Mohon tunggu...
feby risqi pangestu
feby risqi pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan

Mahasiswa dengan minat di berbagai bidang, berbagi wawasan dan pemikiran tentang dunia sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Akuntansi Perilaku Dijelaskan melalui Faktor-Faktor yang Berbeda

18 November 2024   10:24 Diperbarui: 18 November 2024   10:50 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam dunia akuntansi, kita sering membayangkan angka, grafik, dan laporan yang padat fakta. Namun, di balik segala rasionalitas itu, ada dimensi lain yang sering terabaikan yaitu manusia. Akuntansi perilaku hadir untuk menggali aspek-aspek emosional dan kognitif dari pengambil keputusan, menunjukkan bahwa manusia bukanlah sekadar mesin pengolah angka.

Mengapa Aspek Perilaku Penting dalam Akuntansi? 

Sebelumnya, penilaian kinerja perusahaan hanya berlandaskan data numerik. Kini, banyak yang mulai menyadari bahwa keputusan finansial juga dipengaruhi oleh faktor nonfinansial, seperti persepsi, emosi, dan bias kognitif. Misalnya, seorang auditor yang lelah atau memiliki konflik internal bisa saja membuat estimasi yang kurang akurat. Begitu pula, investor yang terlalu optimistis cenderung mengambil risiko berlebih. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting seperti sejauh mana sifat manusia memengaruhi keputusan finansial?

Dalam sebuah penelitian, menyatakan bahwa keputusan seorang pemangku kepentingan tidak hanya dipengaruhi oleh aturan formal atau standar akuntansi, tetapi juga oleh lingkungan sosial, tekanan emosional, dan kapasitas kognitif mereka. Sebagai contoh, auditor perempuan sering kali menunjukkan tingkat kehati-hatian dan etika lebih tinggi dibandingkan auditor laki-laki. Temuan ini menguatkan bahwa sifat personal pengambil keputusan memberikan dampak signifikan pada hasil akhir.

Akuntansi perilaku membawa perspektif baru, memperlakukan data tidak hanya sebagai fakta mentah, tetapi juga sebagai cerminan dari pengambilan keputusan manusia. Pada dekade 1970-an, penelitian mulai mengeksplorasi bagaimana agen pengambil keputusan menganalisis informasi. Para peneliti menemukan bahwa pola pikir, suasana hati, dan bahkan budaya seseorang dapat memengaruhi bagaimana data akuntansi diterjemahkan menjadi keputusan strategis.

Namun, apa implikasinya bagi masyarakat umum? Di tingkat individu, hal ini mengajarkan kita bahwa hasil keuangan bukanlah semata-mata refleksi dari rasionalitas ekonomi, tetapi juga hasil dari interaksi kompleks berbagai faktor manusia. Sementara itu, bagi organisasi, memahami dinamika ini dapat membantu mereka menciptakan lingkungan kerja yang lebih suportif dan mengurangi risiko kesalahan akibat tekanan emosional atau bias kognitif.

Mengapa Kita Perlu Memahami Perilaku Akuntansi?

Dalam lingkungan bisnis, tekanan untuk mencapai target keuangan sering kali menciptakan ketegangan emosional. Suasana hati memiliki pengaruh besar terhadap pengambilan keputusan. Auditor yang bahagia cenderung mengambil risiko lebih besar, sementara auditor yang sedang cemas lebih berhati-hati dalam memperkirakan angka. Hal ini menunjukkan bahwa emosi dapat menjadi pedang bermata dua dalam dunia akuntansi, di satu sisi, mereka dapat mendorong inovasi dan keberanian, tetapi di sisi lain, mereka juga dapat memicu keputusan yang kurang tepat.

Aspek budaya juga memainkan peran penting. Pendekatan pengambilan keputusan antara pekerja Jepang dan Amerika, misalnya, menunjukkan perbedaan signifikan. Di Jepang, kedisiplinan dan budaya kerja yang kuat membuat karyawan tidak memerlukan banyak pengawasan eksplisit. Sebaliknya, di Amerika, informasi pengendalian yang transparan dianggap penting untuk menjaga efisiensi. Perbedaan ini menegaskan bahwa pendekatan akuntansi perilaku perlu disesuaikan dengan konteks sosial dan budaya.

Implikasi bagi Masyarakat dan Organisasi

Bagi masyarakat umum, wawasan tentang pengaruh aspek manusiawi pada keputusan finansial memberikan kesadaran yang berharga. Dalam investasi saham, misalnya, reaksi investor terhadap fluktuasi pasar sering kali lebih emosional daripada logis. Pemahaman ini membantu individu mengelola bias mereka dan membuat keputusan yang lebih bijaksana.

Untuk organisasi, implikasinya lebih besar. Dengan mempelajari dimensi perilaku, perusahaan dapat mengembangkan pelatihan yang berfokus pada pengelolaan stres, peningkatan kesadaran emosional, dan penguatan kapasitas kognitif karyawan. Sistem pengawasan juga dapat dirancang untuk mengurangi konflik dan memaksimalkan kolaborasi, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pengambilan keputusan.

Namun, tantangan tetap ada. Meski akuntansi perilaku telah memberikan kontribusi signifikan dalam menjelaskan ketidaksempurnaan manusia, banyak organisasi masih bergantung pada pendekatan tradisional yang mengabaikan faktor emosional dan kognitif. Pentingnya memasukkan konsep akuntansi perilaku ke dalam kurikulum pendidikan formal semakin tidak terbantahkan, sehingga calon profesional akuntansi dapat memulai karier mereka dengan perspektif yang lebih lengkap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun