Sydney, November empatbelas tahun lalu.
Saya sedang berada di Sydney, Australia untuk sebuah fellowship award dari LSM setempat. Intinya saya mewakili Indonesia untuk mengikuti pertukaran wartawan se-Asia Pasific. Tiga bulan bekerja di ABC Network, Melbourne dan tiga mingguan magang di The Sydney Morning Herald, Sydney.
Tapi saya bukan cerita tentang itu hehehe.
Sbagee wartawan, sejujurnya gaji saya pas pasan. Yang saya punya adalah rasa bangga, dan sedikit duit didompet *cieeeeeee......berasa dialog disinetron Hidayah* But it's true, yet Thank God saya tidak masuk kategori manusia cengeng yang suka sok sok melow-drama when things go wrong; misalnya ketika saya ingin menikmati Starbucks tapi kantong ga mencukupi.:D
*
Begini ceritanya
Back to year of 2000, saya tau bener tentang starbucks. 'Kedai Kopi' asal Amrik, icon hang-out anak muda keren keren. Bahkan saya baca juga artikel tentang..anaknya Bill Clinton (yang waktu itu presiden di Amrik, Chelsea Clinton ngopi bareng temen-temennya di Starbucks dipusat kota Sydney selepas nonton Olympic 2000 yang memang sedang digelar dinegeri kangguru itu.
Beuhhhh.......Happening bangedd deh.
"Pokoknya kudu ke starbuck yang itu ntar pas di Sydney." Tekat saya bulat sebulat bulan purnama.
Dan tibalah saatnya. Setelah tanya-tanya dan sedikit nyasar (maklum Sydney itu kota segede gambreng...dan crowded habiss dan saya baru kali itu pertama kali keluar negereee), tibalah saya di:
STARBUCKSÂ HYDE STREETÂ yang guedee, rameeee....dan pengunjungnya kece kece pisan sesueiiiiii imajinasi saya ha ha ha. Girang betul saya. Sampe senyam senyum bloon ngga jelas, sambil celingak celinguk dideretan antrean pembeli.
Antrean semakin menuju ke saya. Mata saya mulai beralih, dari para pengunjung......ke menu & harga. Dan.....sesaat kemudian: