Mohon tunggu...
Ferra ShirlyAmelia
Ferra ShirlyAmelia Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - istri yang suka menulis dan minum kopi

senang bekerja dan belajar dari rumah

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Keuangan 2025: Mengatasi Doom Spending dan Tantangan Perbankan

14 Januari 2025   23:04 Diperbarui: 14 Januari 2025   23:41 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2025 menghadirkan tantangan baru bagi masyarakat dan sektor ekonomi. Salah satu fenomena yang perlu mendapat perhatian adalah doom spending, yaitu kebiasaan belanja berlebihan sebagai respons terhadap tekanan ekonomi atau emosional. Di sisi lain, perbankan yang menghadapi tekanan utang jatuh tempo berpotensi mempermudah akses kredit, sehingga masyarakat semakin mudah terjebak dalam perilaku konsumtif. Untuk memahami dan menghindari dampaknya, mari kita telaah doom spending secara lebih sederhana.

1. Apa Itu Doom Spending?

Doom spending adalah perilaku konsumtif yang muncul akibat kecemasan, ketidakpastian, atau tekanan emosional. Ketika seseorang merasa hidupnya sulit atau tidak stabil, mereka cenderung mengalihkan perhatian pada belanja impulsif sebagai bentuk pelarian. Sayangnya, kepuasan yang didapat hanya sementara, sedangkan dampaknya terhadap keuangan bisa sangat serius.

Contoh Doom Spending dalam Kehidupan Sehari-Hari:

Anak Muda:

  • Membeli gadget terbaru meskipun yang lama masih berfungsi dengan baik, hanya karena ingin terlihat mengikuti tren.
  • Belanja barang fashion atau aksesoris mahal setelah melihat promosi di media sosial, meski sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
  • Membayar layanan langganan streaming atau hiburan premium secara impulsif karena ingin melupakan stres pekerjaan atau kuliah.

Orang Dewasa atau Orangtua:

  • Mengambil cicilan kendaraan baru meskipun kondisi keuangan sedang ketat, hanya karena merasa malu menggunakan kendaraan lama.
  • Belanja makanan atau barang mewah yang tidak sesuai anggaran sebagai bentuk "reward" setelah merasa lelah bekerja.
  • Membeli produk investasi yang belum dipahami risikonya, karena tergiur promosi atau tekanan sosial dari teman.

2. Mengapa Doom Spending Bisa Berbahaya?

Doom spending sering kali tidak disadari hingga akhirnya berdampak buruk pada kondisi keuangan seseorang. Beberapa bahayanya seperti:

  • Meningkatkan Utang Konsumtif: Pembelian impulsif yang sering kali dilakukan dengan menggunakan kartu kredit atau pinjaman.
  • Mengurangi Kemampuan Menabung: Pengeluaran untuk hal-hal yang tidak penting menggerus dana yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan mendesak atau masa depan.
  • Stres Finansial: Alih-alih membantu mengurangi stres, doom spending justru menambah beban karena utang yang terus bertambah.

3. Lalu, Apa Kaitannya dengan Strategi Perbankan di 2025?

Perbankan menghadapi tekanan besar akibat utang jatuh tempo dan perlambatan ekonomi. Untuk menjaga arus kas, banyak bank yang mempermudah akses kredit, seperti menawarkan pinjaman berbunga rendah, cicilan ringan, atau program "paylater". Strategi ini mendorong masyarakat untuk terus berbelanja meskipun tidak mampu membayar secara tunai.

Potensi Masalah:

  • Over-leverage: Banyaknya masyarakat yang meminjam di luar kemampuan bayar, sehingga utang konsumtif menumpuk.
  • Kredit Macet: Jika banyak nasabah gagal bayar, rasio kredit macet (NPL) perbankan akan meningkat, mengancam stabilitas sistem keuangan.

4. Bagaimana Cara Terbebas dari Doom Spending dan Utang Berlebih?

Agar tidak terjebak dalam lingkaran doom spending, ada beberapa langkah yang bisa diambil:

Meningkatkan Kesadaran Finansial: Pahami bahwa belanja impulsif tidak menyelesaikan masalah. Buat rencana anggaran yang jelas, pisahkan antara kebutuhan dan keinginan, serta disiplin dalam mengikuti anggaran tersebut.

Belajar Hidup Sederhana: Hidup sederhana adalah kunci untuk terbebas dari tekanan gaya hidup konsumtif. Beberapa langkah praktis:

  • Anak Muda: Fokus pada pengembangan keterampilan atau pengalaman, daripada membeli barang mahal yang hanya memberi kepuasan sementara.
  • Orangtua: Prioritaskan kebutuhan keluarga, seperti pendidikan anak atau tabungan masa depan, daripada barang-barang mewah.

Pahami dan Hindari Penggunaan Kredit: Hindarilah utang, termasuk penggunaan kartu kredit atau layanan "paylater", yang sering kali memicu perilaku konsumtif. Optimalkan usaha dengan memanfaatkan potensi yang ada. Kalaupun berutang, pastikan tujuannya adalah untuk mendapatkan aset produktif yang dapat memberikan manfaat jangka panjang, bukan untuk memenuhi gaya hidup atau keinginan sesaat.

Selain itu, pastikan keputusan untuk berutang disertai dengan perencanaan finansial yang matang dan kondisi keuangan yang sehat. Jangan pernah memaksakan diri mengambil pinjaman jika:

  • Cicilan utang melebihi 30% dari penghasilan bulanan.
  • Tidak memiliki tabungan darurat yang memadai.
  • Tidak ada rencana jelas bagaimana utang tersebut akan dilunasi.

Utang yang bijak adalah utang yang direncanakan, dikelola dengan baik, dan hanya diambil untuk mendukung kestabilan atau pertumbuhan keuangan, bukan untuk mengorbankan masa depan. Dengan pendekatan ini, kita dapat terhindar dari jebakan utang konsumtif yang sering kali menjadi beban jangka panjang.

Cari Alternatif Hiburan yang Murah atau Gratis: Daripada menghabiskan uang untuk hiburan mahal, pilih aktivitas sederhana yang tetap menyenangkan. Misalnya, jalan-jalan di taman terdekat, memasak bersama keluarga, atau membaca buku.

Edukasi Perbankan yang Bertanggung Jawab dan Berbasis Syariah

Perbankan memiliki peran besar dalam mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan keuangan, termasuk risiko kredit konsumtif. Namun, penting untuk menekankan bahwa keberkahan dalam keuangan tidak hanya bergantung pada keberhasilan materi, tetapi juga pada kepatuhan terhadap aturan Allah. Oleh karena itu, produk keuangan yang ditawarkan oleh perbankan seharusnya tidak mengandung unsur riba, gharar (ketidakjelasan), atau maisir (spekulasi).

Selain menyediakan produk keuangan yang halal, bank juga perlu aktif mengedukasi masyarakat tentang:

  • Pentingnya bertransaksi sesuai syariah agar usaha lebih berkah dan berkelanjutan.
  • Risiko jika berutang tanpa perencanaan.
  • Mendorong budaya menabung dan investasi halal.
  • Prinsip keuangan Islam, seperti keadilan, transparansi, dan penghindaran riba.

Dengan solusi keuangan yang berbasis syariah, masyarakat tidak hanya terbantu secara finansial, tetapi juga terhindar dari dosa riba yang dapat menghilangkan keberkahan usaha. Edukasi ini sangat penting agar masyarakat semakin sadar bahwa keberhasilan sejati bukan hanya pada hasil materi, tetapi juga pada ridha Allah.

5. Maka, 2025 Bebaskan Diri dari Doom Spending

Doom spending dan kemudahan kredit konsumtif bisa menjadi tantangan nyata di tahun 2025. Jika dibiarkan, fenomena ini tidak hanya merusak kondisi finansial individu, tetapi juga akan mengancam stabilitas ekonomi secara luas. 

Doom spending juga bisa menjerat siapa saja, tetapi dampaknya dapat dihindari dengan kesadaran dan disiplin finansial. Menerapkan gaya hidup sederhana, memahami kebutuhan, menahan godaan belanja impulsif, meningkatkan literasi keuangan, dan memahami benar tentang risiko kredit adalah cara untuk menjaga keuangan tetap sehat.

Bagi umat Muslim, keberkahan dalam harta hanya akan terwujud jika aturan Allah dijalankan. Hindari riba, gharar, dan maisir yang hanya akan membawa kesulitan dalam jangka panjang. Hidup sederhana dan berpegang teguh pada syariat adalah kunci untuk menjaga keuangan tetap sehat, berkah, dan penuh makna. 

Mari mulai dari diri sendiri untuk mengelola harta dengan bijak, menjauhkan diri dari jebakan gaya hidup konsumtif, dan memprioritaskan keberkahan di atas segalanya. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan keberkahan dalam setiap rezeki yang kita miliki. Tentunya, tak lupa selalu meminta tolong kepada Allah dan jangan pernah putus asa. Terus berproses menjadi lebih baik termasuk dalam hal finansial. Syukuri setiap perubahan kecil, jangan suka membandingkan dengan orang lain. Cukup berlomba dengan diri kita yang kemarin. Ketika hari ini lebih baik dari hari sebelumnya itu juga sebuah pencapaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun