Mohon tunggu...
Feliks Janggu
Feliks Janggu Mohon Tunggu... Freelancer - Warga biasa di Kota yang ditata sangat luar biasa, Labuan Bajo

Anak asli Mabar nTt

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

"Roma" Terapkan Hukum Islam?

2 Mei 2019   17:20 Diperbarui: 2 Mei 2019   18:28 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Insiden kecil ini jangan sampai terulang lagi. Bulan lalu, saat hendak menerima Menteri ESDM Jonan, Kamis 11/4/19/ di Labuan Bajo-Komodo, respon tak terduga diperlihatkan salah satu staf kementerian ESDM.

Saat tetua adat berdiri dengan seragam kebesaran tradisional untuk menyambut menteri Jonan, seorang protokol kementerian  mengambil bir (pengganti arak) dari tangan tetua adat lalu menggantinya dengan segelas air aqua.

Tindakan itu memantik kemarahan Kabag Humas Pemda Manggarai Barat. Saya juga terbawa perasaan, ikut marah. Saya yang lahir dari tanah ini, lahir dari kebudayaan ini sangat paham tindakan itu sangat melecehkan budaya kami.

Ibaratnya tuan rumah dan tamu. Gimana bisa seorang tamu seenaknya mengatur tuan rumah cara yang adab menyambutnya dan harus mengikuti apa yang menurutnya baik. Bukankah ini perilaku tamu yang kurang ajar?

Mengganti bir dengan aqua dalam konteks penyambutan adat menjadikan penyambutan itu tak bermakna apa-apa dan sebuah pelecehan terhadap kebudayaan saya. Apakah ini dibiarkan?

Lupakan itu, seperti di tempat Anda, kampung saya juga mempunyai adab sendiri dalam menerima tamu yang datang dari luar. Adab lokal itu pun sebagian sudah mengakarkan budaya toleransi beragama dalam keseharian hidup masyarakatnya, termasuk menghargai adab halal dalam perspektif Islam.

Dua sepupu saya muslim, dan kaka kandung saya muslim mengikuti istrinya. Dalam keseharian sharing makanan di kampung, adab menghargai makanan halal menjadi kewajiban kami. Itu syarat untuk menjaga kesatuan dan cinta di antara kami.

Jadi Kementerian Pariwisata tak usah ragu jika wisatawan muslim datang ke sini, kami akan memberinya pelayanan maksimal, dan tidak akan menodai keyakinannya.

Namun mengorbankan budaya kami hanya supaya wisatawan muslim lebih banyak datang ke sini itu tidak adil. Kami pasti menolak!

Bicara kuliner halal, nyatanya semua restoran di Kota Labuan Bajo-Komodo ini dominan restoran halal lantaran pemiliknya kebanyakan orang Surabaya, Bandung dan Padang. Kami belum cakap membuka warung makan.

Makanan non halal praksis hanya warung Sei Babi tapi itu pun termasuk kategori makanan mahal bagi kami. Mungkin hanya sekali setahun kami memasuki restoran non halal ini, sisa waktunya semua masuk di masakan padang yang murah meriah itu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun