Dalam Pasal 23 ayat 4 Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi “Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.” Ketentuan ini menjadi wilayah kepentingan politik presiden, karena presiden secara sistematis dapat memecat hakim konstitusi yang dianggap tidak sesuai untuk kepentingan presiden dengan hanya melalui Ketua MK, yang notabenenya saudaranya sendiri, lalu potensi konflik kepentingan ini tidak akan bisa dihindarkan. Dalam sekejap, hakim konstitusi yang tidak memenuhi keinginan para pihak akan hilang satu per satu melalui keputusan presiden.
Etika dan afiliasi kepartaian juga tertuang dalam prinsip-prinsip bagaimana seorang hakim Mahkamah Konstitusi harus bekerja serta sebagaimana tercantum dalam Peraturan Konstitusi, maka sedapat mungkin ia menghindar dari keberpihakan dan konflik kepentingan di luar Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 yaitu tentang Ketakberpihakan hakim MK dalam memutus suatu perkara. “Hakim konstitusi harus melaksanakan tugas Mahkamah tanpa prasangka (prejudice), melenceng (bias), dan tidak condong pada salah satu pihak.”. Penegakan prinsip imparsialitas di poin pertama memperjelas bahwa Ketua MK Anwar Usman, menginat dalam pernikahan adik Jokowi dengan Anwar maka rawan terjadinya pilih kasih dalam memutus perkara yang terkait langsung dengan presiden.
Meskipun asmara cinta pernikahan dua insan tersebut adalah urusan pribadi masing-masing ketua MK tetap harus memiliki Integritas dan komitmen yang kuat. seperti yang diungkapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)dalam hal ini DPR tidak ikut campur dalam rencana pernikahan itu karena bukan Ranahnya. Sama halnya yang disebut oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, pernikahan Anwar dengan Idayati adalah persoalan pribadi. Sehingga menurutnya hal tersebut tak perlu dipermasalahkan. "Saya pikir itu kan persoalan yang masuk ke ranah pribadi," kata Dasco di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Sejalan dengan Mahfud MD yang mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran kode Etik , Dasco juga menyebut, sejauh ini tidak ada larangan Ketua MK menikah dengan keluarga presiden. "Kan, kalau dilihat dari aturan, tidak ada juga yang melarang soal itu," tutur dia. “Sehingga, saya tidak mau berkomentar lebih jauh tentang hal itu. Saya pikir DPR tidak akan mencampuri ranah tersebut," Ucapan selamat atas pernikahan Idayati turut disampaikan oleh partai politik. Salah satunya datang dari parpol pengusung Jokowi di pemilu, PDI Perjuangan. "Kami tentunya mengucapkan selamat dan berbahagia atas pernikahan tersebut," ujar Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, pada 21 Maret 2022.
Namun, Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaaan Kehakiman menyatakan dan menyebutkan dengan jelas bahwa “Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.” dalam pasal ini seorang hakim semestinya bebas dari pengaruh apa pun, juga dalam hal kekerabatan dan kekuasaan.
Pernyataan Anwar dalam Youtube Mahkamah Konstitusi bahwa menikah merupakan perintah agama. Anwar menjelaskan, hal itu juga tercantum dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa ayat 3. "Luar biasa saya, ada desakan mundur. Siapa pun orangnya. Itu hak mutlak Allah, si A menikah dengan si B, saya dengan siapa pun, tidak bisa dilarang oleh siapa pun, salah satu hak mutlak Allah SWT. Lalu ketika melaksanakan perintah Allah SWT, menjauhi larangan Allah SWT, ada orang-orang tertentu yang meminta mengundurkan diri dari sebuah jabatan, apakah saya harus mengingkari keputusan Allah SWT?".
Dengan kekukuhannya Anwar Usman enggan mundur dari kursi jabatannya sebagai ketua MK, Hal ini bisa menggerogoti kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi padahal itu adalah bagian penting dari kode etik dan perilaku hakim konstitusi seperti tertuang dalam butir ketakberpihakan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 yang berbunyi “untuk tetap menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, profesi hukum, dan para pihak yang berperkara terhadap ketakberpihakan hakim konstitusi dan Mahkamah.”
OLEH : FEBBY LIA FA'IQOTUL HIMMA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H