Mohon tunggu...
Febby Maulina
Febby Maulina Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

dak tau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bermain Cat dan Kemarahan Ibuku

17 September 2024   19:24 Diperbarui: 17 September 2024   19:31 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mempunyai seorang sepupu perempuan. Kami sering dibilang kembar. Karena nama panggilan dan wajah kami yang serupa. Jarak umur kita juga hanya berbeda sembilan bulan.

Aku sering dipanggil Fera. Dan sepupuku sering dipanggil Feni. Itu lah mengapa kami sering dibilang kembar.

Saat itu aku berumur 8 tahun lebih 5 bulan. Feni juga berumur 8 tahun tetapi sedikit lebih muda dariku.

Waktu itu aku duduk di bangku kelas 2 Sd. Sedangkan Feni duduk di bangku kelas 1 Sd.

Aku sedikit lebih cepat memasuki sekolah di banding Feni. Karena aku memulai masa pendidikan mulai dari Tk. Sedangkan Feni mulai dari Paud.

Sore itu, aku bersama sepupuku Feni pulang mengaji. Kami tinggal bersama di rumah nenek. Rumah nenek tidak jauh dari tempat mengaji kami.

Sesampainya di rumah kami merasa bosan. Orang tua kami bekerja dan nenek kakek kami sibuk dengan urusannya masing-masing.

Saat itu rumah nenekku sedang dalam proses pembangunan lantai dua. Namun pembangunannya ditunda. 

Aku dan Feni suka bermain di lantai dua yang belum jadi itu. Saat itu lah aku mendapatkan ide gila ini.

Aku mengajak sepupuku untuk bermain ke lantai dua yang belum jadi. Dia pun menyetujui ajakan ku.

"Feni, main ke atas yuk." ucapku dengan bersemangat.

"Ayo Fera!" balas Feni tak kalah semangat.

Aku dan Feni bergegas menuju lantai dua yang belum jadi itu. Dengan sangat hati-hati kami naik supaya nenek kakek kami tidak mengetahuinya.

Sesampainya di atas kami duduk sembari melihat anak seusia kami yang bermain di bawah. Hembusan angin di sore hari membuat helai rambut kami berterbangan.

Beberapa saat kemudian aku menemukan sebuah kaleng cat. Aku berniat mengajak Feni untuk memainkannya.

"Feni! liat aku nemuin apa!" teriakku sambil menunjuk kaleng cat itu.

"Wah! ayo main!" jawab Feni dengan semangat.

Feni pun bergegas menuju tempat dimana kaleng cat itu kutemukan. Lalu kami pun memainkannya.

"Kak! bagi dong!" ucap seorang anak laki-laki bersama temannya dari bawah. 

Aku dan Feni mencelupkan tangan ke dalam cat kaleng itu. Lalu kami mengarahkan tetesan cat di tangan kami ke bawah.

Mereka bersorak kegirangan. Kami pun ikut senang bisa bermain bersama.

Tiba-tiba seseorang memanggil kami. Kami yang merasa dipanggil pun melihat ke belakang.

"Ngapain kalian?!" ucap ibuku dengan amarahnya.

Akibat keasikan bermain kami sampai tidak sadar. Ternyata orang tua kami sudah pulang.

Aku dan Feni segera berhenti bermain cat. Kami panik dan hanya bisa diam.

"Cepat turun ke bawah. Bersihkan tangan kalian itu." ucap ibuku sambil melanjutkan ocehannya.

Dengan wajah yang bersalah aku dan Feni turun ke bawah. Kami menuju kamar mandi belakang.

Karena tidak bisa membersihkannya ibuku menggantikan ku untuk membersihkan tanganku. Ibuku masih marah sehingga dia membersihkannya dengan keras.

Setelah tanganku bersih ibuku sudah tak marah lagi. Aku dan Feni segera mandi sore.

Saat mandi aku dan Feni merasa perih di kedua lengan tangan. Setelah mandi muncul banyak goresan di tangan kami dan sedikit demi sedikit mulai mengeluarkan darah

Ternyata tangan kami luka akibat membersihkan tangan yang terkena cat. Kami meringis kesakitan karena luka nya terlalu banyak.

Setelah kejadian itu kami mengalami kesulitan dalam beraktivitas. Saat hendak makan dan menulis rasanya sangat perih.

Ibuku sadar bahwa kami kesulitan dalam beraktivitas. Dia juga sadar bahwa luka ini karena kejadian kemarin.

Aku pun menangis akibat luka di tanganku. Saat menangis tak sengaja ibuku melihat ku saat itu.

Lalu ibu menghampiriku. Ia tau bahwa aku menangis akibat luka ditanganku.

"Kenapa kamu nangis?" ucap ibuku dengan tegas.

"Tanganku sakit." jawabku sembari menghapus air mata seolah-olah aku tidak menangis

"Makanya jangan nakal! liat sakit kan tangannya?" ucap ibuku dengan marah. 

Aku pun terdiam dan tertunduk menahan tangis. Aku tak berani menatap wajah ibuku yang sedang marah.

Setelah beberapa saat ibuku sudah tak marah lagi. Ia pun menasehati ku agar tak berbuat hal yang merugikan lagi.

"Besok-besok jangan main aneh-aneh lagi. Liat tuh tanganmu jadi luka. Sakit kan?" ucap ibuku dengan suara rendah.

"Iya bu." jawabku dengan penuh penyesalan.

"Jangan berbuat hal buruk yang akan merugikan dirimu sendiri, nak." nasehat ibuku dengan suara yang lembut.

"Iya bu. Aku minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi." ucapku dengan tulus.

Beberapa hari kemudian luka ditangan kami sudah mulai pulih. Aku dan Feni sudah bisa bersekolah dan bermain bersama teman-teman walaupun tanganku sedikit perih.

Saat di sekolah teman-temanku bertanya-tanya. Ada apa dengan kedua lengan tanganku. 

Aku pun menceritakan kejadian waktu itu. Dimana aku dan sepupuku Feni bermain cat.

Teman-temanku yang mendengarnya dibuat kaget oleh ceritaku. Mereka tak menyangka bahwa aku dan sepupuku melakukan hal gila itu.

Di sisi lain ternyata Feni juga menceritakan kejadian itu kepada teman-temannya. Reaksi mereka sama. Mereka sangat kaget.

Setelah beberapa hari luka goresan di tangan kami mulai sembuh. Dan kami sudah bisa bermain bersama teman-teman yang lainnya.

Kini kami sudah remaja. Aku duduk di bangku kelas sembilan dan Feni di bangku kelas delapan.

Sekarang aku berusia 14 tahun. Sedangkan Feni berusia 13 tahun. Tak lama lagi umurnya akan bertambah menjadi 14 tahun sama sepertiku.

Kini kami sudah tidak berbuat hal gila lagi. Kami sudah tidak senakal dulu lagi.

Setelah kejadian beberapa tahun lalu kami mendapat pelajaran. Bahwa berbuat hal yang merugikan itu hanya akan menyakiti diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun