Mohon tunggu...
feby cahyaning
feby cahyaning Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Siswa SMPN 7 Depok

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Self Harm?

2 November 2023   14:30 Diperbarui: 2 November 2023   14:32 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Self harm adalah sebuah tindakan menyakiti diri sendiri untuk menghilangkan rasa frustasi, stres, dan berbagai macam emosi. Setiap orang memiliki cara self harm yang berbeda-beda, seperti menarik rambut, mencubit, menggigit, menggaruk, memukul, menelan zat berbahaya, dan menyayat anggota tubuh (cutting). Tujuan awalnya bukan untuk bunuh diri, akan tetapi akan menimbulkan luka yang parah jika diteruskan.

Menurut Healthline, 80% orang melakukan cutting sebagai tindakan self harm. Berdasarkan studi di tahun 2021, self harm paling banyak dilakukan oleh para remaja hingga dewasa muda di Indonesia yang berusia 12-19 tahun.
Pelaku self harm paling sering adalah remaja dan dewasa muda, dengan faktor seperti berikut:

* Sulit mengekspresikan emosi dan perasaan.
* Tidak tahu ingin meluapkan rasa trauma, sakit, dan tekanan secara psikologis.
* Tidak memiliki solusi terhadap rasa kesepian, diabaikan, dan kebingungan yang mereka miliki.
Berdasarkan tingkap keparahannya, self-harm dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Superficial Self-Mutilation
Jenis self-harm ini adalah yang paling ringan dan paling sering dilakukan oleh orang-orang atau bahkan mungkin Anda sendiri.

Superficial self-mutilation merupakan tindakan yang menyakit tubuh, tapi masih dalam tahap yang ringan dengan intensitas yang jarang, seperti menarik rambut, melukai kulit dengan benda tajam atau dengan api, dan berbagai cara lainnya.

2. Stereotypic Self-Injury
Pada jenis stereotypic self-injury, mereka akan menyakiti dirinya dengan tindakan yang sebenarnya tidak parah, namun dilakukan secara berulang-ulang. Misal, membenturkan kepalanya ke tembok.

Orang dengan autisme biasanya masuk ke dalam kategori ini.

3. Major Self-Mutilation
Ini adalah jenis self-harm yang paling parah karena melukai tubuhnya dengan sangat ekstrem, bahkan mengancam jiwanya.

Tindakan-tindakan seperti memotong jari, merusak bola mata, dan lainnya termasuk ke dalam major self-mutilation.

Orang yang memiliki gangguan psikosis tak jarang melakukan tindakan menyakiti diri sendiri ini.
* penyebab self harm

1. Memendam Perasaan Negatif Terlalu Lama
Penyebab self-harm bisa jadi karena menumpuk perasaan negatif terlalu lama, seperti rasa takut akibat di-bully, tekanan yang besar di sekolah atau tempat kerja, masalah dengan keluarga, dan lainnya.

Jika masalah tersebut berlangsung lama dan tampak tak akan berakhir, maka ia cenderung akan melakukan self-harm.

Saat melukai diri sendiri, ada perasaan tenang dan senang walaupun hanya sementara.

2. Mencari Perhatian
Ada juga yang melakukan self-harm karena ingin mencari perhatian. Biasanya orang tersebut memamerkan perilaku self-harm-nya, baik itu di kehidupan nyata maupun di dunia maya. 

Dengan harapan, setelah ia melakukan hal tersebut, ia akan ditanya oleh lingkungan sekitarnya. Ketika ia mendapat perhatian itu, ia menjadi senang.

3. Tidak Mendapat Dukungan dari Orang-Orang di Sekitarnya
Seseorang yang mengalami masalah dalam hidupnya tentu berharap mendapat dukungan dari orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga, kerabat, dan temannya. 

Namun ketika mereka tidak memperoleh dukungan tersebut, maka salah satu pelariannya adalah dengan melakukan self-harm.

Artikel Lainnya: Selalu Menyalahkan Diri Sendiri, Apakah Tanda Gangguan Mental?

4. Memiliki Pengalaman Traumatis di Masa Lalu
Beberapa orang yang melakukan self-harm biasanya memiliki pengalaman buruk yang membuatnya trauma, seperti menjadi korban kekerasan atau bencana alam.

Mereka menganggap, menyakiti diri sendiri akan membantu mereka melupakan trauma tersebut.  

5. Ketidakmampuan dalam Mengekspresikan Diri
Tindakan self-harm bisa muncul akibat ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan emosi, seperti rasa marah, malu, frustrasi, dan sebagainya.

Orang-orang yang menyakiti dirinya sering mengatakan bahwa mereka tidak cocok dengan sesuatu atau merasa tidak dipahami oleh orang lain.

Self-harm dianggap satu-satunya cara untuk merasa lebih lega dan mengekspresikan perasaan yang mereka rasakan.

6. Mempunyai Masalah Kesehatan Mental
Penyebab lain dari self-harm adalah gangguan mental. Beberapa jenis gangguan mental yang dapat membuat seseorang menyakiti diri sendiri, yaitu depresi, bipolar, obsesif kompulsif, hingga psikosis.

* tanda-tanda self harm

*Ada bekas luka dengan pola yang sama dan berulang.
*Selalu muncul luka baru, goresan, memar, atau bekas gigitan.
*Terdapat bekas luka bakar.
*Sering membawa atau menyimpan benda tajam.
*Selalu mengenakan lengan panjang atau celana panjang meski dalam situasi yang panas (pengecualian untuk wanita berhijab).
*Ketika ditanyai mengapa ada bekas luka atau memar, dia selalu mengatakan hal yang sama, misalnya terjatuh, terbentur, atau bentuk kecelakaan lainnya.
*Tidak punya kerabat dekat dan suka menyendiri. Orang ini biasanya sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.
*Sering merasa tidak berharga dan mengunggah posting-an keputusasaan.
*Sering cemas, depresi, dan menunjukkan ketidakstabilan emosional.
*Menyukai quotes atau kutipan yang bertemakan depresi.

* penenangan self harm 

1. Psikoterapi

Terdapat beberapa pendekatan melalui psikoterapi atau terapi psikologis guna membantu orang yang memiliki kebiasaan melukai diri sendiri. Berikut beberapa di antaranya.

Terapi perilaku kognitif (cognitive behaviour therapy/CBT): membantu seseorang menyadari pemikiran dan perilakunya yang berdampak negatif. Jadi, saat harus menghadapi situasi yang sama, ia bisa memberikan respons yang lebih baik.

Terapi perilaku dialektika (dialectical behaviour therapy/DBT): membantu mengubah perilaku secara positif dalam mengelola stres dan emosi yang dapat mengarah pada perilaku melukai diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan upaya bunuh diri.

Terapi penyelesaian masalah (problem-solving therapy/PST): membantu mencari masalah spesifik yang dihadapi seseorang, lalu menemukan solusi serta tindakan terbaik untuk menghadapi masalah tersebut.

2. Obat-obatan

Dokter atau spesialis kesehatan mental mungkin meresepkan obat-obatan tertentu, terlebih bila orang tersebut juga didiagnosis mengalami stres atau skizofrenia.

Beberapa obat-obatan, seperti antidepresan, antikecemasan, atau antipsikotik, akan membantu mengendalikan kondisi tersebut.

Selain itu, Anda juga dapat menemukan cara untuk mencegah atau mengalihkan perhatian dari keinginan untuk menyakiti diri sendiri saat melewati masa-masa sulit.

Hal ini bisa ditempuh dengan melakukan hobi penghalau stres, mendengarkan musik, berolahraga, dan melakukan yoga atau meditasi untuk mengurangi kecemasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun