Mohon tunggu...
Febby Fortinella Rusmoyo
Febby Fortinella Rusmoyo Mohon Tunggu... -

i'm just an ordinary girl in an EXTRA-ordinary world...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Sebuah Kota Asing (Cerpen Terjemahan dimuat di Riau Pos Ahad, 17 Juli 2011)

18 Juli 2011   04:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:35 2920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Harap..." Joe baru akan berbicara tapi Harry memelototinya. Kami tidak boleh menolak persahabatan dari orang lain disini, itu akan mencurigakan. Aku menahan Joe di tempat duduknya. "Minumlah, Joe, teman kita ini yang mentraktir!"

Joe tertawa dan menuang seluruh isi gelasnya ke tenggorokannya sementara para koboi berteriak-teriak, "Hajar! Hajar!" sambil memukul-mukul meja. Saat kami akan pergi, mereka berteriak,"Hei, pelayan. Kita biarkan saja anak-anak ini pergi? Gembok kunci itu!" Mabuk membuat mereka sejinak anak anjing. Hal terakhir yang kuingat pada malam itu adalah kami berdansa diatas meja dengan gelas di tangan masing-masing sambil bernyanyi,"Sonuva gun, gonna' have some fun, in the bayou." Sementara di dalam kepalaku, aku bisa mendengar suara anjing polisi datang.

Keesokan paginya mereka memberi kami sarapan bubur jagung dan melimpahi kami dengan keramahtamahan. Sial, mereka benar-benar menyukai kami! Tanpa kami ketahui, ternyata kami sudah dipesankan kamar hotel. Ketika beberapa penduduk kota ingin mengundang kami makan malam, Harry ingin menolaknya tapi Joe memberinya pengertian. "Memangnya kenapa?"

"Mereka tahu siapa kita," gerutu Harry. "Mereka sedang mempermainkan kita."

"Penahanan ini memang sangat buruk," sahut Joe.

"Jika mereka tahu siapa kita," sahutku, "lebih baik kita tidak membiarkan mereka tahu bahwa kita tahu akan hal itu."

Karenanya kini kami tak ingin ambil pusing tentang masalah ini. Kami pergi ke alun-alun tempat berdansa setiap Jumat malam. Harry bahkan kini mulai diminta berdansa di depan. Kami sendiri tak sadar bahwa kami memiliki bakat ini. Keluarga Brown mengundang Harry untuk makan malam Thanksgiving. Lalu kami semua mendapat undangan dari keluarga Smith untuk menghadiri makan malam setiap minggunya, dan apa lagi yang bisa kami katakan? Joe bahkan terpeleset satu kali ke sebuah sekolah menengah, dan tanpa sepengetahuan kami, mereka menyuruhnya mengajar di Sekolah Minggu.

"Brengsek! Ini sudah keterlaluan!" umpat Joe. "Kita harus segera pindah."

"Tak bisa," jawab Harry. "Akan terlihat mencurigakan."

Dialah orang pertama diantara kami yang mempunyai rumah. Laura membantu kami pindah. Dia adalah putri Tillie, dengan rambut pirang yang dikepang, rok dari kain genggam, dan tungkai kaki yang seolah dapat menjangkau ruang bawah tanah kalau saja tidak ada lantai. Kadang-kadang dia membawakan kami kue pai jika kami sedang di halaman. Setiap panen tiba, keluarganya mengundang kami untuk makan malam Thanksgiving. Aku duduk dengan tenang menanti makanan seperti anak kecil yang menunggu diberi biskuit. Dua puluh lima percakapan terjadi bersamaan di sekitar meja makan. Mereka berbaur dalam kebisingan tak menentu yang bercampur dengan denting sendok dan piring porselin. Aku bisa mendengar dengan jelas gema keras di dadaku, suara itu masih ada. Saat kubuka mataku, aku melihat Tillie sedang memandangiku dan hatiku ingin meledak.

Dia memalingkan wajahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun