Propaganda ini disebarkan melalui media massa, film, radio, dan pendidikan. Media tersebut dikendalikan untuk memastikan bahwa hanya pesan-pesan yang mendukung rezim Nazi yang diterima oleh masyarakat. Kontrol ketat terhadap media ini memastikan bahwa tidak ada perbedaan pandangan atau informasi yang dapat menggoyahkan dukungan rakyat terhadap dirinya.
4. Menghilangkan Oposisi dan Menegakkan Disiplin Ketat
Hitler percaya bahwa stabilitas dan kesatuan hanya bisa tercapai jika negara tidak diwarnai dengan perbedaan pendapat atau oposisi. Oleh karena itu, ia menghapuskan sistem multipartai dan menjadikan Partai Nazi satu-satunya partai politik yang sah di Jerman. Untuk menegakkan disiplin dan menakut-nakuti lawan-lawan politiknya, ia membentuk organisasi-organisasi represif seperti Gestapo dan SS yang bertugas melacak dan menghukum mereka yang dianggap sebagai "musuh negara."
Penghapusan oposisi ini memperkuat posisi Hitler sebagai pemimpin tunggal dan mengurangi potensi munculnya ancaman terhadap kebijakan-kebijakannya yang ekstrem. Setiap bentuk perlawanan terhadap kebijakan Nazi dihadapi dengan keras, termasuk penangkapan, penyiksaan, atau pengasingan.
5. Strategi "Musuh Bersama" untuk Meningkatkan Solidaritas
Strategi Hitler untuk memperkuat dukungan rakyat melalui identifikasi "musuh bersama" juga sangat efektif. Dengan menyalahkan kaum Yahudi, komunis, dan kelompok minoritas lainnya atas kesulitan yang dihadapi oleh bangsa Jerman, ia mampu mengalihkan kemarahan publik terhadap target-target eksternal, bukan kepada rezimnya. Strategi ini tidak hanya memperkuat solidaritas di antara warga Jerman, tetapi juga memicu kebencian terhadap kelompok-kelompok yang dianggap "merusak" masyarakat.
Dengan adanya ancaman yang dianggap nyata, rakyat menjadi lebih mudah dimanipulasi untuk mendukung kebijakan-kebijakan ekstrem seperti Holocaust dan ekspansi militer. Solidaritas yang terbentuk melalui kebencian kolektif ini memperkuat kendali Hitler dan menguatkan posisi Nazi sebagai rezim yang didukung mayoritas masyarakat Jerman.
How: Bagaimana Hitler Menerapkan Gaya Kepemimpinan Ini?
Adolf Hitler dikenal sebagai pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan otoriter dan karismatik dalam menjalankan kekuasaannya sebagai pemimpin Jerman Nazi dari tahun 1933 hingga 1945. Gaya kepemimpinannya yang represif dan memikat banyak pihak ini memiliki dampak besar, tidak hanya terhadap masyarakat Jerman, tetapi juga terhadap dunia secara keseluruhan. Melalui kontrol penuh, propaganda masif, dan kemampuan untuk mempengaruhi massa dengan karismanya, Hitler membangun fondasi kekuasaannya yang kuat. Berikut ini adalah cara-cara yang digunakan Hitler dalam menerapkan gaya kepemimpinan tersebut.
1. Sentralisasi Kekuasaan dan Penghapusan Sistem Demokrasi
Salah satu langkah pertama Hitler setelah berkuasa adalah menghapuskan sistem demokrasi di Jerman dan mengonsolidasikan semua kekuatan politik ke dalam genggaman Partai Nazi. Pada tahun 1933, setelah terpilih menjadi Kanselir, ia memperkenalkan Undang-Undang Pemberian Kuasa (Enabling Act) yang memberinya kekuasaan legislatif tanpa harus mendapat persetujuan parlemen.Â