Sebagaimana diketahui, sumber pokok Hukum Islam adalah wahyu, baik yang tertulis (kitab Allah/Al-Qur'an) maupun yang tidak tertulis (Sunnah Rasulullah). Materi-materi hukum yang terdapat di dalam sumber tersebut, secara kuantitatif terbatas jumlahnya. Karena itu terutama setelah berlalunya zaman Rasulullah, dalam penerapannya diperlukan penalaran.
Permasalahan-permasalahan yang tumbuh dalam masyarakat adakalanya sudah ditemukan nashnya yang jelas dalam kitab suci Al-Qur'an atau Sunnah Nabi, tetapi adakalanya yang ditemukan dalam Al-Qur'an atau Sunnah Nabi itu hanya berupa prinsip-prinsip umum. Untuk pemecahan permasalahan-permasalahan baru yang belum ada nashnya secara jelas, perlu dilakukan istinbath hukum, yaitu mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihad berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur'an atau Sunnah.
Banyak cara dalam mempelajari hukum Islam. Cara yang dilakukan oleh umat muslim di Indonesia dengan umat muslim luar negeri terkadang berbeda, akan tetapi ada cara yang diakui secara universal bagi seluruh umat muslim di dunia. Di Indonesia masih sering dijumpai adanya perbedaan penafsiran suatu ayat Al-Qur'an atau hadist maupun penafsiran dalam pemecahan masalah yang tidak ada aturan secara jelas di dalam Al-Qur'an maupun hadist. Hal ini menjadi sebuah permasalahan yang tidak hanya menyangkut kehidupan di dunia melainkan juga kehidupan setelah mati. Nasib seseorang atau status amal ibadah maupun perbuatan di dunia akan dipertanyakan kelak di akhirat, salah satunya adalah penyelesaian suatu masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Terutama bagi umat muslim yang seharusnya hidup dalam bingkai syariat yang baik sesuai dengan yang disampaikan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Sehingga dalam makalah ini akan dibahas bagaimana sumber-sumber hukum Islam khususnya mengenai Istidlal.
 Pengertian Istidlal
Secara bahasa, kata istidlal berasal dari kata istadalla yang berarti: minta petunjuk, memperoleh dalil, menarik kesimpulan. Imam al-Dimyathi memberikan arti istidlal secara umum, yaitu mencari dalil untuk mencapai tujuan yang diminta.[1]
Â
Definisi di atas menunjukan bahwa seorang mujtahid dalam memutuskan sesuatu keputusan hukum hendaklah mendahulukan Alquran, kemudian As-Sunnah, lalu al-Ijma selanjutnya Al-qiyas. Dan jika Ia tidak menemukan pada Alquran, As-Sunnah, Al-Ijma dan Al-Qiyas, maka hendaklah mencari dalil lain ( Istidlal ).
Â
 Â
 Teori Istidlal
Dalam proses pencarian, Alqur'an menjadi rujukan yang pertama, al-Sunnah menjadi alternatif kedua, ijma' menjadi yang ketiga dan qiyaspilihan berikutnya. Apabila keempat dalil belum bisa membuat keputusan hukum, maka upaya berikutnya adalah mencari dalil yang diperselisihkan para ulama, seperti istihsan, Mashlahah Mursalah, dan lain-lain. Dengan demikian, teori istidlal merupakan pencarian dalil-dalil diluar keempat dalil tersebut. [2]