Dengan memperhatikan jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta jiwa, maka rata-rata setiap orang Indonesia menghasilkan 700 gram sampah/hari. Jika kita mempertimbangkan jumlah penduduk di kawasan Danau Toba yaitu sekitar 200 ribu jiwa, maka setiap hari ada sekitar 74 ton sampah organik yang dihasilkan dari kawasan Danau Toba, atau sekitar 27 ribu ton per tahun. Dan angka tersebut belum termasuk sampah organik akibat dari turis yang berkunjung.
Tingginya produksi sampah organik mengakibatkan tingginya pula potensi ekonomi yang dapat diperoleh. Salah satu kisah nyatanya adalah dari Yayasan Pemilahan Sampah Temesi (YPST) yang terletak di desa Temesi, Bali.
YPST berawal dari sebuah program penelitian kecil untuk pengolahan sampah dengan kapasitas 4 ton/hari di tahun 2004. Setiap hari, truk-truk sampah mengangkut dan mengantar sampah ke tempat pengumpulan. Sampah kemudian dipisah dengan menggunakan tenaga manusia menjadi sampah non-organik dan organik. Sampah organik inilah yang dijual kepada fasilitas daur ulang Temesi.
Proses pengolahan sampah organik dimulai dengan mencacah sampah menjadi ukuran yang relatif kecil. Sampah organik kemudian ditumpuk membentuk gundukan yang setiap 2 minggu sekali dibolak-balik dengan traktor. Blower udara juga disediakan untuk menyuplai oksigen ke gundukan sampah. Setelah 3-4 bulan, pupuk kompos pun telah siap untuk dikarung dan dijual ke pasar atau ke masyarakat sekitar.
Potensi ekonomi dari YPST juga tidak hanya berhenti di penjualan pupuk, tetapi hingga ke penjualan kredit karbon kepada beberapa institusi. Pembukaan fasilitas daur ulang sebagai salah satu tempat wisata dan edukasi juga memungkinkan selama tempat pengolahan dikelola semenarik mungkin bagi turis.
Dari segi sosial, YPST juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ikut langsung dalam pengolahannya, seperti melalui skema baru 'Bank Sampah'. Bank sampah mirip dengan bank keuangan lainnya. Hanya saja yang membedakannya adalah di bank sampah, yang ditabung adalah sampah.
Masyarakat diajak untuk memilah sampah menjadi sampah organik dan non-organik, lalu menyetornya ke bank sampah. Setiap transaksi tersebut kemudian dicatat di buku tabungan yang dipegang oleh nasabah atau dicatat di buku bank. Pada akhirnya, sampah yang telah ditabung dapat diubah menjadi uang dan dapat ditarik oleh nasabah.
Skema bank sampah juga tidak hanya menguntungkan bagi masyarakat. Pihak pendaur ulang juga diuntungkan karena dapat mengurangi biaya operasional seperti biaya pemilahan dan pengumpulan sampah.
Menarik-kan?
Sampah yang tidak dikelola dengan baik, tidak akan membawa manfaat dan hanya akan menambah masalah bagi lingkungan. Melalui skema pengolahan sampah yang baik, maka akan membuka peluang baru dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Produksi pupuk, tempat wisata dan edukasi, atau bahkan secara langsung dapat menjadi sumber pemasukan bagi masyarakat sekitar adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh. Ini menunjukkan suatu siklus pengembangan yang berkelanjutan.