Pada Sabtu, 2 Maret 2024, saya dan teman kelompok melakukan wawancara dengan seorang Ibu Rumah Tangga yang berinisial Ibu NS. Saat ini, Ibu NS berusia 42 tahun dan tinggal di Desa Sungai Beliung, Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Â
Ibu NS merupakan salah satu dari banyaknya keluarga yang mendapatkan Bantuan Sosial (Bansos) Â jenis Program Keluarga Harapan (PKH) untuk anak sekolah dan Bantuan Pemerintah Non Tunai (BPNT) di daerah tersebut.
Selama ini, Ibu NS dan keluarga menjalani kehidupan yang cukup sederhana di lingkungan perumahannya. Untuk kondisi di rumah selain tinggal bersama dengan suami dan anak laki-lakinya, beliau juga tinggal bersama dengan kedua saudaranya yang sudah menikah. Sehingga terdapat tiga kepala keluarga dengan total delapan orang yang tinggal di rumah tersebut. Hal ini karena, rumah yang dihuni oleh keluarga Ibu NS merupakan rumah peninggalan dari mendiang kedua orang tuanya yang memiliki luas rumah sebesar  3 x 5 Meter Persegi dan luas tanah sebesar 10 x 20 Meter Persegi.
Suami Ibu NS berinisial HM berusia 45 tahun, yang berprofesi sebagai Buruh Bangunan Harian Lepas, dengan pendapatan bulanan sekitar Rp. 500.000 hingga Rp. 1 Juta.Â
Oleh Karena itu, keluarga ini pun harus mengatur pengeluaran dengan cermat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya pendidikan anaknya yaitu RH yang saat ini masih duduk di kelas 11 SMA di salah satu sekolah di Pontianak.
Pekerjaan sebagai seorang Buruh Bangunan Harian Lepas tentunya belum cukup untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan anaknya.Â
Oleh karena itu, Pak HM mencari tambahan pendapatan dengan menjadi seorang juru parkir di Fresh Mart yang berada di depan Gang tempat mereka tinggal, dengan harapan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.Â
Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan anaknya, Ibu NS hanya bisa mengandalkan uang dari gaji suaminya dan dari Bantuan Sosial (Bansos) jenis PKH dan BPNT yang ia terima. Uang yang didapatkan dari bantuan sosial ini pun dialokasikan untuk biaya pendidikan, seperti membeli kebutuhan alat tulis, buku-buku pelajaran, dan lain-lain.Â
Sementara itu, pendapatan yang diperoleh suaminya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk aspek kesehatan, Ibu NS dan keluarga sudah tidak lagi khawatir karena sudah ditanggung oleh BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran). Sehingga, ketika pergi ke puskesmas, Ibu NS dan keluarga tidak lagi terbebani oleh biaya kesehatan.
Besaran jumlah bantuan dari PKH yang diterima Ibu NS awalnya adalah sebesar Rp. 500.000 untuk setiap dua bulan sekali, namun dalam setahun terakhir, bantuan uang tunai yang diterima hanya sebesar Rp. 300.000 untuk setiap dua bulan sekali. Sedangkan bantuan yang diterima dari BPNT berupa beras sebanyak 10 kg untuk setiap dua bulan sekali. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, bantuan non tunai ini pun cukup jarang didapatkan oleh keluarga Ibu NS.
Dengan adanya keterbatasan ekonomi tersebut, membuat Ibu NS dan keluarga khawatir tidak mampu mewujudkan keinginan anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi.Â
Padahal, menurut pengakuan Ibu NS, RH memiliki semangat yang tinggi dalam hal pendidikan selama bersekolah. RH sama sekali tidak meminta uang saku untuk sekolah, bebeda halnya dengan anak-anak seumuran yang tentunya akan meminta uang jajan saat ke sekolah.Â
Ibu NS mengatakan bahwa RH sangat paham dengan kedaan ekonomi keluarganya, sehingga RH hanya meminta untuk dibawakan bekal makanan seadanya saja saat pergi ke sekolah.
Saat mewawancarai RH, ternyata RH merupakan anak yang berprestasi dan aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di dalam dan di luar sekolahnya. Bahkan, RH juga banyak mengikuti perlombaan-perlombaan di luar, terutama dalam hal seni tari dan dance. RH menjelaskan bahwa dia biasanya mendapatkan tambahan uang untuk jajan dan keperluan sekolah dari mengikuti kegiatan-kegiatan dance tersebut.Â
RH juga mengatakan bahwa dia bercita-cita dapat membuka kelas dance dan tari kedepanya sebagai bentuk rasa cintanya terhadap seni tari dan dance, serta sebagai bentuk pembuktian bahwa laki-laki juga dapat berkarir melalui seni tari dan dance.Â
RH juga mengatakan bahwa dirinya berencana akan mencari pekerjaan terlebih dahulu setelah tamat SMA untuk membantu perekonomian keluarganya, serta mengumpulkan uang untuk biaya lanjut ke Perguruan Tinggi nantinya.
Dalam rumah tersebut, terdapat tiga ruangan yang harus dipakai bersama: satu kamar tidur untuk Ibu NS dan suaminya, sementara yang lainnya tidur di bagian luar kamar atau ruang tamu.Â
Kondisi lantai rumah juga sudah rusak dan berlobang, menimbulkan rasa tidak aman saat berjalan di dalamnya. Meskipun demikian, mereka memiliki beberapa aset seperti satu buah sepeda, satu buah motor tahun 2011, satu buah TV, satu buah kipas angin, satu buah kulkas, dan dua buah handphone miliknya dan milik anaknya.Â
Untuk kebutuhan sehari-hari, mereka mengandalkan air sungai untuk mencuci dan air hujan untuk minum. Besarnya listrik yang digunakan adalah 450 watt dengan biaya perbulan sebesar Rp. 20.000- Rp. 50. 000 untuk pembelian vocer listrik yang biaya nya ditanggung bersama kepala keluarga lain yang tinggal di rumah tersebut
Ibu NS dan keluarga pun berharap pemerintah cukup selektif dan cukup adil lagi dalam memberikan bantuan yang lebih tepat sasaran kepada keluarga yang lebih membutuhkan. Mereka berharap agar pemerintah dapat lebih memperhatikan kondisi riil masyarakat dan memberikan solusi yang lebih berpihak kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Wawancara mendalam dan observasi dilakukan pada Februari sampai April 2024