadi korban.Â
Oleh karena keegoisan Pemerintah sepihak untuk mendapatkan simpati tertentu, bilamana dikaitkan dengan konteks Politik di India sekarang ini, memang sedang diadakan Pemilihan Umum di berbagai Negara Bagian yang selama ini menjadi incaran untuk dikuasai oleh koalisi Pendukung Pemerintahan Narendra Modi, yaitu BJP (Bharatiya Janata Party) dengan Koalisi NDA (National Democratic Alliance) yang sangatlah dikenal dengan Ideologi Hindutva-nya yaitu cenderung fanatis terhadap Ajaran Hindu. Modi memang dikenal sebagai Perdana Menteri yang cukup berprestasi, buktinya pada Pemilu 2019 lalu, Partainya memenangkan secara besar kursi di Parlemen sehingga Pemerintahannya memimpin kembali begitu pula berbagai Prestasinya menjadikan India sebagai Emerging Nation yang kini diakui Dunia.
Hanya saja, mungkin seakan semua sirna dan jatuh diakibatkan kesalahan Pemerintah yang cenderung abai, dahulu ketika 2020 dimana Modi memutuskan Lockdown Nasjonal dan juga pendekatan tegasnya yang dibangun membuat masyarakat pun simpati terhadapnya yang dinilai berhasil apalagi pendekatan 3T yang dilakukannya menggunakan komponen lokal sehingga sangatlah mumpuni.Â
Hanya saja, beliau seakan lupa begitu saja karena ego politiknya demi menghadapi lawan-lawannya dalam Pertarungan di Negara Bagian seakan melupakan bahaya masih menerpa. Puncaknya ketika ia pun malah terkesan menyambut dan terharu terhadap kerumunan ketika berkampanye di Benggala Barat, Negara Bagian strategis yang menjadi incaran BJP dan Modi. Hanya saja beliau tidak paham bahwa ini berbicara keselamatan, sehingga kampanye yang berjalan menimbulkan malapetaka bukan hanya di Benggala Barat, namun di negara bagian lain yang menggelar Pemilu.Â
Imbasnya apa? BJP mengalami kekalahan besar oleh partai Oposisinya baik di tingkat Pusat yaitu Kongres maupun Koalisi Partai Lokal yang kembali menguasai wilayah-wilayah tersebut. Ini sangatlah buruk, menurut Pengamat Politik ini merupakan pertanda buruk kedepannya untuk Pemilu selanjutnya. Bagaimanakah SIkap Modi? Jelas masih terkesan ambisius, dan malah acuh tak acuh pada keadaan bahkan diperburuk dengan melawan seketika koordinasi dengan jajaran dibawahnya yaitu Pemimpin di Negara Bagian.Â
Sudah banyak Pemimpin Negara Bagian terutama Ibukota Delhi meminta untuk India kembali Lockdown secara Nasional diakibatkan situasi yang buruk, bisa terbayang bahwa India bukan hanya kekurangan vaksin melainkan APD, Alat Tes, bahkan Ventilator dan Tabung Oksigen pun seakan menjadi barang langka, sehingga manakala masyarakat banyak tak tertangani terkesan 'pertumpahan darah' terjadi begitu saja tanpa diduga-duga. Sungguh ironi yang terjadi, namun Pemerintah seakan diam dan tutup mata.
Tsunami itu memang terjadi namun masih dianggap sebelah mata. Padahal ini terkesan bukan mengada-ada ketika banyak tenaga medis juga ikut berguguran karena lengah begitu saja menghadapi lonjakan pasien, sementara tidak ada dukungan signifikan dari pihak Negara untuk mereka. Meskipun klaim Negara masih mampu, sehingga Modi dan jajarannya sendiri masih meminta untuk terus melakukan Micro Lockdown bukan pendekatan secara Nasional dan Total Agresif, mengingat selalu dikaitkan pada konteks Ekonomi ketika pada akhirnya India sempat terjun bebas dalam Perekonomian dan masih menghadapi banyak tantangan walaupun secara Kuartal I kali ini, India sudah terbebas dari Resesi hanya saja banyak kekhawatiran India bisa jatuh begitu saja bilamana ini tidak dianggap serius meskipun Kemanusiaan cenderung dinomorduakan.Â
Kekuatan RS sebesar apapun, secanggih apapun penanganannya tentu akan kelabakan juga menghadapi situasi seperti ini. Oksigen dan Kayu Bakar untuk kremasi seakan menjadi pemandangan biasa disana, malahan menjadi sorotan Dunia tentang kesalahan yang terjadi selama ini. Imbasnya sudah jelas tentu banyak yang bereaksi karenanya, akhirnya ketika Pusat tidak bisa diandalkan kemudian Daerah dalam hal ini Negara Bagian berjalan sendiri-sendiri meskipun mereka paham kemampuan mereka hanya sementara. Diawali dari Delhi sebagai Ibukota Negara memutuskan untuk Lockdown Total meski ditentang oleh Pemerintahan Pusat, Arvind Kejriwal sebagai Pemimpin Delhi merasa bahwa ini tidak bisa ditolerir lagi bahkan Modi pun dianggap sebagai Pemimpin yang kejam dan tak mau mendengar keluhan atau realita yang terjadi.Â
Ibaratnya daripada ICU makin anjlok, RS dan Oksigen sudah benar-benar kolaps akhirnya Lockdown Total dikerahkan diikuti pula oleh Negara Bagian lain seperti Maharashtra, Madhya Pradesh, hingga Tamil Nadu sampai pada akhirnya 50 persen dari total Negara Bagian di India sudah Lockdown Total tanpa 'restu' dari Pusat.
Sekali lagi, ini bukan soal bagaimana kepentingan Politik melainkan ini soal kemanusiaan yang haruslah dinomorsatukan. Ini berbicara keselamatan jiwa bukan soal Virus akan mengenai Pemerintah atau Oposisi namun seluruh rakyat India bahkan imbasnya seluruh Dunia pun akan gempar karenanya. Serbuan Politisi utamanya Oposisi pun lantang menyerang Modi, menganggap bahwa Pemerintah gagal untuk bertanggungjawab, seakan memilih bersahabat pada keadaan. Bahkan salah satu yang sangatlah disayangkan dan dikritik adalah ketika Pemerintahan Modi malah melanjutkan Proyek Prestisius senilai 25 T (jika dirupiahkan) untuk Penataan Kawasan Pusat Pemerintahan India terdiri dari Parlemen, Istana Presiden dan Bangunan Kementerian yang bernama Central Vista Project.Â
Modi dan jajaran beralasan bahwa ini adalah Proyek Esensial dan menjadi kebutuhan rakyat mengingat kedepan Proyek ini adalah titik dimana kepentingan rakyat bisa diakomodir, padahal rakyat saat ini membutuhkan bantuan kesehatan seperti Oksigen dan juga RS yang memadai sedangkan Politisi hanya serius mementingkan egonya. Jelas sangatlah jauh dari nalar Manusia secara sosial manakala bencana terjadi didepan mata malah terkesan memaksakan diri untuk bersolek dengan mengatasnamakan kepentingan Rakyat.Â
Kritik dan serbuan petisi juga tak kalah heboh dari rakyat bahkan desakan meminta Pemerintahan Modi mundur pun semakin menggema hingga hampir seluruh negeri. Bahkan Pemimpin Oposisi dari Partai Kongres yaitu Rahul Gandhi tidak menafikan bahwa aka nada gejolak besar terjadi di Negeri ini yang mana terjadi karena kesalahan Pemimpin diatas selama ini, beliau memang Politisi Vokal namun sikapnya adalah mengesampingkan perlawanan bahkan beliau siap bekerjasama dengan Pemerintahan memberikan alternative membangun dan menyelesaikan situasi seperti ini tapi yang disedihkan Pemerintahan sekarang terkesan menutup pintu bahkan cenderung mengancam siapa saja yang melawan segala langkah yang Pemerintahannya lakukan sejauh ini.Â
Kini rakyat pun hanya bisa berharap pada Pemerintah yang mau peduli terhadap mereka di situasi sekarang ini, umumnya adalah Negara Bagian di India yang berada pada koalisi kontra terhadap Pemerintah yang dinilai lebih responsive pada keadaan. Rating itu pun menurun ketika menurut survey yang dikemukakan YouGov (melalui Reuters, 2021) bahwa jikalau Pemerintahan Federal/Pusat memiliki kemampuan atau dianggap berhasil oleh rakyat dengan persentase 89 persen, maka 2021 di bulan April kemarin seketika terjun bebas ke angka 59 persen bahkan bisa jadi rating ini akan terus menurun seiring kekecewaan diakibatkan krisis ini teruslah terjadi.
Harapannya adalah sekaligus Pembelajaran dari Tulisan ini adalah bahwa Negara harus mau mendengar dan tidak terkesan gegabah atas kekuatan melainkan mau untuk berusaha turun sampai pada titik dimana masalah benar-benar terlampaui. Bukan terkesan menang sendiri bahkan menentang setiap yang tidak sepandangan, konteksnya berbeda dengan Politik. Ini adalah persoalan kemanusiaan dan haruslah ditempatkan pada posisi tertinggi terutama pada situasi krisis sekarang ini. Kurang lebih begitu saja, cukup sekian dan Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H