bunuh diri pertama kali diperkenalkan pada abad ke-17. Istilah ini berasal dari Bahasa latin Suicide, yang berasal dari bahasa Latin yaitu sui (diri sendiri) dan caedere (membunuh). American Psychiatric Association (APA), dalam website resminya mengartikan bunuh diri sebagai bentuk tindakan individu untuk mengakhiri hidup dengan cara membunuh dirinya sendiri. Hal umum yang mendasari perilaku tersebut biasanya oleh adanya tekanan depresi maupun penyakit mental lainnya (APA, 2018).
IstilahMenurut data yang dikeluarkan oleh WHO (World Health Organization), bunuh diri merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia yang menjangkit rentang usia 15 hingga 29 tahun, dimana 79% dari data tersebut, merupakan data dari negara dengan penghasilan rendah sampai menangah (WHO, 2018).Â
Salah satunya adalah negara Indonesia, berdasarkan data WHO tahun 2005, angka bunuh diri di Indonesia cukup tinggi, sedikitnya terdapat sekitar 50.000 orang Indonesia yang melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Namun, data tersebut diluar data yang tidak dilaporkan, dengan berbagai alasan. Semisal rasa malu ataupun untuk menjaga nama baik dan kehormatan pelaku bunuh diri tersebut (Fenadania, 2016).
Kasus Salah Satu Mahasiswa
Hari Minggu, tepatnya tanggal 14 Juli 2024, suasana kafe Rindu Senja yang terletak di lantai 12 gedung Mahligai Bank 9 Jambi mendadak mencekam, seusai seorang mahasiswi berinisial SAS yang berusia 21 tahun ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya ditemukan sudah terbujur kaku serta darah segar yang mengalir dari kepalanya.
Kilas Balik Penyebab
Sebelum menjalankan aksinya tersebut, rekaman CCTV memperlihatkan SAS datang ke kafe tersebut sendirian. SAS kemudian duduk dalam kegelisahannya, sebelum akhirnya berjalan ke tepi Gedung pada pukul 21.20 WIB. Tidak lama setelah itu, SAS ditemukan sudah tidak bernyawa oleh petugas keamanan setempat.Â
Setelah ditelusuri, terdapat fakta bahwa SAS adalah seorang mahasiswi semester akhir salah satu Universitas di Jambi. Dia mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan dikenal sebagai mahasiswa yang rajin dan berdedikasi. Namun, seiring berjalannya waktu, SAS mulai merasakan tekanan yang semakin meningkat terkait dengan tugas-tugas akademik, penggunaan teknologi, dan tuntutan kehidupan sehari-hari.
Kecemasan dari kasus tersebut
Kecemasan Akademik:
- SAS mengalami beban tugas berat, sehingga merasa kewalahan dengan banyaknya tugas yang harus dia selesaikan, termasuk skripsi, presentasi, dan proyek kelompok. Dia merasa tidak memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan semuanya dengan baik.
Kecemasan Teknologi:
- Karena keterbatasan internet, SAS sering mengalami masalah dengan koneksi internet yang tidak stabil di daerah tempat tinggalnya, sehingga menghambat proses belajar dan komunikasi dengan dosen serta teman sekelas.
 Kecemasan Sosial: Â
- Karena pengaruh tekanan dari lingkungan, seperti keluarga maupun lingkungan pertemanan yang menuntut untuk segera menyelesaikan studi dan mendapatkan pekerjaan, juga menjadi penambah beban mental SAS.
Kecemasan Masa Depan:
- Ketidakpastian karir. SAS khawatir tentang prospek pekerjaan setelah lulus. Dia merasa cemas apakah akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studinya atau tidak
- Tuntutan mandirinya, seperti harapan untuk segera mandiri secara finansial setelah lulus menambah beban mental SAS, terutama karena kondisi ekonomi keluarganya yang terbatas.
Dinamika Perilaku Cemas dan Penyelesaiannya Berdasarkan Teori Behavioral-REBT
REBT (Rational emotive behavior therapy) merupakan salah satu psikoterapi dari teori behavioral yang dapat diberikan kepada individu yang mudah merasakan kecemasan. Tujuannya yaitu dalam rangka mengurangi keyakinan irasional yang dimiliki individu tersebut dan menguatkan keyakinan rasionalnya. Dengan demikian, diharapkan individu tersebut mempunyai kemampuan mengendalikan emosi dan memiliki perilaku yang sehat (Wardani & sari, 2018).
Peristiwa Pemicu Kecemasan (Activating Event)
- Beban Tugas: Banyaknya tugas akademik seperti skripsi, presentasi, dan proyek kelompok.
- Tekanan Sosial: Harapan keluarga dan teman untuk segera lulus dan mendapatkan pekerjaan.
Konsekuensi yang diakibatkan:
Konsekuensi Emosional:
- Kecemasan: Ketakutan berlebihan terhadap kegagalan dan penilaian orang lain.
- Frustrasi: Merasa tertekan dengan tuntutan akademik yang tinggi.
- Kecemasan Sosial: Merasa khawatir tidak bisa memenuhi harapan keluarga dan teman.
Konsekuensi Perilaku:
- Prokrastinasi: Menunda-nunda tugas karena takut tidak bisa menyelesaikannya dengan sempurna.
- Penghindaran: Menghindari diskusi atau presentasi karena takut dinilai buruk.
- Overworking: Bekerja secara berlebihan hingga mengabaikan kesehatan fisik dan mental.
Peristiwa pemicu tersebut dapat diantisipasi dengan cara menantang keyakinan Irasional seperti "Apakah benar bahwa saya harus sempurna dalam segala hal untuk dianggap berharga?" dan menggantinya dengan keyakinan Rasional seperti "Saya tidak harus sempurna, saya hanya perlu berusaha sebaik mungkin.", "Kegagalan adalah bagian dari proses belajar dan tidak menentukan nilai diri saya". Dengan begitu, akan timbul pemikirsn positif seperti:
- Menjadi lebih tenang dan mampu menghadapi tugas dengan lebih santai.
- Meningkatan percaya diri: Merasa lebih percaya diri dalam menyelesaikan tugas dan menghadapi tantangan.
- Produktivitas: Mengurangi prokrastinasi dan lebih produktif dalam menyelesaikan tugas.
- Lebih berinteraksi secara sosial: Lebih berani untuk berpartisipasi dalam diskusi dan presentasi.
- Keseimbangan Hidup: Menjaga keseimbangan antara pekerjaan akademik dan kesehatan mental.
Adapun Keyakinan (Beliefs) yang harus diubah dari pembelajaran kasus di atas adalah:
Mengganti Keyakinan Irasional seperti:
- "Saya harus mendapatkan nilai sempurna atau saya akan gagal".
- "Jika saya tidak melakukan semuanya dengan sempurna, saya tidak berharga"
- "Jika saya gagal, orang lain akan melihat saya sebagai orang yang tidak kompeten."
Dengan mengubah pemikiran irasional tersebut menjadi keyakinan rasional, seperti,
- "Saya dapat berusaha sebaik mungkin tanpa harus selalu sempurna".
- "Nilai saya tidak menentukan nilai diri saya sebagai individu".
- "Kegagalan adalah bagian dari proses belajar dan tidak mengurangi nilai diri saya".
Dengan menggunakan pendekatan REBT tersebut, kita dapat mengidentifikasi dan mengubah keyakinan irasional, sehingga dapat mengatasi kecemasan dan tekanan yang dihadapi. Pendekatan ini akan membantu dan mengembangkan pola pikir yang lebih sehat, adaptif, serta meningkatkan kesejahteraan emosional dan produktivitas akademik yang lebih baik.
Referensi
APA. (2018). Suicide. Retrieved from https://www.apa.org/topics/suicide.
Fenadania, R. (2016, 25 September). Infografik: Data Kasus Bunuh Diri di Indonesia. Retrieved from https://hellosehat.com/hidupsehat/psikologi/bunuh-diri-diindonesia/
Lingga Kusuma Wardani dan Dhita Kurnia Sari, "Analisa Kemampuan Mengontrol Marah Ditinjau Dari Penerapan REBT (Rational Emotive Behaviour Theraphy) Pada Klien Skizofrenia Di UPT Bina Laras Kras Kediri," STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 7, No 2 (November 2018): 59
WHO. (2018, 24 Agustus). Suicide. Retrieved from https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/suicide
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H