Ahmad baru tersadar bahwa ia sudah dikelilingi oleh begitu banyak orang. Semuanya menatapnya dengan sorot mata geram.
“Kenapa kamu langgar batas? Kamu buta huruf apa?”
“Dasar orang kaya sombong, kamu pikir kamu siapa?”
“Nggak menghargai sama sekali! Ini jalan sudah dikosongkan untuk ibadah! “
Keringat membanjiri tubuh Ahmad. Ia tahu ia sudah terlambat. Sayang waktu tidak bisa diputar ulang. Kini ia malah harus terjebak di dalam kerumunan manusia. Ia mencoba berkata-kata tapi tak satupun yang ia sendiri pun dapat mendengarnya. Kata-kata menghujam kepala, dada, perut, paha, kakinya. Kafir. Keterlaluan. Sombong. Melanggar. Durhaka. Setan. Neraka. Ia merasakan tamparan bertubi-tubi pada tubuhnya. Lalu pandangannya mulai mengabur. Kafir. Sombong. Durhaka. Setan. Neraka.
Kata-kata itu yang terakhir didengarnya sebelum segalanya menghitam.
(Pertama kali tayang di Qureta.com http://www.qureta.com/post/tragedi-jumat-siang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H