Mohon tunggu...
Febriana AyuSoraya
Febriana AyuSoraya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Seorang Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta yang berfokus dalam bidang pemerintahan dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Waste Not, Want Not: Permasalahan Sampah Indonesia dan Kisah Keberhasilan Sistem Pengelolaan Sampah di Belanda

31 Mei 2024   20:20 Diperbarui: 1 Juni 2024   11:07 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://typicalnl.wordpress.com/2012/04/25/how-to-throw-your-household-waste-in-the-netherland 

Sampah menjadi salah satu permasalahan yang cukup kompleks di Indonesia. Sebagai negara kepulauan, penanganan pengelolaan sampah di berbagai daerah sangat beragam, hal tersebut menjadi salah satu faktor permasalahan sampah di Indonesia masih terus terjadi hingga saat ini. Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia dengan populasi yang mencapai jutaan orang memiliki permasalahan sampah yang memprihatinkan.

Deputi Gubernur Jakarta dalam bidang Budaya dan Pariwisata Marullah Matali  yang menjabat saat itu mengatakan bahwa terhitung Bulan Maret 2022, Jakarta menghasilkan 7.500 ton sampah perharinya. Fenomena luar biasa tersebut , apabila tidak disertai dengan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah akan menjadi sebuah boomerang yang merugikan bagi Indonesia,khususnya Jakarta sendiri.

Berdasarkan dengan permasalahan yang terjadi tersebut, penulis merasa Indonesia perlu memperbaharui penerapan kebijakan yang mampu menekan adanya sampah yang menumpuk di lingkungan sekitar. Melihat kondisi negara lain, Belanda merupakan salah satu negara di benua eropa yang terkenal dengan kebersihan dan tata letak kota nya yang rapi dan cantik.

Masyarakat Belanda juga memiliki budaya perilaku untuk membuang sampah ke tempat-tempat yang telah disediakan didepan rumah mereka masing-masing. Keberhasilan tersebut berawal dari kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda menerapkan kebijakan incineration atau pembakaran sampah, recycling, composting.

Pembuangan sampah di TPA tidak lagi menjadi aturan yang diterapkan dengan alasan bahwa TPA memerlukan lahan yang luas dan Belanda memiliki permasalahan keterbatasan lahan.

Selain itu, dengan kebijakan pembuangan sampah di TPA memerlukan pengelolaan penanganan limbah cair yang cukup rumit, TPA juga akan menimbulkan efek gas rumah kaca yang berasal dari gas metana yang dilepaskan tumpukan sampah tersebut.  Selain adanya kebijakan tersebut pemerintah Belanda juga menerapkan adanya lima elemen penting untuk mencapai keberhasilan pengelolaan sampah. Elemen yang pertama adalah adanya urutan preferensi,yang merupakan pendekatan yang dilakukan oleh Belanda dengan tujuan sebisa mungkin menghindari timbulnya limbah,memulihkan bahan mentah yang dapat digunakan , menghasilkan energi dengan membakar sisa limbah.

Penimbunan hanya diperbolehkan pada aliran limbah yang tidak dapat dilakukan pemulihan atau pembakaran. Adapun panduan urutan preferensi yang diterapkan oleh pemerintah Belanda antara lain : pencegahan,persiapan untuk penggunaan kembali, daur ulang,pemulihan lainnya dan pembuangan.  Elemen yang kedua adalah penerapan standar pengelolaan limbah yang ketat, upaya ini diterapkan untuk mengurangi tekanan lingkungan yang diakibatkan dari pengelolaan limbah.

Standar yang diberlakukan antara lain : standar perlindungan tanah dari penimbunan, standar mutu bahan sekunder yang berasal dari limbah, standar kualitas udara untuk pembakaran,standar mutu pupuk organic, larangan adanya TPA untuk 35 aliran sampah. Elemen yang ketiga adalah bekerja sama dengan pemerintah daerah , pemerintah Belanda memeiliki Dewan Pengelolaan Sampah yang terbentuk tahun 1990 dengan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah yang efektif.

Dewan tersebut dibentuk dengan kesepakatan sukarela anatara tiga tingkatan pemerintahan yaitu nasional,provinisi,dan lokal untuk mencapai kesepakatan bersama. Teapi tugas Dewan trtersebut terhenti tahun 2006 karena target telah tercapai dan sampah tidak lagi menjadi agenda politik yang penting.

Elemen yang kelima adalah tanggung jawab produser yang diperluas, hal ini bertujuan pagi seluruh pelaku usaha atau produsen maupun importir bertanggung jawab atas pengelolaan produk yang mereka miliki atau akan dipasarkan ketikan produk tersebut dibuang. Kesepakatan tanggung jawab ini diikat melalui peraturan perundang-undangan.

Elemen yang terakhir adalah penggunaan berbagi instrument untuk merangsang pencegahan dan daur ulang, hal tersebut dilakukan dengan beberapa pergerakan antara lain adanya penegakan peraturan, menurut pemerintah Belanda , tanpa penegakan hukum , pengelolaan sampah tidak akan berhasil. Selanjutnya adalan instrumen keuangan,seperti adanya pajak TPA , sistem pungutan sampah berbasis volume membantuu mencapai peralihan menuju pengurangan TPA dan lebih banyak pemulihan dan daur ulang sampah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun