Mohon tunggu...
febri prasetyo
febri prasetyo Mohon Tunggu... -

Seorang guru yang masih terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menangkal Hoaks dengan Jurus Metilmiah

8 November 2017   10:13 Diperbarui: 8 November 2017   14:01 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menerka sebuah berita itu hoax atau bukan sebenarnya susah-susah mudah. Susah dirasakan apabila berita hoax itu informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki pembacanya. Faktor subyektif membuat kebohongan nampak sangat benar. Kalau sudah seperti ini, berbagai bantahan maupun sangahan atas informasi yang diyakininya akan menjadi sulit.

Facebook mencoba memberikan tips ringan untuk mengetahui dengan mudah apakah suatu berita benar adanya atau hanya hoax semata, yaitu :

  • Selalu berpikir skeptis (ragu) terhadap judul berita, terutama yang untuk judul-judul yang bombastis dan mengandung klaim-klaim tertentu. Judul-judul bombastis memang bertujuan untuk memancing emosi sehingga pembaca tidak lagi obyektif dalam menilai sebuah berita. Klaim-klaim palsu juga disusupkan agar semakin menyakinkan. Apalagi bila muncul seruan untuk menyebarluaskan informasi tersebut melalui berbagai cara.
  • Pastikan tautan atau sumber-sumber informasinya dengan teliti. Sebuah informasi yang benar umumnya berani mencantumkan tautan atau sumber yang digunakan sebagai referensinya.
  • Perhatikan foto, video, tanggal, identitas penulis. Biasanya sebuah berita hoax tidak akan mencantumkan identitas penulis dengan jujur. Terkadang menggunakan profil orang lain untuk menyembunyikan profil aslinya.
  • Perhatikan maksud dari situs atau sumber informasinya. Bisa jadi memang sebuah situs yang khusus berisi lelucon atau sindiran dengan mengemas ulang berita tertentu.

Motivasi seseorang membuat dan menyebarkan konten hoax baik itu melalui media elektronik maupun media lain, tentu sangat beragam. Bisa saja sebuah hoax dilatarbelakangi persaingan usaha, dendam, radikalisme terhadap suatu paham atau keyakinan, permusuhan atau hanya sebatas iseng belaka.

Selain itu, motivasi hoax juga bisa ditengarai melalui bahaya atau efek yang bisa ditimbulkan dari sebuah berita hoax, yaitu :

  • Merugikan suatu pihak
  • Memberikan reputasi buruk bagi pihak lain
  • Menjadi ajang penyebaran fitnah
  • Menyebarkan informasi yang salah

Dampak negatif berita hoax tidak hanya merugikan seseorang saja. Namun bisa pula dialami oleh kelompok, perusahaan dan pemerintah. Bisa kita bayangkan apa yang terjadi apabila suatu kelompok masyarakat difitnah melalui berita hoax yang mengatasnamakan kelompok masyarakat lain. Tentu bisa memicu konflik sosial yang bisa pula berujung pada perselisihan fisik antar kelompok.

Hoax juga pernah hampir merusak beberapa merk terkenal di Indonesia. Seperti cerita hoax tentang pemanis buatan Aspartam yang disebarkan melalui pesan berantai pada tahun 2009 lalu dan sempat merebak lagi di tahun 2017 ini. Setidaknya ada 19 merk produk minuman yang beredar di masyarakat, termasuk diantaranya merk Marimas yang tercoreng namanya karena hoax tersebut.  Pesan yang mengatasnamakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini telah dibantah oleh IDI sekaligus BPOM yang menyatakan bahwa Aspartam dapat digunakan secara aman dan tidak berbahaya bila sesuai takaran.

Adakah peran Guru dan Pendidikan dalam Menangkal Hoax?

Guru dan pendidikan sebenarnya memiliki peran yang sangat strategis dalam menangkal geliat hoax. Guru juga memiliki kewajiban sosial untuk bisa mengarahkan dan mengedukasi siswa agar tidak gagap dalam menerima informasi hoax. Meskipun guru hanya bekerja dalam lingkup sekolah, namun interaksinya dengan siswa memungkinkannya untuk bertindak lebih menangkal hoax.

Sebagaimana informasi sebelumnya, bahwa hampir sebagian besar pengguna media sosial di Indonesia adalah pelajar dan mahasiswa. Maka, apabila tindakan-tindakan untuk menangkal hoax dimulai dari pelajar dan mahasiswa, maka bisa dipastikan mata rantai penyebaran informasi hoax tidak akan efektif.

Namun tentu saja untuk membekali siswa sadar akan hoax dan bahayanya, tidak cukup hanya dengan memberi tahu laksana penjelasan materi pelajaran di kelas. Perlu metode, tahapan, jurus dan kesabaran agar siswa benar-benar memahami keadaan mereka yang mudah dipengaruhi berita hoax serta cara menangkalnya. Salah satu metode agar siswa bisa mendiri mendeteksi suatu berita hoax adalah membekali siswa pada kemampuan Metodologi Ilmiah (Metilmiah).

Pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dikenal sebuah metode ilmiah (Metilmiah) yang menjadi pedoman bagi kalangan ilmiah saat meneliti suatu fenomena alam. Sebuah gejala alam tidak bisa cukup dipahami hanya dengan mendengar kisahnya saja di buku-buku pelajaran. Meski apa yang tertera di buku-buku pelajaran tersebut memang menjadi salah satu fakta ilmiah, namun sangat mungkin yang sebenarnya terjadi bukanlah seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun