Belakangan ini kita mendengar bahwa Adik dari Presiden Joko Widodo yakni Idayati atau yang kerap disapa Ida berencana akan menggelar pernikahannya pada tanggal 26 Mei 2022 di Solo dengan Anwar Usman yang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi(MK). Dalam rencana pernikahannya tersebut rupanya mengundang banyak polemik dimasyarakat salah satunya adalah posisi Anwar Usman sebagai Hakim MK yang mendapat tuntutan dari masyarakat untuk mundur dari Jabatannya jika ia menikahi adik dari orang nomor satu di Indonesia itu.
Lantas, apakah Anwar akan menerima permintaan masyarakat untuk memilih mundur dari jabatan ataukah melanjutkan pernikahannya yang penuh dengan syarat muatan politik ?
Seperti yang kita ketahui bahwa menyandang jabatan yang tinggi sebagai Ketua adalah tugas dan tanggung jawab besar ditambah lagi jika ia berada dalam lembaga tinggi di Indonesia itu berkaitan erat dengan Ketatanegaraan seperti halnya Anwar Usman yang kini menjabat sebagai ketua hakim.
Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sedangkan Polemik yang terjadi di masyarakat rupanya bukan sekedar kekhawatiran atau kegaduhan biasa, bukan tidak mungkin jika persatuan kedua keluarga tersebut nantinya akan berpotensi menimbulkan banyak konflik dalam pusaran Kepresidenan dan Mahkamah Konstitusi.
Diantaranya potensi yang tidak bisa kita pungkiri dapat terjadi jika pernikahan yang tak biasa itu terlaksana adalah sebagai berikut:
- Pengujian Pasal Undang- Undang
Jika kita runut duduk permasalahannya sesuai dengan kewenangan MK dalam UUD NRI 1945 pasal 24c ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Berdasarkan uraian pasal diatas dapat disimpulkan bila dalam konflik ini, Dilema dapat muncul karena ketika undang-undang dibuat berdasarkan konstitusi ketatanegaraan kita, presiden memiliki kekuasaan untuk mengusulkan undang-undang, dan ketika undang-undang yang diusulkan diajukan untuk uji materi,kemudian karena ada sesuatu yang tidak kepentingannya dengan masyarakat, maka akan ada Konflik moral internal yang muncul dalam putusan MK tentang uji materiil. Bisa saja ada bisikan dibalik ini.
- Perselisihan Kewenangan
Bukan tidak mungkin jika kewenangan presiden akan dipermasalahkan oleh lembaga lain sesuai UUD NRI 1945
- Pembubaran Politik dan Hasil dari Perselisihan Pemilu
Keberpihakan kepada Presiden atas keputusan yang diambil merupakan perkara sistematis bisa saja terjadi
- Pemakzulan Presiden
Dalam Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 berbunyi “permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” Melihat dari isi pasal tersebut apabila suatu saat terjadi dugaan kuat oleh DPR bahwa Presiden telah melanggar seperti yang terkandung dalam pasal tersebut, maka Mahkamah Konstitusi (MK) wajib memberi putusan yang adil yang mana termaktub dalam Pasal 15 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi. Sehingga akan sulit disangkal bahwa pernikahan keduanya tidak berpotensi menimbulkan konflik kepentingan politik hukum.
- Ladang Kepentigan Politik