Orang Jawa masih sangat percaya dengan keadaan sang pencipta, maka dalam budaya jawa banyak terdapat upacara-upacara syukuran yang bertujuan untuk mengucapkan syukur kepada sang pencipta. Sehingga orang jawa juga disebut orang yang penuh syukur dan selalu ingat kepada tuhannya. Selain itu manusia jawa juga manusia yang memiliki rasa yang halus dan seorang peimikir yang reflektif.
Maka dari itu selain bersyuykur ada beberapa tradisi jawa yang bertujuan untuk prihatin terhadap suatu hal tertentu. Maka dari itu dalam pepatah jawa menyebutkan "eling lan waspodo", yang artinya sebagai manusia khusunya manusia jawa maka harus selalu ingat akan tuhannya dan waspada terhadap sikap angkara duniawi.
Dari sikap yang reflektif tersebut menunjukkan ada kemauan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.Eling juga berarti bahwa manusia juga tidak luput dari kesalahan dan harus lebih bijak dalam mengambil sebuah keputusan.
Dalam upacara mubeng benteng ada beberapa simbol yang direpresentasikan melalui beberapa hal dan pemaknaan terhadap simbol tersebut. Endah menyebutkan "Pada dasarnya tradisi mubeng beteng merupakan wadah dari ungkapan rasa prihatin, yang disertai dengan sikap membisu yang esensinya tergantung dari kepercayaan masing-masing orang yang mengikutinya" (Endah Susilantini : 2007).
Rasa prihatin ini berkaitan dengan introspeksi diri terhadap sikap,perilaku ataupun perbuatan selama tahun kemarin. Bisu atau tidak berbicara saat melakukan upacara ini merepresentasikan berbicara kepada diri sendiri secara reflektif.
Upacara ini bermakna reflektif secara simbolik, maka dari itu orang awam atau orang yang berasal dari luar Yogyakarta akan kebingungan mengenai tujuan dari upacara ini. Selanjutnya upacara ini juga menujukkan bahwa orang jawa adalah manusia yang selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dengan pola pikir reflektif.
Jika dalam kebudayaan lain tahun baru selalu dikaitkan dengan pesta dan kemeriahan, tetapi perayaan  tahun baru jawa berbeda dengan kebudayaan lainnya. Seperti tahun baru cina selalu dirayakan dengan barong sai dan pesta-pesta kemeriahan lainnya berbeda dengan tradisi jawa yang justru melakukan introspeksi diri dengan cara mubeng benteng.
Dari hal tersebut terlihat bahwa manusia jawa adalah manusia yang simbolik. Kebahagiaan tidak selalu identik dengan perayaan sesuatu yang meriah dan pesta tetapi justru mengarah kepada sesuatu yang lebih dalam, yaitu refleksi dan introspeksi diri. Selain itu upacara mubeng benteng juga representasi manusia jawa yang ingat kepada tuhannya.
Dengan cara bersyukur dan berefleksi maka manusia jawa secara simbolik selalu percaya atas kebesaran tuhan yang sudah terjadi. Tanpa kehendak yang maha kuasa, maka harapan tidak akan tercapai. Selain itu refleksi diri dengan mubeng benteng ini berarti manusia jawa memiliki sifat "eling lan waspodo".
Eling ditunjukkan dengan bahwa manusia jawa selalu ingat terhadap keterbatasan dirinya, sehingga beberapa kali membuat kesalahan dan waspodo ditunjukkan dengan merefleksikan kesalahan tersebut sehingga untuk kedepannya tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Pesan yang dapat diambil dari tradisi ini adalah bagaimana manusia memaknai suatu proses. Membisu dan berefleksi akan suatu hal adalah salah satu cara manusia dalam memaknai suatu proses agar menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya.