"Ya becek." - - eh - - maksudnya tamannya yang becek, bukan - -Â
'Gimana?'Â
Ya tidak tahu. Ini kenapa jadi saya yang diomel-omelin,ya? Memangnya saya yang bikin? "Ya sudah," saya garuk-garuk kepala. Nanti kalau ada bis mau berhenti di situ, bilang saja suruh langsung naik ke tamannya. Rusak biarin. Berhenti tepat di di dekat halte. Kalau diomelin, bilang begini,Â
"Salah saya apa, Pak? Itu halte bis. Saya berhenti tepat di depannya. Dekat-dekat supaya penumpang  bisa mudah naik. Lebih aman juga. Memang sudah seharusmya seperti itu. Ini halte bis, bukan bandara. Memang saya kelihatan seperti pilot atau bagaimana?"Â
Teman saya langsung mengotak-atik smartphonenya lagi. Saya jadi khawatir. Lirik-lirik kecil. Jangan-jangan ucapan saya tadi disampaikan ke para sopir bis. Kalau iya, lalu beliau-beliau jadi seperti itu semuanya? Saya kan jadi tidak enak juga.Â
-- maksudnya lalu beliau-beliau beralih jadi pilot semuanya. Siapa nanti yang jadi supir bis, coba?
Mikiiir. Â
Serius, Pak. Miikiir.
-gwvk-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H