Mohon tunggu...
Alota Warmheart
Alota Warmheart Mohon Tunggu... -

an incessant learner of public health service system

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Media Sumber Bencana

15 Desember 2012   02:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:37 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

b) Menyebabkan trauma pada audiens Bukannya mendidik audiens tentang bencana yang sedang dihadapi, para pekerja media justru memberikan berita ditambah lagi gambar – gambar yang seharusnya tidak ditampilkan secara ekspilisit. Dalam pemberitaan mengenai erupsi Merapi, tidak sedikit orangtua yang khawatir akan keberadaan anak mereka yang sedang menempuh pendidikan di universitas di Yogyakarta. Terutama mereka yang tidak memiliki pengetahuan sama sekali mengenai ilmu vulkanologi dan kota Yogyakarta itu sendiri. Ketakutan yang dihasilkan akibat menonton pemberitaan – pemberitaan tersebut malah semakin menumbuhkan ketakutan akan bencana alam bukannya mendapat pendidikan mengenai hal – hal yang berkaitan tentang bencana itu sendiri.

c) Komodifikasi bencana melalui sumbangan pemirsa Setiap pemberitaan bencana alam di Indonesia, pasti kemudian akan tertera : “Sumbangkan Bantuan Kepedulian Anda Ke Rekening ....... Peduli Bencana” yang kemudian akan dilanjutkan dengan penyebutan nomor – nomor rekening bank media tersebut. Bagi para audiens, ketika mereka melihat korban bencana alam tersebut, diiring lagu – lagu yang menyentuh emosi saat itu media berhasil menyentuh sisi kemanusiaan masyarakat dan tidak jarang yang tidak berfikir dua kali untuk menyumbang melalui rekening – rekening tersebut. Padahal menurut etika perusahaan, perusahaan harusnya menyiapkan dana tersendiri sebagai bentuk CSR bagi korban bencana alam. Bukan sekedar mendompleng dana bantuan dari masyarakat lalu menempelkan logo perusahaan mereka di spanduk – spanduk dan kemasaan bantuan. Tidak adanya transparansi masalah bantuan keuangan ini juga selayaknya harus dikritisi. Dalam pantauan penulis tentang penyaluran bantuan pada merapi, tidak semua media memberikan transparansi terhadap aliran dana tersebut. Sayangnya, penyaluran untuk bencana alam malah mengurangi keterlibatan pemerintah dalam pendanaan bencana alam tersebut. Lalu bagaimana harusnya pemberitaan bencana tersebut?

Menurut Iwan Awaluddin Yusuf (2010), dosen Ilmu Komunikasi UII Yogyakarta, Pilihan-pilihan fokus berita tersebut adalah keniscayaan dalam dunia jurnalistik. Penayangan berita mana yang dipilih melibatkan banyak agenda. Mulai kepentingan jurnalistik murni, bisnis (ekonomi) hingga kepentingan lain, seperti kendaraan politik atau sekadar pencitraan diri (image building) lembaga. Fokus berita ( agenda – setting )merupakan penilaian berita yang harus diperhatikan dalam produksi berita media. Menurut LittleJohn (2008 :) agenda setting merupakan bagaimana media sebagai sebuah produsen media mengarahkan audiens mereka pada fokus/ kepentingan tertentu.

C. KESIMPULAN Pekerja media, merupakan profesi dua mata uang. Tidak jarang mereka mendatangkan bencana, namun mereka juga sumber informasi bagi masyarakat terhadap peristiwa yang terjadi di kehidupan masyarakat. Sebagai sebuah profesi, apalagi berhubungan dengan publik, pekerja media memiliki tanggungjawab sosial yang besar. Tidak hanya pada wartawan, tanggungjawab sosial ini berlaku hingga pemilik perusahaan.

REFERENSI Arief Ahmad. 2007. Jurnalisme Bencana Bencana Jurnalisme. Jakarta : Andi Group

(tulisan yang belum selesai, masih butuh banyak perbaikan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun