Mohon tunggu...
Feby Alfiana Sari UIN Mataram
Feby Alfiana Sari UIN Mataram Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Demi tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tembang Sasak Salah Satu Part To Nyongkolan

10 Juni 2024   04:27 Diperbarui: 10 Juni 2024   04:36 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              Dibawah terop yang diatapi terpal, terdapat dua kubu pembayun sedang duduk berhadapan. Pembayun dari mempelai pengantin perempuan duduk dengan berbanjar rapi, dengan jumlah 15 orang berpakaaian rapi,yang datang dengan membawa sarung atau ajen-ajen yang diikat sesuai jumlah ajikrame(harga adat) yang berlaku di daerah mempelai perempuan,duduk berhadapan dengan pembayun dan rombongan dari pihak perempuan.

          Sound sistem berbunyi nyaring, pembayun dari mempelai laki-laki mulai mengangkat pengeras suara dengan percaya diri. Pembyaun dan rombongan dari mempelai laki-laki mulai melepaskan salam dan menyampaikan tujuan kedatangannya yaitu acara pegat kepeng, sorong serah aji krame,dengan membawa ajen''sebanyak 66 berupa 12 ikat sarung,sebagai lambang adat krame untuk membayar adat kepada keluarga mempelai perempuan. Bait-bait kalimat dialunkan dengan syahdu oleh pembayun, atau yang bisa disebut dengan nembang.

           Sambil menutup mata seolah terbawa suasana alunan bait lirik tembang terucap merdu dari mulut pembayun.

 "subahnale 

lupak peti eak endek bukak gusti talet puntik jari ares.

Subhanale 

endek sepi gamak dendek

Lupak gusti inget gati sik maik meres

Subhannale

Munjejurang daye ketejer gusti

 langan juring jok pengkores

subhanale

pade girang pade geger

silak endeng jok maik angenm"

Tembang ini dinamakan lirik tembang Subahnale.

          Pukul sepuluh siang dimana matahari sedang berada di puncak teriknya, akan tetapi tidak menyurutkan semangat warga dalam menonton acara tembang sasak ini. Tidak memandang usia mulai dari anak-anak,remaja,hingga dewasa mereka berbondong-bondong menyaksikan acara ini. Anak-anak kecil duduk berjejeran di pinggiran rumah warga,tempat diadakannya lokasi tembang. Mulut sedikit terbuka dengan ekspresi bengongnya anak-anak  mendengarkan lantunan suara merdu pembayun membacakan syair tembang ,dan ikut tertawa saat orang-orang tertawa karna mereka tidak mengerti dengan isi dari lantunan merdu suara pembayun.

           Anak kecil kisaran umur sembilan tahun,merupakan keponakan dari mempelai perempuan yang tertawa nyaring saat mendengar orang disekitarannya tertawa,ketika ditanya mengapa ia tertawa dengar garisan cengiran tercetak di wajah sawo matangnya, ia mengatakan ia tertawa karna orang-orang di sekitarnya tertawa dan ia merasa lucu dengan keadaan itu makanya dia tertawa

           Acara semakin seru saat warga ikut bereriak menyoraki pembayun atas candaan yang dibuat nya. Sorak-sorakan terdengar riuh saat dua pembayun dari masing-masing pihak mulai adu argumen, pembayun dari pihak laki-laki meyampaikan tujuan kedatangannya dan disambut oleh pihak perempuan,setelah pihak dari perempuan menerima semua tujuan pihak mempelai laki-laki temabngpun ditutup dengan ucapan trimakasih dan maaf dari pihak laki-laki.

          Di balik melodinya yang indah, Nembang Sorong Serah menyelipkan pesan moral dan kearifan lokal. Nilai-nilai seperti gotong royong, saling membantu, dan menghormati orang tua tertanam dalam setiap baitnya, menjadi pedoman bagi pasangan muda dalam membangun rumah tangga yang harmonis.

          Hembusan dari kipas angin membuat sejuk di teriknya panas matahari siang, dengan beralaskan tikar plastik, amak supardi sekaligus kadus, yang menggunakan helainan sarung berwarna coklat dipadukan dengan baju putih yang warna nya sudah memudar, seruputan kopi yang sudah setengah gelas yang ia lepas,dengan melihat langit'' atap rumah seolah menerawang kemasalalu ia mulai angkat bicara dan menceritakan awal muasal dari tembang sasak. "asal muasal tembang sasak ini berawal dari nyelabar,nyelabar itu adalah kedatangan kadus atau kaling kepada kadus di desa calon mempelai perempuan dengan tujuan memberitahu jikalau anaknya sudah menikah dengan si calon suami,setelah acara nyelabar lanjut ke acara mesejati atau ambil janji dimana pihak dari perempuan dan pihak laki-laki menyepakati kapan akan di adakanya acara perkawinan, begawe nyongkolan, setelah itu acare sorong serah aji krame atau pegat tali kepeng,yang ditandai dengan ritual uang logam yang di lubangi yang kemudian di ikat,tali dari ikatan itu di gunting sampai putus,kemudian diadakan nembang dengan syair-syair tentang pengingat kehidupan,setelah acara nembang dan pihak perempuan menerima semua maksut kedatangan pembayun dan rombongan barulah nyongkolan bisa terlaksakan ". ucap amak supardi

           Tembang sasak dimulai jauh sebelum ada nya pejajahan,tembang ini telah dilantunkan sejak masa-masa kerajaan hindu-budha di lombok. Yang terjalin erat dengan kehidupan dan dan keseharian masyarakat lombok. Yang mengringi ritual adat dan menghibur masyarakat. Peran tembang dalam masyarakat sasak trus berkembang tidak hanya sebagai hiburan melainkan sebagai edukasi, dan penyampaian nilai-nilai moral. Tembang sasak di gunakan oleh masyarakat menjadi sarana untuk penyampaian nasihat, sejarah, legenda, dan kearifan lokal kepada generasi muda.

Nilai-nilai budaya dalam tembang sasak:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun