Teman saya cemberut-cemberut. "Ini gimana, sih?" katanya sebal. Saya kebetulan sedang duduk di sebelahnya. Dia melihat ke saya, kemudian menunjukkan foto di smartphonenya; foto halte bis yang persis di depannya ada jalur taman. "Lihat, nih."
Saya ikut memperhatikan sebentar. "Kenapa? Ooh, tamannya? Itu kan hanya karena baru di tanam saja. Nanti sebentar lagi juga jadi hijau tamannya."
"Bukan masalah itu!" Teman saya jadi tambah sewot. "Nggak lihat itu tamannya nutupin halte? Itu haltenya jadi keputus sama jalan raya. Gimana orang-orang nanti mau kalau mau naik bisnya? Lompatin taman? Terbang?"
"Emang bisa?'
'Apa?"Â
"Terbang."
"Ya nggak bisa! Makanya. Gimana caranya, coba?"
Saya memperhatikan lagi fotonya. Kali ini agak serius. Jadi ada halte bus, di depannya ada jalur hijau - - mungkin selebar 3-5 meter - - yang menutup halte bus dengan jalan raya. Seandainya ada bis yang berhenti, maka tidak bisa menepi hingga ke haltenya. Hehehe. Aneh juga.Â
"Gimana, coba?"Â
"Ya lewat saja. Injak-injak tamannya."
"Kalau penyandang disabilitas? Orang tua? Atau, yang lebih sepele, perempuan pakai sepatu hak tinggi - - kalau hujan?"Â