Mohon tunggu...
Febroni Purba
Febroni Purba Mohon Tunggu... Konsultan - Bergiat di konservasi ayam asli Indonesia

Nama saya, Febroni Purba. Lahir, di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Menempuh pendidikan SD hingga SMA di Kota Medan. Melanjutkan kuliah ke jurusan ilmu Peternakan Universitas Andalas. Kini sedang menempuh pendidikan jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Pernah menjadi jurnalis di majalah Poultry Indonesia selama tiga tahun. Majalah yang berdiri sejak tahun 1970 ini fokus pada isu-isu ekonomi, bisnis, dan teknik perunggasan. Di sana ia berkenalan dengan banyak orang, mengakses beragam informasi seputar perunggasan Tanah Air dan internasional. Samapai kini ia masih rajin menulis, wawancara dan memotret serta berinteraksi dengan banyak pihak di bidang peternakan. Saat ini dia bergabung di salah satu pusat konservasi dan pembibitan peternakan terpadu ayam asli Indonesia. Dia begitu jatuh cinta pada plasma nutfah ayam asli Indonesia. Penulis bisa dihubungi via surel febronipoultry@gmail.com. atau FB: Febroni Purba dan Instagram: febronipurba. (*) Share this:

Selanjutnya

Tutup

Money

Perusahaan Ayam Lokal Thailand Akan Masuk ke Indonesia?

10 April 2016   12:42 Diperbarui: 10 April 2016   14:04 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ayam Kai Dang produksi Tanaosree (Sumber: Tanaosree)

PERUSAHAAN ayam lokal asal Thailand segera masuk ke Indonesia. Menurut informasi yang diperoleh Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Tanaosree Grup milik Tanop Sujikara dari negeri Gajah Putih itu sedang menyiapkan ekspansi bisnisnya ke Indonesia.


Proses daging ayam lokal Tanaosree yg sangat modern dan higienis (Sumber: Tanaosree)

Perusahaan tersebut memproduksi native chicken (ayam asli) Thailand persilangan ayam tarung dengan ayam merah yang disebut Kai Dang. Produksinya ditaksir mencapai 100.000 ekor per minggu. Ayam Kai Dang adalah hasil seleksi dari 20 jenis ayam yang ada di Thailand. Bobotnya mencapai 1,8 kg (jantan) dan 1,4 kg (betina) dalam waktu 90 hari atau sekitar 12 minggu.

Ayam Kai Dang produksi Tanaosree, Thailand.

Kabarnya, Tanaosree sudah melakukan komunikasi dengan pelaku peternakan ayam lokal di Indonesia untuk membicarakan rencana kerjasama. Namun, Ketua Umum Himpuli Ade M Zulkarnain belum mengetahui adanya kerjasama antara Tanaosree dengan pelaku peternakan lokal. “Itu masih misteri,” ujarnya.

Ketika dikonfirmasi, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Muladno belum mengetahui adanya isu tersebut. “Belum ada info masuk ke saya tentang hal itu,” katanya melalui pesan Whatsapp, Minggu (10/4).

Sementara itu, Kepala Dinas Peteranakan Jawa Barat Dody Firman Nugraha mengatakan, jika ayam Thailand masuk ke Indonesia, maka jajarannya siap menjaga segmen pasar. “Kita harus perkuat posisi peternak ayam lokal kita. Kalau pun terpaksa masuk sebaiknya diatur segmen pasarnya. Kami daerah akan menjaga segmen pasar,” tuturnya.


Sebelum masuk ke pasar Indonesia, Tanaosree sudah mulai mengekspor daging ayam lokal (Kai Dang) ke Jepang. Peternak ayam lokal diminta untuk siap menghadapi persaingan bisnis dengan perusahaan Thailand. Ade menambahkan, di era Masyarakat Ekonomi ASEAN, kita tidak bisa lagi menghalangi produk asing masuk ke Indonesia. “Pemerintah harus memperhatikan peternakan ayam lokal agar bisa bersaing dan ekspor,” katanya.

Pemerintah abai

Peternak ayam lokal menilai pemerintah masih mengabaikan sektor peternakan ayam lokal. Menurut Ade, peternakan ayam lokal adalah komoditi yang termarginalkan oleh pemerintah.

Padahal, ayam lokal Indonesia seperti ayam Sentul misalnya, tidak kalah dengan ayam Thailand. Bobot hidup ayam Sentul mencapai 1-1,5 kg pada umur 10 minggu. Artinya, peternakan ayam lokal merupakan komoditi andalan untuk bersaing di pasar global. Sayangnya, pemerintah belum memperhatikan peternakan ayam lokal sebagai produk andalan. Sementara, jenis ternak lain seperti ayam ras, sapi, dan susu, masih impor.

Ade menyayangkan sikap pemerintah yang mengabaikan peternakan ayam lokal. Pengembangan peternakan yang dilakukan pemerintah sekarang berfokus pada daging sapi dan ayam ras. Untuk pengadaan indukan sapi jenis Brahman Cross, pemerintah telah menagagarkan dana sebesar Rp 1,3 triliun. Untuk peternakan ayam ras, pemerintah sedang membuat peraturan menteri pertanian.

Padahal, kontribusi daging ayam lokal terhadap pemenuhan daging nasional cukup signifikan setelah ayam ras dan daging sapi. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam dunia lama-lama bisa menjadi kenangan. Dari dua puluh enam jenis ayam lokal Indonesia, delapan puluh persennya ditengarai nyaris punah. Bahkan diantaranya ada yang sudah punah, seperti: Ayam Ciparage, Ayam Jangkur, dll.

Kondisi di atas disebabkan lantaran minimnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan ayam lokal. Meskipun Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Kementrian Pertanian berupaya melakukan pemurnian bibit ayam lokal, upaya itu tersendat akibat minimnya fasilitas pendukung penelitian. Hal ini pernah diungkapkan oleh salah satu peneliti Balitnak.

Abainya sikap pemerintah terhadap pengembangan ayam lokal mencerminkan kurang berpihaknya pemerintah dengan masyarakat bawah. Bahkan, bagi penduduk desa, hampir di setiap rumah memelihara ayam lokal. “Ada 22 juta rumah tangga yang memiliki ternak ayam kampung. Ini sangat potensial dalam mendukung perekonomian masyarakat,” pungkas Ade. febroni_purba@yahoo.com

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun