Indonesia yang Minim Dikenal
Antusiasme media Jerman memberitakan Indonesia ini adalah salah satu dampak positif terpilihnya Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di FBF tahun ini.
Saya teringat pengalaman saya mengikuti fellowship untuk wartawan, International Journalist Program di Jerman pada 2010. Saat itu saya sempat magang di Financial Time Deutschland Berlin selama sebulan, dan sulit sekali bagi saya bisa menulis sesuatu tentang Indonesia di harian tersebut. Halaman mereka untuk porsi pemberitaan Asia begitu terbatas. China dan India, Pakistan, Afghanistan cukup sering mengisi halaman ini. Satu-satunya artikel saya yang akhirnya tembus dalam sebulan upaya, akhirnya adalah kehebohan video seks musisi Ariel yang ketika itu pun mendapat perhatian sejumlah media di Jerman.
Ironis? Ya. Tapi seharusnya mudah saya tebak. Ketika saya berada di Jerman, jarang saya mendapati orang tertarik pada Indonesia. Di antara peserta fellowship, saya merasakan perbedaan respon yang muncul ketika kami menyebut negara asal kami. China, ya mereka mudah dikenali secara fisik dan begitu familiar bagi orang Jerman. Banyak pula buku pengarang China yang sudah diterjemahkan ke bahasa Jerman. India, wah banyak orang Jerman penggemar berat film India dan aktor Shahrukh Khan. Rasanya tak ada yang tidak menunjukkan kekaguman pada dua negara berpenduduk terbesar ini. Lalu Vietnam, yah setidaknya banyak yang langsung menghubungkan dengan makanannya. Bahkan kepada kawan dari Bhutan, negara kecil yang konon terbahagia, orang-orang rata-rata merespon takjub karena, “Wah mungkin kamu orang Bhutan pertama yang pernah saya temui. “
Tapi Indonesia?
Kebanyakan dari mereka pernah mendengar, tapi sangat sedikit wawasan maupun ketertarikannnya terhadap Indonesia. Suatu ketika, saya mendapati pertanyaan. “Bagaimana bentuk rumah-rumah di Jakarta kota tempatmu tinggal?” Setelah melongo satu detik, saya menjelaskan sambil setengah bingung dengan pertanyaan itu, bahwa rumah di kota saya sama saja dengan di Berlin, “Ada dinding, lantai, atap ya sama seperti di sini.”
Belakangan saya baru sadar, sepertinya kenalan saya itu membayangkan rumah-rumah di Jakarta berciri tradisional, mungkin semacam beratap rumbia atau alang-alang. Tidak terlintas di kepalanya, Jakarta memiliki begitu banyak high rise building.
Juga video seks yang menggemparkan. Sebuah video seks beredar di negara dengan penduduk muslim terbesar.
Saat itu saya hanya bercita-cita, suatu hari nanti ada lebih banyak berita positif tentang Indonesia.
Itulah salah satu misi kami di Komite Nasional untuk Indonesia sebagai Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair. Kami ingin mengupayakan percakapan-percakapan yang lain tentang Indonesia di media-media internasional. Bukan hanya Bali, tsunami, gempa bumi, terorisme, tapi juga cerita-cerita menarik yang belum banyak diketahui. Bahwa Indonesia memiliki banyak karya sastra dan intelektual. Bahwa begitu banyak upaya yang terus dikembangkan untuk meningkatkan minat baca, termasuk inisiatif unik perahu pustaka yang berasal dari warga. Bahwa Presiden Indonesia begitu rendah hati dan Gubernur DKI Jakarta—ibukota yang sulit dibenahi ini—menyempatkan waktu setiap pagi mendengarkan keluhan warga yang antre menunggunya di Balai Kota.
Serta segala hal mencengangkan lainnya.