Dua mahasiswi Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Juliansyah Anita Yunus dan Rebeka Patrcia Sianturi mengikuti International Student Scientific Conference (ISSC) 2015 di Universitas Wageningen, Belanda, yang akan digelar 28 November 2015. ISSC merupakan program tahunan Persatuan Pelajar Indonesia-Wageningan yang bertujuan menjalin interaksi dan diskusi dalam lingkup disiplin ilmu untuk masa depan yang lebih baik.
Keterangan gambar: Juliansyah Anita Yunus (Kiri) dan Rebeka Patricia Sianturi (Kanan).
Konferensi tersebut mengangkat tema “Improving Food and Agriculture Products to Accelerate Sustainable Future”. Kedua mahasiswi tersebut akan mempresentasikan paper mengenai “Rendang Itik Suir As Product Innovation of Unproductive Pitalah Ducks” dihadapan mahasiswa, peneliti, pengajar, dan profesional dari berbagai negara.
Itik Pitalah merupakan salah satu keanekaragaman hayati Indonesia yang langka. Nama Itik Pitalah diambil dari nama nagari Pitalah, Tanah Datar, Sumatera Barat. Disanalah mula-mula berkembangnya plasma nutfah (sumberdaya genetik) bernama Itik Pitalah.
Anita berharap papernya terpilih sebagai paper terbaik dan rendang itik pitalah semakin dikenal dunia. “Harapannya paper kami menjadi yang terbaik dan mengangkat plasma nutfah Sumatera Barat yang selama ini terabaikan. Kami juga ingin meningkatkan pendapatan penduduk nagari Pitalah melalui rendang itik pitalah,” ujar Anita melalui pesan WhatsApp, Minggu (22/11).
Riset mengenai rendang itik pitalah ini dinyatakan lulus oleh panitia tanggal 26 September 2015. Jumlah paper yang lulus ke meja panitia sebanyak 20 dari 160 paper.
Setelah presentasi di Belanda, Anita dan Rebeka berencana mengembangkan bisnis rendang itik pitalah. Dalam waktu dekat keduanya akan memberi penyuluhan untuk gerakan beternak itik pitalah di Tanah Datar sekaligus mengenalkan rendang itik pitalah melalui media sosial.
Minim dukungan
Ketika di Jakarta (4/11), Anita sempat mengatakan minimnya dukungan moril dan materil dari berbagai pihak yang ditemuinya. Bahkan ada beberapa oknum yang memberi kesan negatif kepada mereka lantaran membawa proposal. “Proposal sudah disebarkan ke instansi pemerintah daerah, perusahaan swasta, BUMN, LSM, yayasan tetapi belum ditanggapi,” ucapnya.
Anita dan Rebeca sempat bercerita ketika mendatangi beberapa instansi pemerintah daerah di Sumbar. “Kami merasa diabaikan oleh beberapa oknum pegawai negeri padahal kegiatan yang kami lakukan sangat bermanfaat. Kami tidak hanya butuh uang tetapi setidaknya kami mendapat dukungan moril,” kata Anita.
Adapun biaya yang dibutuhkan Anita dan Rebeka sebesar Rp 47 juta. Biaya tersebut digunakan untuk bahan penelitian, tiket pesawat, transportasi lokal, visa, konsumsi, dan asuransi perjalanan. “Anggaran dana yang kami butuhkan sebesar Rp 47 juta. Hingga saat ini biaya yang sudah terkumpul baru Rp 25 juta,” kata Rebeca. Biaya tersebut berasal dari pihak Universitas Andalas (Rp 20 juta) dan peternak itik dari Karawang Jawa Barat Muhammad Fahmi Wiwot (Rp 5 juta).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H