Hal-hal semacam ini sudah selayaknya perlu segera ditangani, sehingga perlakuan aparat tidaklah membuat seorang pemuda Indonesia tidak merasa dia ‘hanya’ dan ‘cuma’ remah-remah tak berarti di Republik yang seperti masih mirip kerajaan, yang efeknya melahirkan pemuda yang tidak percaya diri, tak cinta negeri, sehingga mudah termakan hasutan dari pihak-pihak yang ‘seolah-olah’ lebih menghargainya. Kondisi lemah ini jangan terus dibiarkan dan tidak lagi selalu menjadi alasan sebagai pintu –pintu masuk bagi organisani-organisasi jahat beraliran sesat dan paham radikal yang ingin mengancam negara.
Buah alam demokrasi semakin menjurus kejurang pemisahan antara warganegara dengan negerinya sendiri. Pilihan seorang warga untuk tak menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila dan UU negara menjadi syah-syah saja dan terabaikan manakala sudah menyangkut urusan perut dan terlukanya hargadiri seorang warganegara. Salah satu penyebabnya dari perilaku ceroboh abdi negara yang masih menganggap dirinya juragan dari warganya sendiri.
Barangkali banyak yang tak menyadari bahwa pedesaan sebagai ujung tombak tempat lahirnya bibit-bibit pemuda/buruh potensial yang nantinya akan mendatangi, berbaur dan memenuhi perkotaan. Perkotaan adalah tempatnya ajang pertempuran segala kehidupan berbau matrealistis, disanalah justru seseorang akan diuji akhlak dan kecintaannya pada negara. SDM tanpa dibekali ilmu yang cukup, maka kerugian akan berdampak ditanggung semua pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H