Untuk organisasi, implikasinya lebih besar. Dengan mempelajari dimensi perilaku, perusahaan dapat mengembangkan pelatihan yang berfokus pada pengelolaan stres, peningkatan kesadaran emosional, dan penguatan kapasitas kognitif karyawan. Sistem pengawasan juga dapat dirancang untuk mengurangi konflik dan memaksimalkan kolaborasi, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pengambilan keputusan.
Namun, tantangan tetap ada. Meski akuntansi perilaku telah memberikan kontribusi signifikan dalam menjelaskan ketidaksempurnaan manusia, banyak organisasi masih bergantung pada pendekatan tradisional yang mengabaikan faktor emosional dan kognitif. Pentingnya memasukkan konsep akuntansi perilaku ke dalam kurikulum pendidikan formal semakin tidak terbantahkan, sehingga calon profesional akuntansi dapat memulai karier mereka dengan perspektif yang lebih lengkap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H