Mohon tunggu...
Felicia Hanna Serevin
Felicia Hanna Serevin Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

XI IPS 1 - 12

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Adik Ipar

21 November 2020   19:54 Diperbarui: 17 Maret 2022   17:56 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Untung aku punya adik-adik yang tidak banyak komentar mengenai kehidupanku," begitu tulis Uli di status WA-nya. Begitu rupanya, memang tidak salah si Uli menyindir Ros yang menjadi perwakilan dari kami semua untuk menegurnya.

            "Aku pikir tidak apa-apa kalau kita yang disindir di statusnya, asal jangan sampai bapak mamak yang disindir," ucap Caca.

Yang diucapkan Caca benar. Selama masih kami saudara iparnya yang disindirnya di status WA, itu tidak apa-apa. Lagipula saudara ipar tidak memengaruhi banyak jadi tidak perlu kesal. Aku memutuskan untuk menghiraukan sejenak masalah hari ini.

Hari berlalu. Kalender menunjukkan bahwa hari ini adalah akhir pekan. Artinya hari ini aku akan ke rumah Uli. Aku pun mencicil pekerjaan-pekerjaan rumah yang biasa ku kerjakan bersama anak-anakku sebelum berangkat ke rumah Uli agar rumah sudah bersih ketika kami pergi.

Menit per menit berlalu. Aku tidak membuka handphone dalam waktu yang lama. Ketika kunyalakan handphoneku, grupku dengan adik-adik perempuanku sudah ramai ternyata.

            "Astaga sis, coba lihat dulu status WA terbaru Uli. Lagi makan-makan dia," begitulah caption Ros pada screenshot status Uli yang ia kirim di grup.

            "Itu bukannya makanan-makanan mahal dan yang setengah matang ya? Itu kan tidak baik bagi bumil. Apa yang dia pikirkan!" respon Arin yang paham hal seperti ini karena bekerja di bidang medis.

Aku kesal. Setelah bersandiwara dengan mamak, Uli berulah. Mamak sudah mengirim semua uang yang kuberikan untuk simpanan Uli. Namun, lihat apa yang Uli perbuat. Ia malah membeli sesuatu yang hanya ia inginkan sendiri. Secara tidak langsung dalam hal kecil seperti ini, ia telah menipu mamak. Sungguh keterlaluan!

            "Ma, kata papa jadi ke pasar tidak? Keburu semakin siang nih, nanti tidak sempat beli buahnya," panggil  Abby, putri bungsuku sambil menghampiriku. Aku sedang kesal. Aku rasa tidak baik jika bertandang namun suasana hati sedang kesal seperti ini.

            "Enggak dulu deh nak, kasitau papa ya," ucapku padanya. Tak lama setelah itu, Berton menghampiriku.

            "Kenapa enggak jadi?" tanyanya langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun