Mohon tunggu...
Fekarimba SW.
Fekarimba SW. Mohon Tunggu... Pengangguran -

VK

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Halte Unik

26 Juli 2018   18:26 Diperbarui: 26 Juli 2018   23:30 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Teman saya cemberut-cemberut. "Ini gimana, sih?" katanya sebal. Saya kebetulan sedang duduk di sebelahnya. Dia melihat ke saya, kemudian menunjukkan foto di smartphonenya; foto halte bis yang persis di depannya ada jalur taman. "Lihat, nih."

Saya ikut memperhatikan sebentar. "Kenapa? Ooh, tamannya? Itu kan hanya karena baru di tanam saja. Nanti sebentar lagi juga jadi hijau tamannya."

"Bukan masalah itu!" Teman saya jadi tambah sewot. "Nggak lihat itu tamannya nutupin halte? Itu haltenya jadi keputus sama jalan raya. Gimana orang-orang nanti mau kalau mau naik bisnya? Lompatin taman? Terbang?"

"Emang bisa?'

'Apa?" 

"Terbang."

"Ya nggak bisa! Makanya. Gimana caranya, coba?"

Saya memperhatikan lagi fotonya. Kali ini agak serius. Jadi ada halte bus, di depannya ada jalur hijau - - mungkin selebar 3-5 meter - - yang menutup halte bus dengan jalan raya. Seandainya ada bis yang berhenti, maka tidak bisa menepi hingga ke haltenya. Hehehe. Aneh juga. 

"Gimana, coba?" 

"Ya lewat saja. Injak-injak tamannya."

"Kalau penyandang disabilitas? Orang tua? Atau, yang lebih sepele, perempuan pakai sepatu hak tinggi - - kalau hujan?" 

"Ya becek." - - eh - - maksudnya tamannya yang becek, bukan - - 

'Gimana?' 

Ya tidak tahu. Ini kenapa jadi saya yang diomel-omelin,ya? Memangnya saya yang bikin? "Ya sudah," saya garuk-garuk kepala. Nanti kalau ada bis mau berhenti di situ, bilang saja suruh langsung naik ke tamannya. Rusak biarin. Berhenti tepat di di dekat halte. Kalau diomelin, bilang begini, 

"Salah saya apa, Pak? Itu halte bis. Saya berhenti tepat di depannya. Dekat-dekat supaya penumpang  bisa mudah naik. Lebih aman juga. Memang sudah seharusmya seperti itu. Ini halte bis, bukan bandara. Memang saya kelihatan seperti pilot atau bagaimana?" 

Teman saya langsung mengotak-atik smartphonenya lagi. Saya jadi khawatir. Lirik-lirik kecil. Jangan-jangan ucapan saya tadi disampaikan ke para sopir bis. Kalau iya, lalu beliau-beliau jadi seperti itu semuanya? Saya kan jadi tidak enak juga. 

-- maksudnya lalu beliau-beliau beralih jadi pilot semuanya. Siapa nanti yang jadi supir bis, coba?

Mikiiir.  

Serius, Pak. Miikiir.

-gwvk-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun