Mohon tunggu...
Febroni Purba
Febroni Purba Mohon Tunggu... Konsultan - Bergiat di konservasi ayam asli Indonesia

Nama saya, Febroni Purba. Lahir, di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Menempuh pendidikan SD hingga SMA di Kota Medan. Melanjutkan kuliah ke jurusan ilmu Peternakan Universitas Andalas. Kini sedang menempuh pendidikan jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Pernah menjadi jurnalis di majalah Poultry Indonesia selama tiga tahun. Majalah yang berdiri sejak tahun 1970 ini fokus pada isu-isu ekonomi, bisnis, dan teknik perunggasan. Di sana ia berkenalan dengan banyak orang, mengakses beragam informasi seputar perunggasan Tanah Air dan internasional. Samapai kini ia masih rajin menulis, wawancara dan memotret serta berinteraksi dengan banyak pihak di bidang peternakan. Saat ini dia bergabung di salah satu pusat konservasi dan pembibitan peternakan terpadu ayam asli Indonesia. Dia begitu jatuh cinta pada plasma nutfah ayam asli Indonesia. Penulis bisa dihubungi via surel febronipoultry@gmail.com. atau FB: Febroni Purba dan Instagram: febronipurba. (*) Share this:

Selanjutnya

Tutup

Money

Surat Peternak Unggas Lokal untuk Menteri Pertanian

22 Maret 2016   20:17 Diperbarui: 22 Maret 2016   20:26 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayam Ciparage (Sumber: Yudha Farm)

MENTERI Pertanian Amran Sulaiman dinilai belum memperhatikan nasib ribuan bahkan jutaan peternak unggas di Indonesia. Padahal kementrian pertanian wilayah kerjanya tidak hanya bertanggung jawab soal pasokan beras, jagung, daging sapi, ayam ras semata. Kementrian pertanian juga bertanggung jawab pula dalam mengembangkan komoditas lain seperti unggas lokal.

Pemerintah mungkin lupa bahwa negara pun bertanggung jawab dalam menyelematkan plasma nutfah unggas lokal. Sekarang ini. semakin jarang didengar nama-nama ayam asli Indonesia seperti Pelung, Cemani, Kedu, Gaok, Ciparage, Kokok Balenggek, dll. Keberadaan ayam lokal ini sebetulnya nyaris menuju kepunahan. Disinilah abdi-abdi negara itu terkesan melakukan pembiaran.

Dalam berbagai kesempatan pemerintah menggalakkan cinta produk dalam negeri. Di sini juga pelayan negara itu tidak konsisten. Bukankah ayam lokal ini merupakan produk lokal dari bumi Pertiwi. Bahkan ayam lokal itu justru paling murni produk dalam negeri ketimbang ayam ras—yang notabene induknya impor dari luar negeri.

Sementara itu, para peternak memiliki peran dalam menyelamatkan dan mengembangkan plasma nutfah ayam dan itik Indonesia. Ibarat seorang anak tanpa perhatian orang tua, demikian peternak-peternak ini kehilangan perhatian negara. Peternak-peternak itu kini mulai teriak supaya negara hadir bersama mereka. Para peternak ini kemudian membuat surat ke Menteri Pertanian Amran Sulaiman.

Perihal surat tersebut adalah “Curhatan dari Peternak-Peternak Unggas Lokal (ayam & itik)” yang ditulis oleh Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (HIMPULI) Ade M. Zulkarnain, Senin, 22 Maret 2016.

 

 

Assalamualaikum ww.

Yth Bapak Menteri Pertanian.

Perihal: Curhatan dari peternak2 unggas lokal (ayam & itik).

Kenapa ya pemerintahan sekarang sangat tdk peduli dg peternak dan ternak unggas lokal? Padahal komoditas ternak ini bermuara pada sumber daya genetik unggas asli Indonesia. Justru para peternak2 unggas lokal lah yg menyelamatkan dan mengembangkan plasma nutfah ayam & itik negeri ini tanpa ada sentuhan dan kepedulian pemerintah. Kami lah yg bangga dengan pemanfaatan ternak-ternak lokal.

Kontribusi peternak unggas lokal dlm pemenuhan daging nasional juga cukup signifikan, sekitar 11% (di bawah ayah ras dan sapi. Tapi lbh besar dibanding babi, kambing, domba, kerbau dan aneka ternak lainnya).

Dalam menghadapi persaingan pasar bebas Asean, komoditas unggas lokal adalah yg paling potensial dengan source dan niche market nya.

Tapi sekarang kami cuma dianggap sekedar pelengkap bahkan nyaris dianggap tidak ada.

Buktinya, tidak ada program atau kegiatan peternakan yg menyentuh unggas lokal.

Selain itu, seminggu setelah dilantik sebagai Mentan kami sdh menyurati Bapak Amran Sulaiman utk beraudiensi. Jangankan diterima, surat Himpuli sudah 17 bulan sama sekali tidak direspon.

Beda dengan Menteri Pertanian terdahulu. Boengaran Saragih memberikan perhatian melalui kebijakan yg memproteksi usaha ayam lokal. Anton Apriyantono berkali-kali mengundang kami dan selalu hadir dlm setiap acara Himpuli. Demikian juga dengan Suswono. Tidak lama setelah dilantik sbg menteri, yg beliau kunjungi adalah peternakan unggas lokal. Lebih dari itu, berulangkali mau melihat perkembangan usaha peternakan rakyat sektor unggas lokal.

Dana kegiatan untuk pengembangan kelompok peternak unggas lokal di masa tiga Mentan itu cukup lumayan. Demikian pula dengan bantuan untuk kelembagaannya.

Sekarang kami dilepas dan ditelantarkan serta harus bisa bersaing dengan raksasa-raksasa peternakan unggas.

Kami memang tidak pernah teriak atau berdemo seperti peternak komoditas lain. Kami tidak cengeng seperti mereka.

Tapi, Pak Menteri doa orang tertindas atau termarginalkan katanya lebih diijabah.

Dan tidak tertutup kemungkinan teriakan kami akan jauh lebih keras.

Wassalam

(Peternak unggas lokal yg tergabung dalam HIMPULI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun