Mohon tunggu...
Febby Litta
Febby Litta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dreamer

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Bulan Baru, Awal Baru

28 November 2015   01:19 Diperbarui: 28 November 2015   12:03 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Febby Litta (No. 10)

Rara adalah seorang anak perempuan yang cantik. Wajahnya berbentuk bulat telur, dengan mata bening bola pingpong dan pipi montok . Kulitnya putih bersih dan hidungnya kecil tapi mancung. Rambutnya indah, berwarna kecoklatan se-punggung dengan gelombang-gelombang besar diujungnya. Rara paling suka jika rambutnya diikat menjadi 2 bagian di kanan dan kiri lalu mengayun-ayunkannya dengan sengaja ketika berjalan.

Dia anak yang pemberani, setiap hari dia berangkat ke sekolah tanpa diantar oleh orang tuanya. Sejak berada di taman kanak-kanak, hanya sekali dia diantar, setelahnya dia berangkat sendiri dengan berjalan kaki. Dia biasa membela teman-temannya yang lemah, yang sering diganggu oleh teman lainnya yang berbadan besar. Padahal kalau kalian mau tahu, di kelasnya dirinyalah yang berbadan paling kecil. Ketika di dalam kelas, dia selalu aktif menjawab pertanyaan guru, mengajukan diri untuk tampil ke depan. Jika anak-anak perempuan seusianya akan berteriak ketakutan melihat cacing, dia tidak sama sekali.

Sepertinya dia adalah anak yang tak punya rasa takut. Tapi sebenarnya ada satu hal yang dia takuti, malam bulan mati. Yaitu malam dimana bulan tidak menampakkan diri hingga malam menjadi begitu gelap. Baginya itu sangat mengerikan. Kata teman-temannya pada malam itu akan ada makhluk-makhluk mengerikan muncul, dari hantu beneran ataupun manusia setengah hantu atau manusia jadi-jadian.

Setiap kali bulan mati tiba, Rara selalu ketakutan di kamarnya. Rara kesulitan tidur hingga mengompol di tempat tidur. Tentu saja mamanya heran mengetahui Rara mengompol di tempat tidur. Mamanya bertanya kepada Rara penyebab hal itu terjadi. Rara menceritakan semuanya. Dan setelahnya Rara tidak takut lagi pada bulan mati apalagi sampai mengompol karenanya.

Kalian tahu apa yang dikatakan mamanya Rara hingga Rara tidak ketakutan lagi?

Mamanya mengatakan sesuatu tentang bulan mati. Hal yang berbeda dengan cerita teman-temannya. Bulan mati atau juga disebut bulan baru bukanlah hal yang mengerikan. Apa yang dikatakan temannya tidak benar. Bulan mati atau bulan baru memang membuat malam menjadi gelap. Tapi besoknya, sedikit demi sedikit cahaya bulan akan muncul. Makin lama makin terang dan penuh. Hal itu memberi kita pemahaman bahwa sesuatu yang gelap, yang kita anggap menyeramkan ataupun menyedihkan tidak akan selamanya karena esoknya akan muncul cahaya dan kebahagiaan buat kita.

Begitu juga dengan kalian disini, saat ini mungkin kalian bersedih atas keadaan kalian tapi percayalah akan tiba saatnya kalian bahagia.

Rheinara menarik nafas panjang, mengakhiri ceritanya. Diperhatikannya wajah anak-anak yang menatapnya kagum. Tatapan berbinar dan tampak sekali tulus.

“Sekarang kalian tidur, agar besok bisa bangun pagi-pagi. Lain kali, Ibu cerita lagi” Diperintahkannya anak-anak itu untuk segera tidur.

“Iya Ibu...” sahut mereka lalu satu-satu mencium tangannya.

Dada Rheinara menghangat melihat mereka. Mungkin ini yang dimaksud mamanya dulu. Tentang perasaan bahagia karena dicintai dan diterima sepenuh hati. Di tempat ini dia mendapatkan semuanya, di sebuah panti asuhan yang terletak jauh dari hiruk pikuk kota. Tempat dia menenangkan diri dan kemudian memilih mengabdikan diri setelah kejadian demi kejadian mengerikan yang dialaminya.

***

Masih terekam jelas diingatan Rhein kejadian 2 tahun lalu. Kejadian di sebuah rumah sakit jiwa yang menghebohkan. Dua orang lelaki meninggal di hari yang sama. Yang semuanya berkaitan dengannya. Media-media mengira kedua lelaki itu meninggal karena memperebutkannya. Cinta segitiga yang membawa bencana, begitu kata mereka.

Ran dan James. Dua lelaki itu, meninggal dengan cara yang sama yaitu ditembus oleh timah panas. Ran dibunuh oleh James yang saat itu menyamar menjadi dr. Jalal. Lalu James sendiri, meninggal karena timah panas yang ditembakkan oleh polisi tepat sebelum dia melakukan hal yang sama kepada Rhein.

Terkadang Rhein masih sakit kepala jika mengingat kejadian itu.Tidak pernah terbayangkan olehnya akan memiliki kisah hidup yang begitu rumit, tragis dan menyedihkan.

Mimpinya adalah memiliki keluarga kecil yang bahagia, mengingat masa kecilnya yang tidak bisa dibilang menyenangkan. Bertemu dengan Gie, membuatnya yakin bahwa impiannya akan terwujud. Dia merasa dicintai dan diterima. Seperti kata Mamanya dulu, akhirnya dia menemukan orang yang mencintai dan menerimanya sepenuh hati. Berjuang bersama, dalam pekerjaan, dalam kehidupan. Berbagi suka dan duka bersama, saling mendukung dan mendorong.

Tapi ternyata dia salah, Gie-nya berkhianat. Menyakitkan karena Gie tergoda bukan oleh perempuan lain tapi oleh laki-laki lain. Betapa hancur hidupnya dia rasa. Lelaki yang dicintainya bukan hanya pergi tapi juga berusaha membunuhnya. Rhein tak pernah menyangka, tak sedikitpun terbersit dipikirannya.

Rhein harus menjalani perawatan intensif setelah kejadian yang menimpanya. Menghilangkan halusinasi yang selama ini dia alami dengan terapi-terapi yang melelahkan. Berdamai dengan kesakitan-kesakitannya dan masa lalunya yang buruk. Di awal-awal perawatan beberapa kali Rhein berusaha bunuh diri. Tidak ada lagi keinginannya untuk hidup, tak lagi dimilikinya mimpi, tak ada lagi rasa percaya kepada orang lain.

Namun, harapan hidupnya kembali tumbuh karena suster Wati. Seorang suster paruh baya yang sudah hampir pensiun, yang tanpa lelah menyemangatinya. Bukan sekedar dengan kata-kata sok bijak tapi juga dengan perhatian tulusnya. Suster Wati merawatnya tidak seperti pasien pada umumnya tetapi lebih seperti anaknya sendiri. Mengajaknya bercerita tentang dunia , tentang hal-hal yang sederhana namun indah sambil menyisir rambutnya.

Tak jarang suster Wati membawakan masakan hasil olahannya sendiri agar Rhein makan lebih banyak. Ketulusan suster Wati mampu menggerakkan hatinya kembali. Hingga kemudian suster Wati pensiun dan mengajak Rhein yang sudah boleh keluar dari rumah sakit untuk ikut dengannya.

“Ikutlah denganku nak, kamu tak harus bekerja dan memaksakan diri disana. Hanya aku minta bukalah hatimu, rasakan ketulusan yang ada di sana nanti. Percayalah kamu akan menemukan kebahagiaan dan kedamaian dalam kesederhanaan. Aku tidak akan mengikatmu, kamu boleh pergi kapanpun kamu mau ataupun tinggal selamanya disana”

Rhein melihat ketulusan dari mata suster Wati ketika mengatakannya. Membuatnya tanpa ragu mengiyakan ajakan itu. Suster Wati benar, pelan-pelan Rhein merasakan kedamaian dan menemukan senyumnya kembali. Meskipun tanpa Gie yang pernah sangat dicintainya ataupun Ran yang sempat mengisi kekosongan hatinya.

***

ilustrasi

Untuk membaca karya fikber yang lain, silahkan mengunjungi Fiksiana Community.

Mari bergabung di group FB Fiksiana Community.

Episode-episode sebelumnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun