Pada hari Jumat, 22 Maret 2019, saya dan beberapa teman lainnya yaitu Nixie, Jocelyn, Priska, Eirene, dan Leo pergi berkunjung ke salah satu tempat bersejarah yang ada di Rengasdengklok. Tempat tersebut adalah Museum Pengasingan Soekarno dan Hatta. Kami sudah merencanakan kunjungan ini sejak seminggu sebelumnya. Kami pergi dari Cikarang sekitar jam 13.00 sepulang sekolah.Â
Perjalanan menuju Rengasdengklok memakan waktu sekitar satu setengah jam dan kami hampir tidak pernah merasakan kemacetan. Jalanan yang kami lewati pun tidak seperti jalanan yang sering ditemui di Jakarta.Â
Di sepanjang jalan yang kami lewati, kami banyak melihat sawah-sawah, perkebunan, dan banyak pepohonan. Daerahnya pun jauh dari kata keramaian. Di dekat museum tersebut kami dapat melihat sebuah taman dimana di taman tersebut terdapat sebuah tugu yang menandakan bahwa Soekarno dan Hatta pernah diasingkan di daerah tersebut. Setelah sampai di taman tersebut kami masih harus memasukki sebuah gang yang sempit.Â
Di dalam gang itulah terdapat sebuah rumah tempat pengasingan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dahulu sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tidak heran mengapa Soekarno dan Hatta diasingkan di daerah tersebut. Daerah tersebut bisa dibilang sebagai daerah pelosok, terpencil, dan jauh dari keramaian.
Awalnya saya dan teman-teman berpikir bahwa rumah tersebut adalah rumah replika yang sengaja dibuat agar bisa dikunjungi oleh khalayak umum. Tetapi ternyata saat kami bertanya kepada salah satu ibu keturunan Tionghoa yang menjaga rumah tersebut, beliau mengatakan bahwa rumah tersebut bukanlah rumah replika. Melainkan rumah tersebut adalah rumah orisinal tempat pengasingan Soekarno dan Hatta. Bukan hanya rumahnya saja yang asli namun barang-barang seperti kasur, lemari, meja, kursi dan lain sebagainya juga asli.
Mungkin masih banyak yang belum tahu bahwa rumah yang digunakan sebagai tempat pengasingan Soekarno dan Hatta adalah rumah seorang bapak keturunan Tionghoa. Bapak tersebut bernama Djiauw Kie Siong. Beliau dengan baik hati mengizinkan rumahnya untuk dipakai. Rumah tersebut digunakan oleh para pemuda pada tanggal 16 Agustus 1945 untuk meminta Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.Â
Dimana pada saat itu Soekarno, Hatta, dan golongan tua menginginkan agar proklamasi dilaksanakan melalui PPKI sedangkan golongan muda menginginkan proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai sebuah badan buatan Jepang.Â
Pengasingan ini dilakukan agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Golongan muda khawatir bahwa kemerdekaan yang diraih dari hasil perjuangan bangsa Indonesia seolah-olah menjadi sebuah pemberian dari Jepang.Â
Sehingga dari hasil pemikiran tersebut, golongan pemuda mengadakan perundingan pada 15 Agustus 1945. Dimana dalam perundingan tersebut golongan muda memutuskan agar pelaksanaan kemerdekaan Indonesia tidak boleh berkaitan dengan Jepang. Hal tersebut disampaikan kepada Soekarno pada malam harinya namun Soekarno menolak. Sehingga para pemuda membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pukul 03.00 WIB.
Di dalam rumah tersebut kami masih dapat melihat beberapa ornamen khas Tionghoa seperti meja sembahyang beserta dengan buah-buahannya, gantungan-gantungan berwarna merah dengan tulisan cina, dan taplak meja berwarna kuning. Rumah tersebut dijaga dengan sangat baik. Disekitar perkarangan rumah, terdapat sebuah warung yang disediakan untuk masyarakat yang datang berkunjung.Â
Rumahnya pun masih sangat rapih. Benda-benda peninggalan baik dari Bapak Djiauw Kie Siong ataupun para pemuda beserta Soekarno dan Hatta masih tertata dalam sebuah lemari. Di dalam rumah itu terdapat banyak sekali penghargaan-penghargaan yang didedikasikan kepada Bapak Djiauw Kie Siong atas jasa beliau yang sudah memberikan tempat bagi para pemuda saat mengasingkan Soekarno dan Hatta. Terdapat juga gambar-gambar Ir. Soekarno yang dibingkai dan dipajang di bagian dinding rumah tersebut.
Disana, kami bisa melihat dua buah kamar yang disediakan untuk Soekarno dan Hatta saat pengasingan. Pada masing-masing kamar terdapat sebuah kasur beserta dengan bantal dan guling. Menurut penjaga rumah, barang-barang tersebut bukan replika dan masih dijaga dengan baik hingga hari ini agar tidak terjadi kerusakan. Di dalam salah satu kamar tersebut, terdapat sebuah meja dan kursi yang masih terbuat dari kayu.Â
Terlihat dari bentuknya meja dan kursi tersebut sudah mulai rapuh. Sebagai tamu dan masyarakat yang datang berkunjung ke tempat bersejarah tersebut, kami dihimbau untuk tidak merusak semua properti yang ada di rumah tersebut. Pada kasur, terdapat sebuah tulisan yang menghimbau masyarakat untuk tidak duduk atau berbaring. Termasuk pada sebuah meja dan kursi dalam kamar itu. Kami juga tidak boleh menduduki atau memegangnya.Â
Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa semua barang-barang yang ada di rumah itu termasuk kasur, meja, dan kursi merupakan barang bersejarah dan sudah lama sehingga dapat dengan mudah rusak.
Terdapat juga sebuah buku tamu yang disediakan dalam rumah tersebut. Dari buku tamu tersebut kami melihat bahwa kebanyakan tamu yang datang berkunjung merupakan kalangan siswa dan mahasiswa. Sehingga bisa disimpulkan bahwa rumah ini sering dijadikan sebagai wisata sejarah oleh para murid dan anak muda. Perlu diketahui bahwa rumah tersebut bukan hanya dijadikan sebagai wisata sejarah namun masih digunakan sampai hari ini oleh ibu yang menjaga rumah tersebut. Pada bagian depannya memang digunakan sebagai museum namun pada bagian belakang rumah tersebut, masih dipakai sebagai tempat tinggal.
Mengunjungi museum pengasingan Soekarno dan Hatta merupakan sebuah pengalaman yang menarik bagi saya. Menurut saya, rumah pengasingan ini merupakan tempat bersejarah yang harus dikunjungi. Sebelum sampai ke rumah tersebut, kami bisa melihat bahwa jalan yang dilewati tidaklah mudah. Betapa pelosoknya rumah tersebut dan gang kecil yang harus kami lewati untuk menuju ke rumah tersebut.Â
Apalagi akses pada saat itu tidak semudah sekarang. Sehingga wajar saja apa bila golongan muda membawa Soekarno dan Hatta ke tempat tersebut. Sesuai dengan tujuan para golongan muda, tempat tersebut jauh dari kata keramaian sehingga sedikit kemungkinannya bagi Soekarno dan Hatta terpengaruh oleh Jepang.Â
Hal yang membuat museum tersebut semakin menarik adalah properti yang ada di rumah tersebut. Barang-barang yang terdapat disana merupakan barang-barang otentik hasil peninggalan Bapak Djiauw Kie Siong dan Soekarno serta Hatta. Sangat menyenangkan bisa melihat kamar yang ditempatkan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta saat beristirahat sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai generasi muda menurut saya, museum ini bisa menjadi salah satu alternatif destinasi wisata bersejarah. Sebagai generasi muda juga, kita wajib mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan sejarah Indonesia agar kita tahu bahwa kemerdekaan yang diraih oleh para pahlawan zaman dulu tidaklah mudah. Kita juga harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi salah satu caranya dengan mungunjungi Museum Pengasingan Soekarno Hatta ini. Banyak sekali ilmu-ilmu baru yang saya ketahui dengan berkunjung ke museum tersebut.Â
Salah satunya mengetahui bahwa pemilik rumah pengasingan itu adalah seseorang keturunan Tionghoa. Tidak ada ruginya mengunjungi museum-museum nasional Indonesia, yang ada dengan mungunjungi museum tersebut kita bisa lebih mengenal negara dan para pahlawan.Â
Kita juga perlu mengingat bahwa apa yang kita rasakan saat ini merupakan hasil dari jerih payah dan tumpah darah dari para pahlawan. Sehingga mengunjungi salah satu tempat bersejarah bisa menjadi salah satu cara untuk menghargai dan mengingat perjuangan-perjuangan para pahlawan sebelum Indonesia meraih kemerdekaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H